Aku hanya bisa meringis kesakitan ketika kak Dylan mengobati luka yang ada di tanganku. Paku itu meninggalkan sedikit lubang ditanganku.
Tidak lama setelah kejadian rak buku itu, kak Dylan datang sambil meneriakkan namaku. Entah kenapa semua pergerakan dari rak buku dan suara suara aneh itu bisa berhenti setelah kak Dylan datang.
Kak Dylan terus bertanya kenapa, kenapa dan kenapa. Tapi, setelah aku jelaskan dia malah tidak percaya. Lalu, dia mengambil kesimpulan sendiri dan bilang bahwa aku terjatuh dari kursi dan tidak sengaja tertusuk paku yang ada di bawah, bahkan menganggapku berhalusinasi karena aku baru saja terbangun dari koma.
Pria itu tidak habis habisnya memarahiku karena luka ini.
"Kamu sudah berjanji pada kakak bukan? Kenapa kamu masih saja nakal Leia Gwyneth?" Kak Dylan menatapku dingin.Aku tau saat ini kak Dylan sedang menahan emosinya. Jadi, aku hanya berani menatapnya tanpa banyak bicara. Sepuluh menit berlalu, kami masih saling mendiamkan satu sama lain. Akhirnya, kak Dylan memutuskan untuk pergi sambil membawa kotak P3Knya dan membanting pintu dengan kencang.
Aku sedikit tersentak karena itu. Aku tau kalau kakak itu sayang denganku. Tapi,aku hanya menyayangkan kenapa kakak tidak percaya dengan perkataanku.
Baiklah. Tinggalah aku sendiri di kamar ini. Kamar yang tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil. Ada dua jendela besar di samping kanan dan kiri ranjangku. Benar kata bibi Lamia ada dua jendela di setiap ruangan.
Seluruh kamar ini terbuat dari kayu, bahkan lantainya. Di samping kiri ranjangku ada meja rias dengan cermin besar yang sudah agak kusam. Ada juga pintu di sebelah kanan ranjangku, sepertinya itu pintu kamar mandi. Aku rasa, aku ingin melihatnya sebentar.
Tapi ternyata, hampir seluruh lantai di kamar ini berdecit ketika diinjak. Lantai itu menimbulkan suara yang lucu atau pun seram, dan kalian bisa simpulkan sendiri.
Setelah aku putar gagang pintu, kulihat ada bathup berwarna putih lengkap dengan shower yang menggantung di atasnya. Ada juga wastafel yang warnanya senada dengan bathup itu. Kamar mandi ini juga agak pengap dan lembab. Penerangan pun juga kurang. Ditambah lagi dengan suasana yang ingin menjelang malam.
Aku coba memutar keran air yang ada, untuk mengeceknya karena dari pengelihatanku, keran air ini sudah tua dan berkarat. Bahkan tidak ada air yang berhasil keluar. Baiklah, ini rusak. Sepertinya aku akan menumpang mandi di kamar kak Dylan.
Dari dalam kamar mandi, aku seperti mendengar suara lantai yang diinjak.
"Seperti ada seseorang yang datang," batinku.
Mungkin kak Dylan, dia ingin meminta maaf denganku. Aku tutup kembali keran air itu seperti semula dan ketika aku melihat cermin ternyata ada pantulan seorang anak laki-laki yang sedang memperhatikanku dari belakang. Kulitnya pucat seperti mayat dan sebagian wajahnya hitam. Sepertinya dia mengalami luka bakar.
Matanya yang sayu terus menatapku. Sampai aku sadar bahwa dia itu bukan manusia. Aku langsung menoleh ke belakang, tapi aku tidak menemukan laki-laki tersebut. Aku kembali melihat ke cermin dan dia masih tepat di belakangku!
Tangan dan kakiku gemetar bahkan mengeluarkan keringat dingin.
"Hi." Dia menyapaku tepat di telingaku.
Dengan spontan, aku langsung berteriak sekeras mungkin sambil menutup mataku.
"Leia!" Seru bibi Lamia yang tiba-tiba datang dan langsung memelukku. Sepertinya dia panik melihatku yang sedang jongkok di bawah wastafel.
Bibi Lamia langsung membawaku ke tempat tidur, kami berdua duduk di sana. Dia menghapus air mataku. Dia selalu bertanya kenapa, tapi aku putus untuk tidak menceritakannya. Rasanya juga percuma kalau aku menceritakannya pasti bibi Lamia menganggapku hanya berhalusinasi seperti kak Dylan.
"Dylan datang kepadaku dan memintaku untuk menanyakan keadaanmu. Apa benar kau jatuh dari kursi karna ingin mengambil buku disana?" Bibi Lamia menatapku dan menyipitkan matanya.
Aku menggelengkan kepalaku. Yang dapat diartikan tidak bukan seperti itu. Seketika wanita itu langsung berdiri dan bangkit dari tempat tidurku. Aku melihat mukanya, tampak kekesalan yang tergambarkan disana.
"Lalu apa yang kamu lakukan disana Leia?" Tanyanya dengan nada yang sedikit meninggi.
"Aku hanya membaca buku bibi Lamia sungguh, maafkan aku membaca bukumu tanpa izin." Aku menarik pergelangan tangannya dan menggenggam tangannya.
"Kau? Membaca buku? Buku apa yang kau baca?! Seharusnya kau tidak seperti itu Leia! Kau seharusnya minta izin dulu kepada bibi!" Bentaknya.
"Dengar, ini peringatan untukmu. Jangan pernah menyentuh buku buku itu lagi!" Lanjutnya.
Apa ini? Bibi Lamia membentakku? Aku tidak percaya ini. Bahkan ayahku sekalipun belum pernah membentakku seperti ini. Rasanya sakit, aku merasa seperti ada air yang menggenang di pelupuk mataku dan ketika aku mengedipkan mataku air ini akan jatuh.
Ekspresi bibi Lamia langsung berubah ketika melihat mataku berkaca kaca karenanya. Wanita itu membuang nafas panjang dan memegang dahinya.
"Ya Tuhan apa yang ku lakukan," ucapnya pelan, tapi aku masih bisa mendengar ucapannya. Sepertinya dia menyesali perbuatannya.
"Baiklah Leia, maafkan perkataan bibi yang sudah memarahimu barusan. Tapi, kamu harus mematuhi peringatan yang bibi ucapkan tadi ya? Janji?" Bibi Lamia mencium keningku.
Aku hanya mengangguk.
"Sebentar lagi kita makan malam, sebaiknya kamu mandi dan bersiap siap. Jam 7 kita bertemu di bawah. Oke sayang?" Bibi Lamia langsung keluar setelah mengusap kepalaku.
Aku bingung dengan sifatnya, kenapa dia bisa langsung berubah seperti itu. Itukan hanya sebuah buku apa salahnya? Ah, jangan-jangan bibi Lamia telah menyembunyikan sesuatu dari aku dan ayah. Seharusnya, ayah tidak boleh memiliki teman seperti itu.
"Dan aku rasa bibi Lamia bukan orang baik," batinku.
To be continued...
KAMU SEDANG MEMBACA
Born For This (Now, you know) [Revisi]
HorrorLeia Gwyneth Gedeon, seorang remaja berusia 16 tahun yang baru saja terbangun dari komanya. Keluarganya pun merasa bahagia karena bisa melihat Leia membuka matanya kembali. Namun, tidak dengan Leia sendiri. Dia merasa ada yang aneh dengan pengelihat...