Hari kedua MOS berjalan dengan lancar untukku, tinggalah satu hari penuh penyiksaan oleh Kakak OSIS dan setelah itu aku resmi menjadi murid SMA Cempaka. Aku tidak sabar menjalani kehidupan dimasa SMA yang katanya begitu indah bagi semua orang. Tapi aku tidak yakin masa masa indah itu akan terjadi padaku. Karena aku hanyalah seorang Athala.
Aku melepas kacamataku dan meletakkan novel yang sedari tadi ku baca dimeja dan merangkak ke tempat tidurku yang berada disudut ruangan. Mematikan lampu, aku mulai memejamkan mata dan jatuh ke dunia mimpi.
Hari itu, Aku, Ayana, Mas Adit, Mama serta Papa sedang asik meinikmati hari minggu sore ditaman belakang rumah kami. Kami sedang mengadakan perkemahan kecil yang sudah merupakan rutinitas biasa jika Papa dan Mama sedang tidak dinas keluar kota untuk bertemu dengan relasi kerjanya. Terdapat dua tenda berdiri tegak yang baru saja Papa dan Mas Adit dirikan beberapa menit yang lalu. Aku dan Ayana yang baru berusia 5 tahun sedang duduk di bangku taman dan bermain boneka, sedangkan Mama sibuk berkutik dengan alat alat memasaknya yang tidak jauh dari kami.
"Ay, kamu nggak bosen main boneka terus? Mendingan kita bantuin Mama masak yuk!" Ayana yang sedang menyisir rambut boneka barbienya menatapku dengan malas.
"kalo kamu ngga mau main barbie lagi, aku main sama siapa? Masa sama Mas Adit? Pasti dia ngga mau." Kini Ayana meletakkan barbienya dipangkuan dan memasang wajah memelas. "yaudah kalo kamu ngga mau main barbie, mendingan kita baca buku menghitung yang baru dibeliin sama Mama aja yuk!"
"yaudah deh, kamu yang ambil ya Ay. Aku tunggu disini." Wajah Ayana langsung memamerkan keceriaan. Dengan senyumannya yang lebar, Ayana berlari masuk kedalam rumah dan sedetik kemudian berlari kearahku dengan membawa dua buku baru yang kemarin dibelikan oleh Mama dan memberikan satu buku kepadaku. Aku terkejut ketika aku membuka buku tersebut ternyata di beberapa halaman tersedia kolom mewarnai yang membuatku lebih tertarik dibandingkan menghitung angka. "Ay, Aku mau warnain gambarnya aja ya."
Ayana yang tengah asik menghitung dengan mulutnya yang komat kamit, hanya mengangguk dan menuliskan sesuatu dikolom jawaban yang tertera. Sejak hari itu aku mulai menyadari perbedaan diantara aku dan Ayana. Aku memang lebih tertarik ke seni.
Malamnya, kami semua memutuskan untuk menatap indahnya sang langit. Banyaknya bintang membuatku sangat takjub. Aku berbaring disebelah Mas Adit dan Mama. Sedangkan Ayana meminta berbaring diantara Mama dan Papa.
"Ma, bisa nggak kita hidup kaya gini terus? Aku seneng banget kalo Mama sama Papa libur kerja. Rumah jadi rame, ya nggak Mas?" Mama merengkuhku kedalam pelukannya dan tertawa pelan. Hangat.
Mas Adit menatapku lembut, "Iyasih Thal, tapi kan Mama kerja buat kita. Ya kan ma?"
"Iya sayang. Kamu kan tau Mama itu kerja dan uangnya itu buat kalian sekolah nanti." Mama mengusap kepalaku, "kalau masalah rumah rame, kan Ada Mas Adit, Ayana, trus ada Mbak Tuti yang tugasnya jagain kamu."
Mataku terus terpaku pada langit dan tiba tiba ada yang menarik perhatianku. Bintang jatuh. Dengan segera,aku memejamkan mata dan memohon kepada tuhan agar keluargaku bisa selamanya seperti sekarang ini.
Penuh kehangatan.
Aku membuka mataku dan mencoba menghilangkan semua rentetan mimpi yang baru saja terjadi dalam tidurku.
It was old days. What past is past. You cant take it or repeat. batinku
Aku menuju kamar mandi dan menyiapkan diri untuk pergi ke sekolah.
^^^^^
Dimohon untuk seluruh peserta didik baru berkumpul dilapangan, berbaris sesuai dengan kelasnya masing masing. Suara si ketua OSIS menggema di koridor. Aku dan Mou bergegas ke lapangan mengikuti rombongan kelas kami.
KAMU SEDANG MEMBACA
Athala
Teen FictionIni cerita seorang Athala Aryska Febian, tentang seluruh kehidupannya di masa remaja yang sama sekali tidak ada kesan sempurna. Kehidupan keluarganya serta kehidupan percintaanya. Keluarga - semua orang menginginkan keluarga yang harmonis, begitupun...