#2

13 3 2
                                    

Part 2
Langit pagi menyisakan mendung semalam dan gerimis juga masih merintik deras. Gue duduk di atas kasur dengan selimut menutupi kaki yang bersila sambil menatap hujan dari jendela kamar yang terbuka tirainya. Pagi ini terasa sangat tenang. Tak ada jadwal kuliah, tak ada jadwal rapat, dan tak ada janji dengan siapapun untuk membahas apapun.

Gue meraih segelas air putih yang terletak di meja belajar di samping kasur lalu menghabiskan isinya. Gue buka laci dan mengeluarkan sebatang Marlboro Gold. Gue beranjak untuk duduk di atas meja belajar dan membuka sedikit jendela, menikmati hisapan demi hisapan sambil menyaksikan tetesan air di daun puring yang terletak di halaman rumah kos.

Semilir angin dingin menerpa wajah dan lengan, namun tak cukup dingin untuk membunuh niat bersantai pagi ini.

Lantunan lagu berjudul Skinny Love milik Bon iver melantun dari handphone gue .Gue pun lekas mencari keberadaan handphone gue dan mengangkat telfon tersebut.

'Ya Ma'
'Apa kabar Sayang?'
'Sehat. Mama Papa?'
'Sehat juga, udah di kampus?'

'Enggak, hari ini ga ada kuliah dan ga ada kegiatan lain. Paling nanti pergi sama rey'
'Semalem tidur cepet ya? Mama telepon ga diangkat'
'Iya, semalem capek banget'
'OK, jaga kesehatannya ya Arvel Sayang.
'Iya ma'

Gue memeriksa beberapa SMS dan panggilan yang tak terjawab. SMS dari Papa, Mama, Rey,dan beberapa teman sekelas yang menanyakan tugas. Gue balas semua SMS yang perlu dibalas.

Batang rokok kedua terselip di bibir gue. The great gatsby milik Scott  Fitzgerald terpegang di tangan dan gue ikuti aliran kata setiap barisnya. Membalik halaman berikutnya dan terus membaca hingga batang rokok kedua habis.

*****

Satu bulan berlalu sejak perjumpaan gue bersama Karina di parkiran kampus. Masih sedikit ingat, namun perlahan gue sudah kembali cuek seiring kesibukan kampus. Ditambah gue tidak bertemu dan berkirim SMS dengannya lagi, membuat proses melupakan karina dan buku tersebut menjadi lebih mudah

Suatu siang gue sedang makan siang bersama Rey dan Bastian   bertemu dengan Kalia dan rombongannya . Gue dan Kalia pun sempat bertatap mata sejenak namun segera gue abaikan dan kembali ngobrol bersama Rey. Sayup sayu gue mulai memperhatikan Kalia kembali. Entah kenapa, gue masih belum bisa untuk melupakannya dan menjalani hidup gue yang baru, gue masih sayang dengan kalia...

Kalia dan rombongannya langsung pergi tak lama kemudian.

Skinny Love milik bon iver tiba tiba terdengar  dari hape gue menghentikan obrolan kami. Karina. Gue melihat Rey dan Bastian sejenak lalu berdiri dan menjauh dari mereka untuk menjawab panggilan Karina.

'Halo'
'Arvel?'
'Iya, ada apa Riin?'
'Bukunya udah selesai gue baca, kapan bisa gue anter buat lo?'
'Terserah lo aja, ke fakultas gue juga boleh'
'Jangan di kampus deh Vel, kalo gue ke kosan lo gimana?'
'OK, besok gue di kosan dari jam 2'

Gue langsung menutup panggilan. Gue sudah terbiasa membuat perjanjian dan seringkali terbelit dengan tawar-menawar yang kerap berujung chit chat bingung dengan negosiasi. Karina SMS tak lama kemudian.

'Kok ditutup sih, kan belom gue iyain. OK besok gue ke kosan lo jam 2. Kirim alamatnya ya vel'

*****

Keesokan siangnya gue pulang ke kosan setelah makan siang. Sebuah sedan Camry berwarna hitam mulus terparkir di depan kosan menghalangi jalan masuk motor gue ke parkiran motor. Ini anak pejabat mana sih yang dongo parkir seenak jidat! Maki gue dalam hati.

Hampir semua teman kos di tempat kos gue adalah anak-anak orang kaya yang memiliki kendaraan roda empat untuk mondar-mandir ke kampus. Gue dan segelintir lainnya adalah golongan menengah ke bawah yang cukup dengan motor dan angkot saat hujan turun.

Dengan susah payah gue memasukkan motor, lalu gue tendang ban mobil Camry itu. Mobil-mobil ala pejabat korup di Senayan sana.
"Arvel?" suara Karina memanggil gue dari ruang tamu saat gue hendak menaiki tangga ke kamar.
"Hai, Riin! Udah lama lo disini? Katanya jam tiga" gue melirik jam tangan dan masih jam setengah tiga.
"Iya habis kuliah langsung kesini aja tadi"
"Gue ke atas bentar ya, lo tunggu aja disini" pamit gue sambil menunjuk ke kamar gue. Karina tersenyum dan mengangguk.

Gue turun lima menit kemudian, membawa dua kaleng minuman bersoda dan satu botol minuman mineral. Gone girl sudah terletak di atas meja saat gue tiba. Ada senyum canggung di wajah Karina.
"Banyak yang kos disini Vel?" bukanya setelah meneguk soda dingin di tangannya.
"Engga sih, cuma berenam, ada empat kamar kosong" jawab gue sambil menunjukkan kamar-kamar yang kosong.
"Campur cewek cowok ya?"
Gue mengangguk dan masih menatap Karina.
"Oiya, ini bukunya udah beres. Bagus ceritanya" Karina mengambil buku dan menyerahkannya ke gue. Gue hanya tersenyum dan meletakkan buku itu di pangkuan gue.

Lalu kami kembali terdiam. Ada canggung yang mengungkung kami dalam kelu lidah dan gugup sikap.

"Lo masih sibuk sama himpunan lo Vel?" tanya Karina berusaha memecah kesunyian.
"Masih Riin, lo sibuk di himpunan juga?"
"Iya, gue anak himpunan doang, ga ikutan kabinet tapi.'
"cowok lo kemana rin?"
"biasa deh, paling lagi sibuk sama cewek lain hahaha"
Lalu kami saling terdiam lagi sambil menikmati minuman di tangan masing-masing. Ada perasaan canggung yang nampaknya menghampiri akibat obrolan kami barusan.

Kos masih sepi, mungkin penghuni kos sedang di kamar atau masih di kampus. Namun beberapa mobil mereka ada di garasi, jadi gue tebak mereka sedang ada di dalam kamar masing-masing.

gue hanya manggut-manggut.
"Gue—gue balik dulu ya Vel" Karina berdiri dengan gugup, begitupun gue. Ada sungging senyum yang kaku dan ragu, entah karena apa.
"Buku itu sah jadi milik lo sekarang" lanjut Karina dengan senyum lebar yang dipaksakan untuk melepas belenggu canggung. Gue tertawa kecil dan mengangguk.
"Thanks ya Karina" hanya itu yang keluar dari bibir gue. Tanpa kata-kata yang lain selain tatap mata yang seakan menyimpan tanya dan tak ingin ini berakhir begitu saja, gue mengantar Karina keluar rumah.

Toyota Camry itu adalah miliknya. Ia lambaikan tangannya singkat sebelum menaikkan kaca mobilnya dan berputar arah lalu melaju pergi.

Mungkin ini saat terakhir gue ketemu sama Karina. Tak ada lagi ikatan Gone girl yang menghubungkan kami dengan pertanyaan atau rasa penasaran.

Gue melangkah ke kamar, duduk di atas kasur dan membelai sampul buku novel tebal tersebut di pangkuan gue. Gue membakar rokok sejenak sambil membuka halaman pertama, masih ada tulisan yang sama. Gue sadari ada pembatas buku yang lain selain milik gue. Pembatas buku dengan tassel berwarna birumuda di ujungnya. Pembatas itu berwarna pink dan bergambar setangkai mawar merah dengan helai daun yang hijau segar di satu sisinya, di sisi lainnya berwarna putih dan ada tulisan tangan, mungkinkah tulisan tangan milik Karina?

"Love makes you want to be a better man—right, right. But maybe love, real love, also gives you permission to just be the man you are. -Gillian Flynn."

Gue tersenyum dan mengambil pembatas buku milik gue dan menggantinya dengan milik Karina. Beberapa menit berikutnya gue tenggelam dalam kisah Gone girl.

Mohon Comments dan Votenya ya. Saya sangat berterimakasih jika ada yang menyempatkan membaca cerita ini, berkomentar tentang cerita ini, dan memvoting cerita ini. Thankyou!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 05, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Rain ManTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang