Chapter 4

11.1K 668 4
                                    


Setelah selesai membersihkan badan, aku langsung menuruni anak tangga satu per satu menuju ruang makan.

Tangga ini diselimuti karpet berwarna merah dari atas sampai ke bawah dan tepat di ujung tangga dihiasi oleh lilin-lilin yang indah. Jam menunjukan pukul 7 kurang 15 menit, sebentar lagi waktunya makan malam.

Setelah menuruni tangga, aku berjalan melewati ruang tamu yang tepat di tengahnya digantungkan sebuah chandelier yang menurutku sudah tidak sempurna lagi, sebagian lampunya sudah tidak menyala dan penyangga diatasnya sudah agak mengendur, seakan akan lampu ini siap untuk jatuh dan bisa menimpa siapapun yang ada di bawahnya.

Di setiap sudut ruangan ini juga terdapat guci besar yang kosong, entah untuk apa fungsinya. Jika aku menjadi bibi Lamia mungkin semua benda ini akan aku buang dan aku ganti karena semua benda benda ini sangat mengerikan.

Selanjutnya aku berjalan melewati ruang keluarga. Tidak banyak yang berbeda, di ruang keluarga juga tidak luput dari guci guci besar, kursi goyang juga ada di salah satu sudut ruangan. Di sisi lain mataku terfokuskan pada sebuah piano putih yang sudah berdebu yang sepertinya sudah jarang sekali disentuh.

"Leia, sini. Duduk di samping ayah." Ketika aku sampai di depan pintu, ayah langsung menyambutku dan menepuk nepuk kursi yang ada di sampingnya.

Kulihat bibi Lamia masih sibuk memasak di dalam dapur. Aku berharap wanita itu tidak memberikan racun pada makanannya.

"Leia, Dylan dimana?" Tiba-tiba bibi Lamia bertanya dan menatapku.

"Ah, it..ituu kak Dylan nanti akan menyusul," jawabku terbata bata. Sepertinya perempuan itu tau kalau dari tadi aku sedang memperhatikan gerak geriknya.

Setelah selesai, wanita itu membawa semua masakannya ke atas meja, tak lama kak Dylan datang dan langsung duduk di sampingku.

Meja makan ini berbentuk persegi panjang dan dilengkapi dengan enam kursi. Bibi Lamia dan ayah duduk berhadapan, sedangkan aku dan kak Dylan duduk berdampingan, tentu saja dua kursi di hadapanku kosong.

15 menit berlalu dan aku hampir menghabiskan makan malamku, yaitu sup bawang khas Prancis dengan parutan keju di atasnya. Ayah dan bibi Lamia sudah meninggalkan ruang makan ini karena sudah selesai. Tinggalah aku dan kak Dylan yang menemaniku makan malam.

"Leia, kakak mau ke Toilet sebentar ya. Kamu jangan nakal," ucap kak Dylan sambil berjalan menuju kamar mandi yang terletak di dekat ruang keluarga.

"Iya kak," jawabku singkat.

Baiklah, sekarang aku sendirian dan suasananya begitu hening. Entah hanya perasaanku atau bukan. Aku merasa seperti diawasi oleh seseorang dari jauh. Aku bahkan tidak berani untuk memperhatikan sekelilingku. Aku lebih memilih untuk fokus menghabiskan makanan yang berada di atas meja.

Sungguh, kenapa perasaanku menjadi tidak enak sekarang? Kak Dylan, kenapa ia lama sekali. Aku mengusap tanganku sesekali, seperti ada angin lembut yang menyentuh tanganku dan itu sangat menggangguku.

Srrrtttttt.. grrtttttt..

Aku berhenti melakukan aktifitasku seketika. Tunggu, suara apa itu? Seperti suara benda yang diseret. Aku langsung menoleh ke semua sudut ruangan untuk mencari sumber suara.

Srrrtttttt.. grrtttttt..

Lagi.. Aku langsung menutup mulutku ketika aku sudah menemukan sumber suara itu. Aku berusaha menahan suaraku agar tidak berteriak. Mataku terbelalak seakan tidak percaya dengan apa yang aku lihat. Aku ingin berteriak sekeras mungkin, tapi aku tidak mau membuat keributan disini. Apa lagi hanya dianggap berimajinasi atau halusinasi.

Apa apaan itu tadi? Kursi di meja makan ini satu persatu tertarik ke belakang. Ayo Leia, jangan takut, kamu akan terbiasa untuk ini bukan?

Aku perhatikan sekali lagi sekelilingku, ternyata sudah tidak ada pergerakan yang aneh. Ya Tuhan, syukurlah.

Prangggggg!

Tapi, tiba- tiba beberapa sendok dan pisau berjatuhan ke lantai begitu saja. Tanpa pikir panjang aku langsung bersembunyi di bawah meja makan dan menahan semua rasa ketakutanku. Kakiku rasanya lemas dan mati rasa.

Aku tidak berani untuk membuka mataku, karena yang terakhir kali aku lihat ada sepasang kaki pucat yang berjalan ke arahku.

Aku tidak berani untuk membuka mataku, karena yang terakhir kali aku lihat ada sepasang kaki pucat yang berjalan ke arahku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Dap..

Dap..

Dap..

Suara langkah kaki itu sayang mengerikan dan sepertinya suara langkah itu semakin lama, semakin mendekat ke arahku. Aku harus bagaimana sekarang? Kak Dylan, cepatlah. Tolong aku.

Sekarang, suara langkah kaki itu aku rasa telah berhenti. Aku hanya bisa memeluk kedua lututku dan berharap tidak terjadi apa-apa.

Srrrtttttt... grrrrtttttt..

Oh tidak.
Jangan katakan jika makhluk itu sekarang sedang menarik kursi yang ada di depanku.

"Leia." Dia memanggil namaku dan sekarang aku tidak bisa menahan teriakanku lagi. Aku berteriak dan memintanya untuk pergi menjauh.

"Leia sadar! Hey ini kak Dylan. Ayo keluar dari situ. Kau kenapa? Kenapa menangis?" Tanya kak Dylan. Sepertinya ia juga panik melihat keadaanku. Dia langsung memelukku dan mengusap dahiku yang berkeringat.

"Leia, coba katakan apa yang terjadi?" Aku melepaskan pelukannya dan ingin menjelaskan kenapa kursi dan sendok sendok ini berpindah dari.. Suaraku tercekat aku tidak bisa melanjutkan ucapanku. Hah? Kenapa benda benda ini kembali ke tempat semula? Aku mengucek mataku berulang kali seakan tidak percaya.

"Leia? Kenapa? Ada yang aneh dengan sendok sendok itu? Apa ada yang salah?" Kak Dylan mengerutkan dahinya. Mungkin dia bingung.

"Ah, tidak kak. Tadi ada serangga. Leia takut," jawabku berbohong.

"Kamu yakin?"

"Ya kak."

"Tidak kakak, aku tidak baik baik saja, aku takut sekali disini. Kenapa rumah ini seakan akan benci kepadaku."

To Be Continued...

Born For This (Now, you know) [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang