Yuu yang belum baca prolognya baca dulu biar lebih seru😍. Telat bikin prolog wkwk. Udah di edit ke bagian awal.
*
"Ya Allah Ve.. Idung lo berdarah"
Kedua alisku terangkat dan refleks aku menyekal hidungku dengan punggung tanganku. Benar, berdarah.
Ponsel yang berada di sisi kanan ranjangku bergetar. Aku meraihnya lalu membaca tulisan yang tertara di layar. Steffi incoming call. Bagaimana ini. Aku sedang bersama Iqbal, apa aku harus mengangkatnya? Aku menatap Iqbal yang ia juga menatapku dengan tatapan yang mungkin bisa di artikan 'siapa?'
"Emm... Bal bisa tolong ambilin tissu ga? Gue lupa taronya dimana. Pokonya di ruang tengah"
"Oke tunggu gua cari dulu" Iqbal berjalan cepat mencari tissu itu.
Begitu sudah kupastikan Iqbal sudah keluar dari kamarku. Aku menggeser tombol hijau lalu menempelkannya di dekat telingaku."Yaa Stef?" sesekali aku menatap ke arah pintu kamar. Aku bicara sepelan mungkin agar tidak terdengar oleh Iqbal. Tapi suara Steffi yang cempreng begitu memekang telinga.
"10 menit lagi gue sampe rumah lo. Lo ada dirumah kan?"
Kenapa mendadak seperti ini? Memang biasanya mendadak sih tapi aku tidak ingin Steffi ada disini. Karena, disini ana Iqbal. Aku tidak ingin mereka bertemu. Hati kecilku tidak rela. Aku kembali menyekal hidungku yang terus mengalirkan darah.
"Iya gue dirumah. Yaudah lo kesini aja"
"Oke.. Mau nitip apaan?" Aku menggeleng walaupun aku tau Steffi tidak bisa melihatnya.
"Gausah Steff" aku mendengar derap langkah yang mendekat. Dengan buru-buru aku mengakhiri sambungan telponku lalu menyembunyikan ponselku di balik bantal aku bersandar.
Aku tersenyum ke arah Iqbal yang sudah memasuki kamarku dan duduk di pinggiran ranjang sebelah kiriku. Dia mengambil beberapa helai tissu lalu membersihkan darah yang ada di hidungku.
"Ko bisa mimisan gini sih?"
Aku hanya terpaku mendapat perlakuan ini dari Iqbal. Dia begitu peduli padaku. Aku langsung mengerjap ketika melihat wajahnya begitu dekat denganku. Bahkan aku bertukar udara dengannya.
"Gue bisa sendiri..." aku mengambil tissu itu dari tangan Iqbal dan membersihkannya sendiri.
"Mau kedokter?" tanya nya lagi. aku menggeleng. Dia kembali menempelkan punggung tangannya di keningku. Tidak ada perubahan memang. Aku masih panas seperti sebelumnya.
"Lagian bisa mimisan gini si" aku juga tidak tau kenapa bisa mimisan seperti ini.
"Mungkin panas dalem aja. Di tambah lagi gue ga mandi tiga hari"
Iqbal terbelalak dengan tatapan yang bisa diartikan 'lo serius?'
Aku mengangguk. Tapi sebenarnya tidak juga sih. Setelah hidungku bersih dan untungnya tidak mengalirkan darah lagi. Aku merubah posisiku menjadi berbaring."Gue mau tidur"
"Yaudah lo tidur aja. Gue bakal jagain lo. Lo juga kan waktu itu jagain gue, waktu gue babak belur" ah aku jadi ingat kejadian itu. Betapa panik dan khawatirnya aku melihat Iqbal terlihat kesakitan.
"Gausah Bal. Gue gapapa ko. Lo balik aja. Gue cuma butuh Istirahat. Nanti juga sembuh"
"Beneran?" aku mengangguk. Sebenarnya aku masih ingin Iqbal ada disini. Tapi Steffi akan datang kesini. Jika mereka bertemu siapa yang tau apa yang akan terjadi? Saling bertatapan? Saling tersenyum? Hati kecilku tidak rela.
Iqbal mengacak rambutku sebelum akhirnya pergi. Setelah mendengar suara mesin mobil Iqbal menjauh. Tak lama suara mobil kembali terdengar. Aku yakin itu Steffi. Aku kembali menyandarkan punggungku di kepala ranjang. Suara gedebak-gedebuk gemuruh Steffi begitu mengisi keheningan rumah ini. Steffi pun muncul di ambang pintu kamar.

KAMU SEDANG MEMBACA
Pain (Secret Time)
RomanceSeorang pria yang tiba-tiba muncul di hidupnya. Membuat kehidupannya semakin rumit. Hingga akhirnya sebuah takdir mengejutkan sebuah dongeng itu. Semuanya begitu rumit. Ia bahkan tak tahu siapa dia sebenarnya. Apakah dia nyata atau tidak. Dia juga t...