Aku melihat ke arah jam yang tergantung di atas pintu. Jam menunjukan tepat pukul 16.00 karena kejadian tadi pagi, entah kenapa aku jadi merasa malas untuk keluar dari dalam kamar. Makan siang pun kak Dylan yang mengantarkannya ke kamarku.Di kamar, aku hanya menatap pemandangan halaman belakang yang dipenuhi oleh bunga bunga yang indah dari balik jendela atau hanya berbaring di atas ranjang.
Namun, ketika sedang berbaring bola mataku terhenti sebentar kearah kanan kamarku. Ada yang mengganggu pengelihatanku. Yup, pintu kamar mandiku terbuka.
"Bukankah aku selalu menutup pintu kamar mandi itu ? Sejak kapan aku membukanya?"
Akhirnya, dengan malas aku melangkahkan kakiku ke pintu untuk menutupnya. Aku memang selalu menutup pintu kamar mandiku.
Mungkin, jika kalian menjadi diriku, kalian akan melakukan hal yang sama. Rasanya diawasi dari kegelapan itu tidak menyenangkan bukan?
Baru saja aku meninggalkan pintu itu, aku mendengar suara pintu terbuka kembali.
Refleks aku langsung menoleh ke arah sumber suara. Ternyata pintu kamarku terbuka."Tidak ada orang ataupun angin, tapi kenapa?" batinku.
Dengan cepat aku langsung menutup pintu tersebut tanpa menoleh ke luar pintu karena takut.
"Huft," aku menghela nafas. Keadaan ini sungguh membuatku panik.
Tiba-tiba aku rasakan seperti ada yang menepuk bahuku dari belakang. Tentu saja itu membuatku berteriak.
"Leia, ini kak Dylan," ucapnya sambil memegang bahuku.
Oh, syukurlah ternyata kak Dylan. Tapi, sejak kapan dia masuk ke dalam kamarku? Bukankah barusan aku yang menutup pintunya?
"Kak? Sejak kapan kau ada di sini?" Tanyaku heran.
"Sudah lama Leia," ucapnya sambil berjalan ke arah tempat tidurku dan duduk di tepian ranjang sambil menatapku.
"Leia, aku ingin bicara serius denganmu. Tolong dengarkan dengan baik. Kakak mohon untuk malam ini kamu jangan keluar dari kamar. Siapa pun yang mengajakmu, kakak mohon kau jangan ikut dengan mereka ya? kamu paham?" Aku hanya mengerutkan dahiku karena bingung.
"Apa alasannya kak?" Tanyaku.
"Tidak ada, sudah turuti saja," balasnya singkat.
"Tapi kak, Leia ingin tahu!" Aku ingin kejelasan.
Untuk apa aku melakukan itu semua kalau tidak ada tujuan yang benar? Kamar mandiku rusak, bagaimana kalo aku ingin buang air kecil? Lalu aku harus menahannya sampai pagi? Yang benar saja.
Aku terus memaksa kak Dylan untuk mengatakan apapun alasannya. Tapi, dia malah pergi keluar dan meninggalkan ku begitu saja.
Kenapa dia bersikap seperti ini? Aku curiga, atau jangan jangan kak Dylan mengetahui sesuatu?
***
Waktu pun berlalu. Sekarang tiba waktunya untuk makan malam. Aku terpaksa ikut turun kebawah karena ayahku yang memintanya. Bahkan dia sendiri menjemputku di kamar. Sebagai gantinya, dia akan menemaniku tidur di kamar nanti malam. Itu adil bukan?
Tidak lama aku melihat kak Dylan datang dengan rambut kusutnya lalu dia duduk disampingku. Aku rasa dia baru bangun tidur.
"Kak, coba jelaskan ucapanmu yang tadi," ucapku setengah berbisik karena ketika makan ayahku melarangku untuk berbicara.
"Yang mana Leia? Kakak tidur dari tadi siang dan sekarang kakak baru bangun," jawabnya ikut berbisik.
"Ih kak, tadi sore bukankah kakak mengatakan sesuatu di kamarku?" Tanyaku dengan nada meninggi.
"Kau kenapa sih?!" Jawabnya dengan sedikit membentak. Suara itu refleks membuat ayah dan bibi Lamia langsung menoleh kearah kami berdua.
"Leia," panggil ayahku yang berarti aku harus diam.
"Ya, Ayah." Aku hanya menunduk dan fokus menghabiskan makan malamku.
Setelah makan malam selesai, aku kembali ke dalam kamar bersama kak Dylan. Sedangkan ayahku akan menyusul setelah membereskan meja makan, ayahku menggantikan bibi Lamia yang masih sakit.
Seperti biasa aku mengecek keadaan di dalam kamar terlebih dahulu. Setelah aku rasa aman, barulah aku masuk.
Ternyata aku lupa menutup kedua jendela di kamar ku. Pantas saja ada angin yang menerpa kulit wajahku. Aku takut jika kejadian di ruang makan terulang kembali.
Tidak lama, aku mendengar suara ketukan pintu dan disusul oleh suara ayahku.
Aku lihat ayah membawa sebuah buku di tangan kanannya dan ternyata itu adalah sebuah buku dongeng judulnya "THE CANDLE" .
"Ayah, kau tidak bermaksud membacakan aku dongeng kan?" Tanyaku setengah tertawa.
"Ayolah sayang, ayah sudah lama tidak melakukan ini? Bersediakah anakku?" Tentu saja aku mau, ya walaupun aku sudah besar.
Akhirnya, ayah membacakan ku dongeng itu. Dia duduk di samping ranjangku. Ia balikan halaman demi halaman yang ada di buku.
Ia menceritakan seorang anak perempuan yang rela berkorban demi keluarga, bahkan rela mati ketika psikopat bayaran itu ingin membunuh kakaknya satu per satu.
Lama kelamaan aku menjadi tidak fokus dengan ending ceritanya. Aku merasa mengantuk, dan ayahku sepertinya mengetahui hal itu. Sesekali, ia melihat ke arahku sambil tersenyum.
Aku merasa aku sudah tidak tahan lagi dan akhirnya mataku pun terpejam.
"Selamat malam ayah," ucapku.
Belum lama aku tidur, tiba-tiba aku mendengar. Suara apa itu? Aku langsung saja bangun dan mengucek ngucek mataku.
Apa yang terjadi?
Aku perhatikan sekeliling kamarku dan ternyata kaca jendelaku pecah berkeping keping.
Aku lihat ayahku tertidur di samping ranjangku dengan posisi terduduk.
Kasihan sekali ayah, padahal dia sudah tau mengantuk tapi, kenapa dia tidak pindah ke kamarnya.
"Ayah," panggilku sambil mengusap bahu kirinya.
"Ayah," panggilku sekali lagi.
Tapi, ayahku malah terjatuh ke lantai dan dia berubah menjadi abu seperti habis terbakar. Aku panik melihatnya.
"AYAAAAHHHHHHH!" Apa yang terjadi padamu?! Aku melihat badannya mengering dan menjadi kaku seperti mayat hidup.
"AYAH, AKU MOHON BANGUN! JANGAN TINGGALKAN LEIA!" Aku pun menangis sejadi jadinya di atas dada ayahku.
"Ayah, kenapa kau menjadi seperti ini?"
To Be Continued...
KAMU SEDANG MEMBACA
Born For This (Now, you know) [Revisi]
HorrorLeia Gwyneth Gedeon, seorang remaja berusia 16 tahun yang baru saja terbangun dari komanya. Keluarganya pun merasa bahagia karena bisa melihat Leia membuka matanya kembali. Namun, tidak dengan Leia sendiri. Dia merasa ada yang aneh dengan pengelihat...