.
.
Langit malam di Ibu kota Seoul terlihat mempesona dengan puluhan ribu bintang yang terhampar membuat gugus pada salah satunya. Suasana pada sebuah Café masih terlihat ramai meskipun waktu sudah menunjukkan pukul dini hari. Pada salah satu meja pelanggan, seorang pemuda manis dengan surai abu-abu itu mengusap wajahnya pelan, raut muka frustasi tergambar jelas di sana.
"Astaga, apa yang kutulis sih?" gumamnya resah sembari menatap layar pada Laptop hitamnya.
Pemuda manis bernama lengkap Min Yoongi itu mulai berpangku tangan. Matanya menatap nyalang ke seluruh penjuru Café yang tengah ia singgahi, akan tetapi pandangan itu kembali pada benda hitam kesayangan yang seolah terlihat angkuh berada di hadapannya.
"Deadlinenya tiga hari lagi, dan editorku yang banyak bicara itu sudah menagih setiap waktu. Hah..." gumamnya pada diri sendiri.
Lagi-lagi desahan frustasi itu keluar tanpa permisi. Yoongi mengusak surai abu-abunya hingga menampilkan dahi lebarnya sewarna putih susu. Ia menggigit bibir bawahnya, kebiasaan yang dilakukan saat dirinya merasa resah dan cemas.
"Secangkir Vanilla Latte dengan tambahan sedikit gula atas nama pesanan Min Yoongi?" sebuah suara membuat atensi Yoongi teralihkan.
Pandangan keduanya bersatu, bersitatap dalam beberapa detik kemudian Yoongi memilih untuk memutuskan kontak mata tersebut.
"Benar, terima kasih." Ujar Yoongi begitu saja, tak mau mengambil pusing dengan kehadiran seseorang yang berada di hadapannya.
"Panggil saja aku jika kau membutuhkan sesuatu." Pemuda dengan rambut hitam kelamnya itu menampilkan senyum menawannya, menunduk sebentar lalu berpamitan untuk kembali pada meja pembuat kopi di depan sana.
Yoongi meneliti kepergian pemuda ramah itu melalui ekor matanya yang kecil, terbesit rasa ingin tahu atas nama dari pemuda dengan wajah menawannya barusan.
"Apa aku baru melihatnya?" monolognya sembari menyembunyikan wajahnya pada layar laptop.
Yoongi melanjutkan fokusnya lagi, mengerjakan kesibukannya hingga lupa waktu. Cangkir berisi Vanilla Latte itu sudah berganti hingga empat kali generasi, terbukti dengan perutnya yang mulai merasa kembung. Yoongi mengedarkan mata ke arah lain, berusaha menetralisir mata lelahnya akibat terlalu lama menatap layar laptop yang terang-benderang.
'Tuk'
Yoongi menolehkan kepalanya, didapati pemuda dengan rambut hitam legam itu di sampingnya. Garis pipinya terangkat saat dirinya memamerkan senyuman. Salah satu tangannya menaruhkan sebuah gelas di meja Yoongi.
"Aku tidak memesan itu."
"Kau sudah terlalu banyak meminum kopi, kurasa air putih cocok untuk meredakan rasa kembung pada lambungmu."
Yoongi menelisik pemuda ramah itu dengan matanya yang kian menyipit, memperhatikan sosoknya dari atas hingga bawah.
"Terima kasih." Sahutnya cuek, mengabaikan kebaikan seseorang di sampingnya.
"Ah, aku akan di sini sampai kau meminumnya."
"Apa kau sedang meracuniku?"
"Apa? Hahaha, tidak. aku hanya sedang memastikan kau meminum air putih itu karena kau sudah terlalu banyak menyesap kopi buatanku. Apa kopi buatan tangan terampilku ini terlalu nikmat untukmu?" Tanya pemuda tersebut panjang lebar, ia memutuskan untuk duduk pada kursi di samping Yoongi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Little Things Called Love [MinYoon]
FanfictionKetika keunikan menjadi sebuah ciri khas yang membekas di hati, akankah perasaan mengagumi ini bisa dikatakan rasa cinta terhadap seseorang? . Jimin/Yoongi. MinYoon's FanFiction. Story ©Jimsnoona, 2016.