Hidden Plan

34 0 1
                                    

Bel istirahat berdering keras. Para santri berhamburan keluar kelas. Beberapa menyerbu kantin, ada juga yang menuju koprasi sekolah, dan sebagian hanya duduk di depan kelas. 

"Balik ke asrama yuk!" Tia menepuk bahuku dari belakang. Tertawa ringan melihatku mengelus dada karena kaget.

"Ngapain ke asrama?" Jawabku dengan ekspresi malas. Asrama kan jauh. 

"Trus di sini aja? Ngapain?"

Aku menghela nafas panjang. Baru saja keluar dari kelas Fisika dan masih membekas dalam memori deretan rumus-rumus yang sekarang malah tampak membingungkan seperti benang kusut. Andai saja ada kelas bahasa. Pasti aku lebih memilih bergelut dengan rumitnya struktur kalimat dari pada rumitnya angka-angka Fisika dan Matematika.

"Lea dimana?" Aku melongok ke kelas yang tampak sepi. Tumben tu anak.

"Dia langsung ke asrama. Ada perlu sama ustadzah Mita"

"Ha? Ngapain?"

Tia mengangkat bahu. Tak tahu.

"Yauda kalo gitu ke asrama aja deh!" tawarku.

Tia berdecak malas. "Napa gak dari tadi sih, ah!"



"Eh sudah mikirin sesuatu nggak buat muhadoroh akbar nanti?" tanya Tia sambil menyantap lahap sepiring nasi di depannya. Menu siang hari ini adalah tempe goreng dengan sayur bacem.

Aku mengernyit. Urung membuka bungkus snack. Siang ini aku tidak ambil jatah makan lagi.

"Sesuatu apa?"

"Ya sesuatu!" Tia mengangguk. "Muhadoroh akbar minggu depan. Kita harus mikirin sesuatu untuk disumbangkan buat kelas kita kan?." Lanjut Tia kemudian menatap Lea. Meminta pendapat.

"Menyumbang? uang?" tanyaku pelan. Berharap pertanyaan ini tidak terdengar bodoh.

Tia dan Azalea saling pandang. Tertawa hampir bersamaan.

"Haahahah"

"Ketawa aja terus sampe sukses." kataku kesal sambil menahan malu.

Lea menghentikan tawanya.

"Maksud Tia bukan duit, Flo. Tapi menyumbang performance. Performance" jelasnya penuh semangat. Kembali menyomot tempe yang tinggal sekali hap.

Tia menggeleng heran. "Kamu gimana sih. Tadi kan sudah diumumkan dikelas " lanjutnya. Kembali fokus ke makan siangnya.

Bungkus snack terbuka sempurna. Jari jempol dan telunjukku mulai menyomot makanan ringan di tangan sembari mengingat-ingat pengumuman apa saja yang kudengar sejak tadi pagi dan mungkin saja pagi-pagi sebelumnya. Mana ada pengumuman yang begitu.

"Emang kelas kita nyumbang apaan?" Tanyaku kemudian menatap kedua gadis di depanku bergantian.

"Belum tau sih!" Ujar Azalea cepat. Mengendikkan bahu.

Mataku melirik Tia.

"Kira-kira apa ya?" Tia mengangkat alis. Nyengir. Lantas menatapku

Aku menelan ludah. Cepat-cepat memasukkan snack ke dalam mulutnya.

"Jangan mikir yang nggak-nggak ya. awas kamu" Ancamku pada Tia yang mulai menatap penuh curiga.

"Lea, Aku pernah dengar kalau anak baru pindahan dari Surabaya ini pandai dalam English Speech kan?" 

"Uhuk" Aku tersedak mendengar pernyataan tia. Apa-apaan ni anak.

"Hei Ide yang bagus!" Azalea melotot girang, seperti menemukan emas batangan. 

"Apa-apaan. Gak bisa! Aku gak setuju!" Teriakku keberatan. 

Azalea dan Tia tersenyum licik.

"Bagimana kalo kita bilang ke Ustadzah Mita tentang ini, Tia?" Azalea mengendikkan alis. 

Alis Tia naik turun. Giginya tampak berderet dengan ancungan jempol kanannya. Pemandangan yang completely freak.

"Jangan macem-macem ya!" ancamku melotot.

Tia dan Azalea buru-buru kabuuur.

Close to YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang