Pt. 4 Wasana

11.5K 2K 104
                                    

Dunianya seperti kotak pandora. Gelap. Tidak, buruk. Apanya yang menyenangkan. Hidup dengan bayangan kematian yang bisa merenggutnya kapan saja. Tapi, setidaknya ia memiliki secercah harapan untuk tetap berjuang.

Hidupnya tidak terlalu menarik. Datar-datar saja. Ia hanya hidup dengan adiknya, tanpa orangtua. Dan sialnya, ia mewarisi penyakit jantung keturunan. Dan sepertinya hanya rokok sahabat setianya.

Jungkook membuka bungkus rokok yang sebelumnya tergeletak di sisi tubuhnya. Menyulut api dari pemantik untuk membakar rokoknya.

Pandangannya lurus memperhatikan perahu yang berada di pinggir pantai dengan seorang pria tua lengkap dengan perlengkapan memancing berada di dalam perahu.

Tiba-tiba Hoseok sudah duduk di sebelahnya dan mengambil bungkus rokok yang berada di sisi tubuhnya. Jungkook tidak menyadari kehadiran temannya itu. Tanpa mengalihkan pandangan, Jungkook memberikan pemantik kepada Hoseok.

Jungkook mengeluarkan sebuah amplop putih dari saku belakang jeansnya lalu memberikannya kepada Hoseok.

Dan Hoseok menerima amplop pemberian Jungkook dengan senang hati, terlihat dari gurat-gurat senyuman yang mengembang di wajahnya dan di dalam hatinya ia bergumam: akhirnya.

"Gajian." Hoseok memandangi amplop yang sudah berpindah ke tangannya, ia menghisap batang rokoknya lalu menghembuskan asap panjang di udara. "Jadi apa rencana Natalmu?" tanya Hoseok.

"Seperti biasa," jawab Jungkook ringan.

"Kau akan pergi ke Busan?" tanya Hoseok lagi.

Jungkook mengangguk-angguk samar. "Aku akan kembali saat malam Natal."

Hoseok mengernyitkan dahi, alisnya nyaris menyatu. "Dan aku akan menjadi Santa lagi," keluh Hoseok.

"Persis," kata Jungkook seraya menjentikan jarinya. "Aku juga akan menjadi Santa untuk Seungyeol."

"Tapi, kau tidak perlu berdandan," sahut Hoseok. "Aish, kau membodohiku."

Jungkook menghisap rokoknya yang seukuran kelingking dengan cepat lalu melempar batang rokok itu sembarang ke arah lautan. "Aku tidak pernah berpikir untuk membodohimu." Jungkook menyulut api lagi membakar batang rokoknya yang lain. "Kita sudah melakukannya setiap tahun, Jung," tambah Jungkook.

Jungkook menghembuskan kepulan asap lalu melanjutkan, "Kau tidak penasaran dengan gadis yang kuceritakan."

Hoseok hanya tersenyum simpul seraya menikmati batang rokoknya.

Sesaat Hoseok memejamkan matanya, ketika dibukanya kembali matanya, Hoseok terlihat seperti dirinya yang sesungguhnya. "Aku rindu rumah," gumam Hoseok.

"Kau hanya perlu berjalan lurus mengikuti jalanan utama dan menaiki bukit untuk sampai ke rumah. Bahkan kau tidak perlu mengisi bensin. Kau tidak berhak merindukan rumah," kata Jungkook. Ia sedang melakukan pekerjaan ganda. Berbicara dengan Hoseok, menghisap rokok dan memperhatikan pria tua yang sedang memancing. "Kau bisa pulang kapan saja... Bukan salahku, kau sendiri yang memutuskan untuk tidak pulang."

Gagasan bahwa Hoseok adalah seorang yang selalu ceria dan bahagia sebenarnya sungguh lucu. Dia tidak lebih dari seorang anak yang sedang berjuang membanggakan orangtuanya. Bahkan, dia memilih untuk keluar dari rumahnya, hanya agar bisa bekerja siang dan malam. Tanpa henti, tanpa ada yang melarang. Dia mengirim separuh gaji yang diterimanya kepada orangtuanya, bahkan memberikan kejutan Natal kepada adiknya setiap tahun melalui Jungkook.

"Di rumah ada Kimchi buatan eomonim," ungkap Hoseok.

Jungkook menyesap kembali batang rokoknya. "Kau harus pergi bersamaku malam ini."


[AKAN DIREVISI] CIGARETTES • JJKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang