Pt. 6 Mudita

9.9K 1.8K 242
                                    

Tidak pernah terpikirkan barang seusapanpun dalan otak Jungkook, kalau bahkan di hari liburpun dia harus tetap pergi ke sekolah bersama adiknya.

Tapi, Jungkook tidak pernah menyesali keputusannya. Karena kali ini, ia pergi ke sekolah bersama guru Yerim, Lee Saera.

Saat perjalan menuju sekolah mereka sempat mampir ke sebuah toko roti yang biasa Jungkook lewati saat mengantar Yerim ke sekolah, untuk membeli beberapa roti untuk mengisi perut. Roti adalah makanan kesukaan Jungkook setelah daging.

"Jadi, Hoseok tidak pernah tahu kalau kau pengajar di TA?" tanya Jungkook.

Saera menganggukan kepalanya. "Dia tidak pernah bertanya."

Mereka sudah sampai di taman sekolah. Jungkook dan Saera duduk berdampingan di kursi panjang berwarna kuning yang ada di taman sekolah, memerhatikan Yerim yang sedang menggoreskan kuasnya ke kanvas di bawah pohon oak.

"Lagipula aku hanya sementara menjadi pengajar di sini," tambah Saera.

Jungkook diam saja, tidak menanggapi, membiarkan Saera melanjutkan ucapannya.

"Tahun depan aku akan pergi ke London untuk melanjutkan sekolahku."

Jungkook mengangguk-anggukan kepalanya dan bergumam. "Kau luar biasa."

Hanya duduk berdampingan dengan Saera dan  memperhatikan adiknya yang sedang melukis, Jungkook merasakan sesuatu yang membuat rongga dadanya terasa hangat dan hal itu seakan-akan menjadi sebuah terapi untuk jantungnya.

"Sebenarnya aku hanya ingin memberi tahumu ini." Saera memberikan sebuah buku gambar kepada Jungkook. "Yerim punya bakat yang luar biasa, gambar yang dia ciptakan di luar batas pikiran anak-anak seumurannya. Imajinasinya liar. Dia berani dan mempunyai kemampuan," jelas Saera sebelum Jungkook berhasil memotong ucapannya.

Jungkook tersenyum dan ini kali pertamanya Jungkook tersenyum lebar di depan perempuan, selain adiknya. "Aku tahu... Anak itu selalu mengatakan kalau jangan-jangan dia reingkarnasi Pablo Picaso dan dia juga ingin ke Eropa kalau sudah besar nanti," kata Jungkook seraya membuka-buka buku gambar yang diberikan Saera tadi.

"Kau tidak mengijinkannya?" tanya Saera hati-hati.

Jungkook mengangkat wajah dari buku gambar menatap Saera sekilas lalu memandang adiknya yang duduk bersandar di bawah pohon oak.

Jungkook menggeleng, "Aku tidak tahu."

"Aku mengerti." Saera mengangguk-anggukan kepala. Jungkook mengerutkan dahi.

"Sebelum ke rumahmu, aku datang berkunjung ke rumah Hoseok dan dia menceritakan apa yang tidak pernah kuketahui," jelas Saera, ada nada bersalah dalam ucapannya karena dengan lancang ikut campur dengan kehidupan orang lain. "Maaf...," tambah Saera.

Jungkook menggeleng sekali lagi, "Tidak apa-apa," kata Jungkook dengan tenang.

Secara impulsif, entah dari mana datangnya keberanian itu tiba-tiba Saera memeluk Jungkook, tidak ada yang Saera pikirkan ia tahu persis Jungkook tidak serapuh itu. Dia pemuda yang tangguh yang akan selalu menebar kebahagian untuk orang-orang di sekitarnya, tapi Saera mengerti bagaimana rasanya hidup berdampingan dengan kematian.

Jungkook meletakan buku gambar di pangkuannya kemudian melingkarkan tangannya di pinggang Saera yang memeluknya. "Detaknya terasa jauh...," Jungkook memejamkan matanya sejenak, menarik udara di sekitarnya dan menghembuskannya secara perlahan. "Tapi, aku tidak akan mati besok pagi," lanjut Jungkook.

***

Langit sore mulai berwarna jingga di ujung barat, bias cahayanya membuat gradasi yang indah, membentang di atas kepala.

[AKAN DIREVISI] CIGARETTES • JJKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang