Matcha Milktea Asuka B

9 0 1
                                    

Semua orang menyimpan rahasia, kecil dan besar rahasia itu tetaplah menjadi sebuah misteri yang tidak setiap orang dapat memecahkannya. Seperti bagaimana kendali orang ketika merasa gelisah karena sebuah rahasia, aku tidak tahu.

Aku duduk disudut ruangan dengan pencahayaan yang tidak terlalu menusuk mata, suasana cafe terasa nyaman dengan pencahayaan redup yang membuat suasana cafe terasa berbeda malam ini. Hal yang sulit ku cari mudah didapatkan ditempat ini.

Cafe mulai didatangi anak-anak remaja seusiaku, mereka berbondong-bondong mencari meja paling nyaman dengan sikap yang sedikit mengusik. Aku tetap dalam posisi senyaman mungkin sambil menerawang kedepan kaca, pemandangan jalanan yang tidak terlalu padat kendaraan ku saksikan walau dengan hati tidak minat.

Setelah menunggu sekian menit akhirnya seorang pria berbaju khas menghampiri mejaku dengan senyuman sopan sambil menenteng baki. Ia menyimpan pesananku dan langsung pergi kembali setelahnya.

Aroma Krim Matcha yang khas memenuhi hidungku saat ini, aroma yang tidak bosan ku hirup setelah pertama kali merasakannya beberapa pekan lalu. Aku mulai menyesap minuman Matchaku, aromanya langsung memenuhi tenggorokan dengan sensasi dingin menyenangkan, ku telan lambat-lambat dengan sikap menikmati. Tidak berlangsung lama setelah suara itu terdengar dekat.

"Langsung saja." Aku membuka mata dengan sedikit lebar menatap laki-laki berwajah datar didepanku. Kenyataan yang sedikit mengiris hati walaupun aku selalu belajar bermuka dua saat ini. Aku menyenderkan punggungku ke belakang mencoba setenang mungkin menghadapi laki-laki ini.

"Aku ingin jujur tentang perasaanku," dengan suara berdecit yang tidak sesuai dengan ekspresi wajah datarku di saat ini rasanya sedikit memalukan, aku tetap berkedok sama dasarnya untuk menjaga perasaan yang mudah terbawa suasana. Ku lihat ia tersenyum sekilas walaupun ia masih terlihat datar.

"Saya tidak tertarik pada perempuan yang suka mengejar-ngejar laki-laki tanpa tahu malu," telaknya mengenai sasaran. Jika dipikirkan masak-masak ini memang perbuatan paling gila yang pernah ku lakukan, tapi entah darimana keberanianku datang menyampaikan perihal hati. Padahal untuk yang satu ini aku bahkan tidak pernah bersikap seagresif ini sebelumnya.

Ku lihat ia menatapku dengan pandangan yang sulit diartikan, namun dimatanya jelas-jelas aku terlihat menyedihkan dihadapannya. Aku membuang muka ke segala arah, memang memalukan melihat betapa menyedihkannya diriku mengemis cinta dari laki-laki paling tak terduga ini. Karakterku mencerminkan hal yang sebaliknya.

"Aku tidak pernah berkata ingin menerima balasannya, aku hanya ingin jujur saja." Sanggahku dengan nada sedikit kesal, ia menatapku dengan sebelah alis yang terangkat tinggi. Aku tidak peduli dengan reaksinya, memendam semua ini lebih menyakitkan daripada ia menolakku dengan mentah-mentah. Dari awal rasa ini tumbuh aku sudah tahu dimana batasan yang harus ku tanamkan walau dengan perasaan tidak terima.

"Bagus kalau begitu, tidak perlu susah payah saya jelaskan." Ia benar-benar terhibur dengan kata-kataku, ku lihat air wajahnya lebih tenang dan cerah. Sesak didadaku bertambah mengingat reaksi yang ia berikan, aku tidak pernah berharap lebih tapi merasakan ditolak secara langsung memang akan menyakitkan, sebuah risiko yang harus ku terima sampai habis masanya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 21, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MajoricoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang