Lembar 2

1K 69 0
                                    

Di pagi berikutnya, sang pria kembali melanjutkan kegiatan yang ia tekuni. Membaca. Bukan lagi di bangku taman kota, memang masih di taman kota yang sama. Hanya saja ia duduk di salah satu bangku panjang penjual sekeliling taman itu. Bahkan novel yang ia baca sudah berbeda dari kemarin, meskipun sama sama romansa fiksi. Dengan satu earphone terpasang di telinganya, ia tampak tenang dan tenggelam dalam dunianya.

Bising kendaraan dan hiruk pikuk orang orang yang di sekitar tak menganggunya. Membolak balikkan lembar demi lembar novelnya dengan santai. Ditemani gelas sedang berisi es kelapa muda yang hampir habis. Menopang dagunya dan menaikkan alisnya begitu sebuah rentetan adegan dalam lembaran yang ia buka menyita perhatiannya.

‘Terkadang cinta itu tak dapat ditebak.
Datangnya maupun kapan kalian merasakannya.
Cinta akan datang dengan tiba tiba tanpa disadari.
Bahkan orang pintar pun takkan pernah benar akan kedatangan cinta.
Namun aku percaya.
Saat seorang gadis yang tak kukenal sebelumnya muncul di hadapanku.
Dengan senyuman cerah yang terpatri di parasnya, hampir mengalahkan sinar matahari di pagi itu.
Suaranya yang mengalun halus seperti sutra membelai telingaku.
Dan saat itulah aku percaya.
Bahwa cinta datang padaku saat aku tak menduganya’

Sudut bibir pria itu terangkat dengan ekspresi jengah begitu membaca paragraf tersebut. Tangan kirinya yang semula menopang dagunya kini ia gunakan untuk mengacak pelan rambut belakangnya. Memang tak ada yang salah dengan adegan itu, tampak sangat indah dan menyentuh hati. Bahkan gadis manapun akan tersenyum malu malu setelah membacanya. Maka dari itu semua, sang pria sangat tidak menyukai adegan seperti ini.

Cerita romansa yang terlalu dramatis dengan kesan cinta pada pandangan pertama sudah sangat banyak digunakan. Bahkan frase ‘love at first sight’ sangatlah umum di kalangan novel manapun dan juga telenovela. Adegan dimana sang pria akan merasakan rasa aneh dengan degup jantungnya yang mulai memacu dan senyuman seorang gadis yang menghipnotisnya tampak sangat dibuat buat. Coba pikirkan? Memangnya di dunia nyata akan ada pertemuan seperti ini.

“Oh! Kau yang kemarin kan?” pekikan senang seseorang hampir membuat sang pria yang terlarut dalam pikirannya terlonjak kaget.

Mendongak dan menatap gadis belia yang ia temui sebelumnya berdiri di depannya. Masih memasang senyuman antusias yang sama. Keduanya tampak terdiam, menatap satu sama lain. Sang pria dengan wajah nya tak tak berekspresi dan terkesan bosan , lalu sang gadis dengan wajah ceria yang berbinar. Kalau mereka sadar, hampir mirip dengan sebuah adegan romansa. Sayang, sang pria lebih dulu mengalihkan pandangannya dan kembali membaca novelnya. Bersikap seolah tak terjadi apa apa sebelumnya.

Sedikit kecewa, sang gadis tak menurunkan senyumnya dan memilih duduk di seberangnya. Mengamati dalam diam bagaimana sang pria tampak asyik membaca novelnya. Matanya meneliti novel pria itu sebelum senyuman yang lebar menghiasi wajahnya.

“Tuh kan? Kau suka membaca novel romansa!.” Pekik sang gadis lagi lagi membuat sang pria hampir berjingkat.

Menutup novelnya dengan kesal, sang pria memilih menghabiskan minumannya tanpa bersitatap dengan gadis belia di depannya. Menatap lalu lalang kendaraan di jalan. Kehadiran gadis belia itu benar benar menganggu ketenangannya. Untunglah ia tak bisa mengekspresikan kekesalannya. Melirik sebentar gadis tersebut sebelum kembali mengalihkan pandangannya saat matanya kembali bertemu dengan sepasang mata berbinar.

“Ceritanya bagus kan? Aku suka sekali saat pemeran utama pria adalah objek utama. Apalagi ia sangatlah lugu dan romantis.” Jelas sang gadis panjang lebar pada pria di depannya yang bahkan tak meliriknya lagi.

Dengan antusias ia terus menceritakan novel yang dibaca sang pria. Tanpa menghiraukan bagaimana si pria mendengarnya atau tidak.

“Tipe pria seperti itu sangat susah di dunia nyata. Apalagi perjumpaan pertama mereka. Aku jadi malu karena dikira gila tersenyum sendiri oleh teman temanku." Sang gadis terus berceloteh ini itu dengan semangat. Bahkan menambah beberapa gestur pada penjelasannya.

Merasa jengah, sang pria akhirnya menyerah. Menatap gadis  tersebut lurus di matanya membuatnya diam seketika. Mereka berdua sempat terdiam beberapa saat saling menatap hingga sang pria medengus.

“Cerita fiksi bukanlah cerita nyata. Berhentilah memamerkan betapa indahnya itu.” Ucap sang pria akhirnya.

Sang gadis sempat mengerjap mendengar pria di depannya akhirnya berbicara padanya. Ia terdiam cukup lama sembari menatap sang pria yang tengah membuka kembali novelnya dan membacanya. Lagi lagi bertindak seolah tak terjadi apa apa.

“Namamu?”
Mendengar pertanyaan terlontar dari gadis di depannya, ia mendongak. Mendapati mata berbinar dan penuh penasaran gadis belia itu.

“Namamu. Aku bertanya siapa namamu?” tanya gadis itu kembali, memperjelas. Sang pria hanya diam tak menjawab.

“Kau tahu, aku senang sekali saat menemukan pria yang suka membaca novel romansa fiksi. Maka dari itu aku sama sekali tak merasa sungkan padamu.” Ucap gadis tersebut kembali, seakan menjelaskan kenapa ia sangat nyaman pada orang asing seperti pria itu. Bahkan dengan santai berceloteh ini itu, dan memandanginya.
Kalaupun memang dianggap menyeramkan, tampaknya sang gadis tak terlalu peduli. Sang pria hanya menggeleng menanggapi dan bangkit. Memasukkan novelnya pada ransel yang semula ia taruh di sebelahnya. Memakai ransel tersebut dan menegakkan tubuhnya.

“Stefan.” Ucapnya singkat membuat gadis tersebut mendongak.

“Namaku. Stefan.” Ulangnya tanpa memandang sang gadis.

Sebelum sang gadis sempat membalas, ia segera melangkah. Mempercepat langkahnya dan merapatkan bibirnya. Dan ia yakin , ia mendengar bahwa sang gadis berteriak padanya sebelum ia berbelok.

“Namaku Yuki! Salam kenal, Stefan!”  ucap gadis itu dengan senyum mengembang diwajahnya.

Romansa Fiksi - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang