Note : lagi-lagi narasi panjang. Aku hanya bisa berdoa semoga kalian gak eneg sama narasi panjangku, plus diksinya juga :’D tinggalkan jejak berupa bintang kecil dan komen. It really makes my day!
•||•||•||•
Helaan napas dilepaskan seorang pria bersurai abu yang dikepang rapi itu. Tangan kanannya menggoyang-goyangkan isi gelasnya, cairan ungu itu hanya tersisa sedikit. Disesapnya sisa cairan itu, lalu matanya terpejam, begitu meresapi cairan anggur yang meluncur ke tenggorokannya. Menimbulkan sebuah sensasi yang menghilangkan penatnya secara magis, dan seluruh beban di tubuhnya serasa diangkat begitu saja. Rasanya begitu melegakan.
Dominicus menyilangkan tungkainya, kembali mengatur posisi duduknya di atas sebuah kursi sofa tunggal yang terletak tak jauh dari perapian di hadapannya. Gerak refleks jarinya mengusap batu cincin di jari telunjuk kanannya, lalu memerhatikan batu cincin tersebut dengan seksama sebelum tersenyum tipis. Gelasnya kosong, ia lalu meletakkannya di atas sebuah meja di sampingnya, dan beranjak dari kenyamanan kursi. Pria bertubuh tegap itu berdiri tepat di depan perapian, menyisakan jarak yang tipis antara tubuhnya dan api. Tapi ia terlihat sama sekali tidak terganggu dengan hawa panas yang menjalari tungkainya.
Fokus terhadap sebuah lukisan yang tergantung di dinding tepat di atas perapian tersebut.
Lekatnya pandangan Dominicus hanya Tuhan yang bisa mengartikan.
Tiba-tiba, sebuah ketukan dan seorang penjaga berujar dari luar terdengar bahwa sosok yang ia tunggu telah tiba. Dominicus tersenyum sumringah, tubuhnya berbalik, kedua tangannya ia letakkan di balik punggung tegapnya, sembari jarinya tetap mengelus batu cincin yang ia pakai guna meredakan gejolak dalam dirinya yang membuncah hebat. Terlihat begitu antusias dengan kedatangan sosok yang sedari tadi ia tunggu.
“Persilakan masuk.”
Pintu besar yang tak jauh berada di hadapannya terbuka, dan di ambangnya seorang pemuda bertubuh tegap, beriris semerah darah tajam, berambut lurus cokelat sebahu dan bibir tipis yang tersenyum penuh arti sedang berdiri. Tungkai panjangnya melangkah santai ke depan, menghampiri Dominicus, lalu pemuda itu berujar sembari sedikit menganggukkan kepalanya anggun.
“Salam, Pangeran Dominicus.”
Yang diberi salam tersenyum simpul. Begitu kentara antusiasme yang terlihat dari iris abu terangnya. Dominicus menyahut.
“Salam hormat untukmu, Pangeran Hyramus.”
Mereka berdua pun tersenyum hormat.
“Silakan duduk, Pangeran,” Dominicus berujar ramah sembari memersilakan Hyramus duduk di sebuah sofa tepat di hadapan perapian. Pangeran berambut cokelat itu tersenyum penuh arti sebelum berucap terima kasih dan duduk dengan nyaman. Dominicus pun kembali duduk di kursi yang ia tempati sebelumnya.
“Anggur... apa anda keberatan?”
Hyramus mendengus, sejurus kemudian ia mengerucutkan bibirnya ke samping. Surai cokelat sebahunya bergerak horizontal.
“Tentu.”
Dengan senyum yang tak henti tercetak di wajahnya yang agak mengeriput, Dominicus menuangkan anggur ke dalam gelas kosong di atas meja rendah di hadapannya. Kakak dari Wernhar itu menyodorkan gelas yang terisi cairan anggur ke arah Hyramus dan disambutnya dengan senang hati. Dominicus tak ingin menciptakan suasana kaku.
Sembari memerhatikan Hyramus yang sedang menyesap anggur perlahan, Dominicus mulai membuka percakapan.
“Jadi, Pangeran, bagaimana harimu di Athyra?”
Hyramus berhenti menyesap anggur, digenggamnya leher gelas tersebut dengan tangan kirinya. Ia menatap Dominicus sumringah.
“Menakjubkan. Athyra memang kerajaan yang begitu indah. Aku begitu menyukai kebudayaan, kesenian dan warga Athyra yang begitu ramah. Tentu ini berita bagus bagi ayahku sang Raja yang berhalangan hadir ke mari. Pasti beliau senang pangerannya begitu nyaman di sini.” Hyramus tersenyum lebar, memamerkan gigi putihnya yang gingsul di taring atas kanannya. “Bahkan aku hampir lupa akan hari kepulanganku besok. Hahaha. Negeri ini begitu memesonaku.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Aeritys
Fantasi[•] "Dunia kita berbeda," Fhreii memberi jeda, menarik napas lebih dalam dan berusaha menahan rasa sesak di dadanya, "kita tidak pernah ditakdirkan untuk bersama. Di Athyra, maupun di duniamu. Aku takkan pernah bisa melawan para Dewa. Maka dari itu...