Part 12

26 0 0
                                    

2 tahun berlalu..

(Puri)

Sekarang gue bukan lagi anak kuliahan yg hari-harinya sibuk dengan diktat-diktat tebal, model busana atau tas baru, dan hari yang diisi dengan kegalauan dan kelabilan akan cinta.

Sekarang gue udah kembali ke kota asal gue "Bandung", bekerja di salah satu perusahaan swasta terbesar di sini dan gue memilih untuk hidup mandiri dengan menyewa salah satu rumah dekat kantor untuk gue tinggali sendiri walaupun orang tua dan adik gue juga tinggal di satu kota yang sama dengan gue.

Bipbip.. layar hp gue hidup memunculkan notifikasi dari grup angkatan gue kuliah dulu.
Tapi gue terlalu males untuk membuka itu, pikir gue itu pasti notif tidak terlalu penting yg isinya undangan kawinan dari teman satu angkatan, info loker, promosi akun online shopping atau lainnya.

Tapi kali ini hp gue bernyayi, gue liat nama yg muncul dilayar hp dan gue angkat.

"Haloo, ya kak. Hmm-- iya, kenapa ??"
"Kapan ?? Beneran ?? Hmm.. heem, iyaiya gue cek dulu"
"Apa ?? Ya nggak lah gue mah woles orangnya"
"Yaa.. heem ya udaah ntar gue kabarin lagi "
"Yuukkk, daah bye"

Aku baru saja menutup telpon dari Dean,  senior satu kampus ku dulu.

Aku kembali membuka buka aplikasi smartphone ku, kali ini aku buka ig. Ku scroll kebawah layar smartphone milik ku sembari melihat foto dan memberi love pada postingan foto dari teman terdekat yang berteman dengan ku di ig.

Jari telunjuk ku terhenti, ku pasati foto sepasang anak manusia yang terpampang di timeline ku. Foto itu milik Arie bersama seorang wanita bernama Martha -- kekasihnya saat ini. Kulihat dalam senyum merekah keduanya saat mereka sama-sama berpose di hari Martha wisuda (bertepatan hari ini). Arie tampak tersenyum bangga sembari tangan kirinya merangkul pinggang Martha yang tersenyum manis membawa buket bunga.

Kalian tau apa yang aku rasakan seketika itu ?? Sesak !. Kukira selama ini aku benar-benar sudah bangkit dari cerita dan perasaan yang terjebak dalam ketidakpastian selama tiga tahun lalu. Ternyata aku salah, perasaan dan harapan itu kukira masih sama bahkan lebih besar tumbuhnya dari tiga tahun lalu.

"Eh ri, liatin apa ?? " Mbak necy mengejutkanku.
"Ah anu ini mbak lagi liat ig" jawabku yang tanpa sengaja mengetukkan jari telunjukku 2x pada foto yang di post Arie di ig.
"Serius amaat sih sampe segitunyaa..
Eh mau makan apa kita ri siang ini ?"
"Duh iya ya mbak aku dah bosen makan itu-itu aja di warteg depan kantor"
"Pesen bebek goreng aja yuk ri di rumah makan nya pak de (langganan mbak necy)"
"Yauda aku ikut aja deh mbaak " jawabku yang tidak lapar
"Yaudah ntar mbak pesenin ya, kamu seperti biasa toh ? Extra sexypedeshot ??"
" Hehe iyaaa. Tauk aja ih ni mbak ku " balasku sembari bertingkah imut di depan mbak necy.

Kuletakkan kembali hp ku dilaci meja kerja. Aku kembali fokus dengan data dan laporan yang ada di layar komputerku. Tapi bukan berarti aku lupa dengan apa yang aku liat dan aku rasa barusan -- Arie, pria danger itu belum hilang dari dalam diriku.

"Selamat siang ada yg bisa saya bantu ?"
Ucapku seraya mendongakkan kepala menyapa ramah customer ku siang ini.
Seseorang yg kusapa itu tersenyum, lalu memangkukan dagunya di meja loket yg tingginya setinggi dada orang dewasa.
Dia lalu mengetuk-mengetuk meja loket ku dan masih tersenyum.

"Siang juga mbak puri, makan siang yuk ??" Ujarnya tanpa basa basi

"Yah aku kira siapa, taunya kamu naz "

"Abis dari tadi aku perhatiin kamu serius banget sampe gak sadar aku udah duduk di kursi tunggu depan loket mu dari tadi"

"Hehe, maaf aku lagi ngerjain sesuatu tadi" jawabku.

"Hmm yaudaah, nihh aku mau setoran. Biasa, ini slipnya dan tujuan juga masih sama" ujar nya sembari menyerahkan sejumlah gepokan uang tunai yang terbungkus plastik hitam beserta slipnya.

"Kalau begitu, tunggu sebentar yah Pak Denaz. Saya hitung dulu lalu saya transaksikan " ujarku sembari tersenyum dan menggodanya dengan bahsa formal.

Lelaki didepan ku ini pun tertawa kecil tiap kali mendengarku berbicara formal kepadanya.

Namanya Denaz Ridho. Ku panggil dia Denaz. Dia adalah nasabah tetap di bank swasta tempat aku bekerja, bahkan jauh sebelum aku bekerja di sini orang tua Denaz yg lebih dulu rutin setoran di kantor ku sebelum Denaz yg menggantikan.

Denaz, anak tunggal dari salah satu keluarga pengusaha sawit terbesar di kota ku ini (menurut cerita mbak necy). Kalau bisa kalian bayangkan perawakannya tinggi berkulit kuning langsat dengan tubuh proporsional dan mata yg agak sedikit sipit, dengan senyum manis (aseek, walau denaz sangat jarang senyum karena sifatnya yg sedikit cuek).

Awal pertemuan ku dengannya ?
Tentu di loket, saat awal aku bekerja dan dia yang meminta kontak whatssap ku lebih dulu dengan alasan kepentingan nasabah.

"Temanin aku makan siang yuk, ri ?" Tanya denaz yg kini sudah berdiri tepat di depan loket ku.
"Yaah, aku udah pesan makanan sama mbak necy naz" jawab ku
"Yaahhh..  gimana ya ??"
"Kalau kamu gak bisa keluar makan siang dengan ku, aku aja yang nemenin kamu makan sinag dikantor ya ri." Usul Denaz dengan wajah ceria.
"Mbak necy, makanannya udah dianter belum mbak ?" Tanya denaz pada mbak necy yg duduk bersebelahan dengan loketku.
"Belum, masih disiapin si om ojol naz? Ono opo ? Kamu mau juga?" Tanya mbak necy.
"Tambah lagi dong mbak pesanannya 1 lagi buat aku, tapi gak pedes. Kayaknya aku bakal ikut kalian makan siang disini deh"
"Lah, emang kamu tau kita pesan makan apa naz ?" Tanya ku.
"Dari tadi kan aku disini waktu kalian ribut2 pesan makan ri"
"Udahudah jangan ribht, nih udah tak calling lagi si om ojol nya"
"Hehe, makasih mbak necy" balas Denaz.

Aku tersenyum tipis lalukembali sibuk dengan setumpukan slip setoran yg diberikan Denaz pada ku tadi, sementara Denaz kini berdiri di depan pestibule loket ku sembari sibuk memainkan hp nya.

"Masih lama gak kira2 ri ?"
"Enggak, ini slip yg terakhir naz"
"Bukan itu, maksudku masih lama gak kamu mempertimbangkan perasaan aku ri ?"
Deg, kagetku mendenger pertanyaan Denaz yg tiba-tiba barusan, aku hanya pura pura tersenyum manis, mengabaikan pertanyaan Denaz.

"Kalau boleh tau, kurang apa aku ri sampe kami susah buat yakinin hati kamu buat aku" tanya Denaz mulai serius.
Aku mencoba berani mendongakkan wajah membalas tatapan serius Denaz.
"Maaf naz, aku memang jahat. " Jawab ku singkat sembari menyerahkan beberapa tumpukan bukti setoran Denaz.

Keadaan menjadi canggung antara aku dan Denaz sejak obrolan singkat yg serius tersebut hingga Mbak Necy datang dengan beberapa bungkusan makanan di tangan kanan dan kirinya. Tapi kalian tau yg terjadi selanjutnya  ? Denaz membatalkan rencana makan siang nya bersama ku dan mbak Necy siang itu. Aku tahu, mungkin dia kecewa mendengar ucapan singkat kejam ku. Denaz pun pamit setelah menyerahkan selembar uang seratus ribuan kepada mbak necy untuk membayar pesanan makan siangnya. Dia juga pamit kepadaku dengan cara nya yang masih sama seperti dulu, sopan dan diiringi senyum. Walau aku tahu ada kecewa yang coba ia sembunyikan dibalik senyum ramah nya kepadaku.
Maafkan aku-- Denaz.

*********

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 28, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dangerous BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang