Frezey's POV
Aku bersyukur, Carent tidak menyinggung-nyinggung soal aku dan Jezky lagi. Tapi firasatku, dia belum percaya sepenuhnya.
"Ada latihan lagi?" tanya Carent pada perjalanan pulang kami.
"Ya, begitulah.. Mereka benar-benar bertekad menghancurkan tidur siang kami." Carent terkekeh.
"Untuk kebaikanmu, kok."
Aku hanya mengangguk-angguk.
Tak lama kemudian, Carent sudah mau berbelok ke rumahnya."Aku duluan Freze, berhati-hatilah." aku hanya melambaikan tangan padanya.
***
Vamp benar-benar bertekad. Semenjak aku disini, aku hampir tidak bisa menikmati kasur nan empukku. Sekarang aku sudah berada di markas kebanggaan Vamp, menunggu Levi untuk muncul. Aku melakukan pemanasan. Menciptakan bunga-bunga salju dari tanganku. Membuatnya membesar lalu menghilang seirama.
"Wah, kau sudah jago rupanya." sapa Levi. Diam-diam aku berharap punya saudara perempuan sepertinya.
"Berkatmu." tambahku.
"Oke, jadi kalau kau sudah ahli dalam mengendalikan bakatmu. Aku mau kau membenahi pertahanan dirimu. Kau mengerti?" aku mengangguk tanda mengerti.
Levi menunjukkan padaku gerakan dasarnya. Posisi kaki, tangan dan tubuh yang harus berjalan seirama.
"Karena kita sama-sama cewek, aku lebih suka membandingkan ini dengan menari." dia memperagakan bagaimana cara menangkis tinju, menghindar dari pukulan dan melayang menghindar. Seperti yang Levi bilang, saat dia memperagakan dengan perlahan, dia terlihat seperti seorang penari. Aku bertanya-tanya apa dia dulunya seorang penari.
"Indah sekali." pujiku, Levi tertawa.
"Dalam perkelahian tidak banyak keindahan yang bisa kau lihat, tapi sekali-sekali belajar dengan cara seperti ini lebih mudah. Membuatku cepat mengingat setiap gerakannya dan bergerak sesuai instingmu." aku mengangguk lagi.
"Apa kau dulunya seorang penari?"
Dia memandangku lalu tertawa lagi, "Tentu saja bukan. Aku dulunya seorang agent."
Aku mengerjap, tentu saja. Apa lagi yang dia lakukan kalau bukan agent. Dia memang hebat.
"Oh." jawabku.Kami bermain beberapa babak, yang selalu didominasi kemenangannya, dia tidak melunak sedikitpun padaku.
Kami tidak berkeringat dan kami juga tidak merasa capek. Itu keren. Tapi tetap saja, kami harus berhenti karena jam latihan sudah berakhir."Terima kasih untuk hari ini, Lev." kataku padanya.
"Tidak masalah. Kau lumayan juga." aku tersenyum, setelah mati-matian bertahan dia menyebutku lumayan. Adil juga.
"Boleh aku tanya sesuatu?" katanya tiba-tiba.
"Tentu."
"Kau memblock pikiranmu?" aku memandanya rikuh.
"Eh, iya.."
"Siapa yang melakukannya?"
"Ibuku. Kami anggota keluarga dari salah satu staff Divisi Keamanan Mystiqcloud." aku mencoba berkilah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vampire High School
VampireSaat takdir memaksamu menjadi sesuatu yang lain. Antara cinta, keluarga dan masa depan.