A/N: One-shot for potatohazz, thanks for your request! ^^
I hope you and everyone who read this, like it!
*
Suara ponsel yang berdering tak Ia hiraukan. Malas. Satu kata yang bisa mendeskipsikan perasaannya saat ini. Malas melakukan apapun. Bahkan mengambil ponsel yang berdering dimeja samping tempat tidurnya pun sangat malas.
Suara ponselnya saja Ia abaikan. Ia hanya ingin bermalas-malasan, berbaring dikasurnya, tanpa melakukan aktifitas apapun hari ini. Ia benar-benar malas. Sangat dan lebih dari sangat malas.
Ponselnya terus berdering. Ia berdecak kesal dan langsung mengambil ponsel dimeja sebelah tempat tidurnya. Tertera nama Hazza disana. Harry Styles, seseorang yang menyandang gelar sebagai sahabatnya sejak mereka masih disekolah menengah dulu. Dan Ia sangat menyayangi sahabatnya itu. Sungguh. Sudah beberapa hari ini Harry tidak menghubunginya, entah kenapa.
“Hallo.” Gadis itu—Agnes, menyapa pertama setelah memenekan tombol hijau diponselnya. Tak lama orang diseberang sana pun menjawab.
“Hi, Nes. Kau ada acara tidak?”
Agnes menyeritkan keningnya, tidak biasanya Harry bertanya seperti itu. Biasanya Harry datang sendiri kerumahnya, tanpa embel-embel pertanyaan tak penting seperti itu. Agnes pun membalas, “Tidak, ada apa memang?”
“Kau mau menemaniku seharian ini tidak?” Walaupun Harry adalah sahabatnya, Ia tidak harus menuruti semua yang sahabatnya mau, bukan? Ada kalanya, rasa malas lebih menguasai dirimu daripada kepentingan sahabatmu sendiri. Jadi, kau belum percaya bahwa Agnes ini memang sedang sangat malas?
“Tidak, aku malas.”
“Oh ayolah, untuk hari ini saja.” Nada suaranya terdengar memelas sekali, juga berbeda dari biasanya.
Agnes memutar bola matanya, “Aku bilang aku malas.”
“Kumohon...”
“Tidak. kenapa kau tidak datang saja, sih, kerumahku? Biasanya juga seperti itu bukan?” Agnes memejamkan matanya.
“Aku tidak bisa kerumahmu hari ini. Kalau kau mau, aku akan mengirimkan alamat dimana aku sekarang berada.”
Kening Agnes mengkerut cepat dan matanya terbuka, “Memangnya kau sedang tidak ada dirumah?”
“Ya. Bagaimana? Kau mau tidak.”
Agnes masih dalam pendiriannya. “Tidak.”
“Kumohon, Agnes. Hanya hari ini saja, dan aku tidak akan meminta lagi padamu untuk menemaniku.” Apakah Harry akan memintaku menjadi kekasihnya? Dan Ia bilang Ia tidak akan memintaku lagi untuk menemaninya karena saat aku jadi kekasihnya, tanpa dipinta aku pasti akan mau? Agnes langsung membuang jauh-jauh pikiran anehnya itu.
Sialan, itu tidak mungkin. Agnes bergelut dengan pikirannya sendiri, “Besok saja.”
“Tidak bisa besok. Harus sekarang.” Ucapan yang memaksa. Namun, nada suara Harry sama sekali tidak terdegar seperti orang memaksa. Nada suaranya sangat datar.
“Mengapa harus sekarang, sih?” Tanya Ayu kesal.
“Aku ingin memberitahumu sesuatu.” Agnes tidak tahu Harry sedang tersenyum tipis diseberang sana. Apakah Harry akan memberitahukan bahwa Ia sudah mempunyai kekasih? Mungkin saja, bukan? Agnes tersenyum kecut.
“Ku bilang tidak, ya tidak! Sudah!” Agnes langsung menekan tombol merah diponselnya. Ia malas berdebat denga HarryH. Besok saja Ia akan mengunjungi rumah Harry dan meminta maaf karena Ia malas sekali. Dan Ia yakin bahwa Harry akan memaafkannya. Ia benar-benar sangat malas sekarang. Sudah kubilang berapa kali hal itu.
*
Agnes berdiri didepan rumah Harry. Sepi sekali rumah ini, pikirnya. Sedetik kemudian ada yang menepuk bahu Agnes, membuatnya hampir meloncat sanking terkejutnya. “Ah, Niall! Kau mengagetkanku saja!”
Niall Horan, seorang teman dekat dan juga tetangga Harry.
“Agnes, sedang apa kau disini?”
“Aku ingin mencuri. Tentu saja aku ingin menemui Harry, Niall! Kau tahu dimana Harry? Rumahnya sepi sekali hari ini.” Ujar Agnes bingung.
Mata Niall terbelak dan juga mulutnya terbuka sedikit, sedetik kemudian Niall menghela nafas berat. Ia menarik tangan Agnes, “Ayo, ikut aku.”
“Kemana?”
Niall mengulas senyum tipis, “Menemui Harry.”
*
Agnes menyerit saat menemukan dirinya dan Niall berhenti didepan sebuah gereja. Niall turun dari mobilnya, begitu pun Agnes. Agnes mengikuti Niall dari belakang, “Harry... sedang berbela sungkawa, ya?”
Niall tak menjawab dan tetap berjalan memasuki gereja itu. Agnes memilih untuk diam, Ia tahu ada yang tidak beres dengan Harry ataupun keluarganya. Agnes terpaku saat melihat peti mati diujung sana. Ia menyapu pandangannya. Dimana Harry? Pikirnya kalap.
“Niall, Harry...” Niall kembali menarik tangan Agnes. Dan berhenti didepan sebuah peti mati. Agnes memandang Niall nanar, sedangkan Niall hanya mengangguk seraya tersenyum getir.
Agnes berjalan lebih mendekat kearah peti mati itu, untuk melihat siapa orang yang tertidur untuk selamanya. Ia menahan nafasnya saat melihat orang yang ada didalam peti mati itu. Air matanya tiba-tiba mengalir begitu saja, dengan sangat deras. Jantungnya berpacu dengan cepat, semua sendi ditubuhnya seakan terlepas.
Ia memandang Niall, “Ini hanya lelucon, kan?”
Niall menggeleng, “Tidak, Agnes. Harry memang telah... tiada.”
Saat itu pula pun Agnes hampir ambruk, untung saja Niall langsung menahan Agnes agar tidak terjatuh. “Harry...”
*
Pemakaman seorang Harry Styles pun selesai. Semua sanak saudara serta keluarganya telah pulang dari pemakaman itu. hanya tersisa Agnes dan Niall saja. Agnes masih memeluk nisan bernamakan Harry Styles itu. Niall tahu betul apa yang dirasakan Agnes sekarang ini. Bagaimana pun Harry adalah temannya juga.
“Seharusnya kemarin aku menyetujui ajakanmu untuk menghabiskan seharian bersama. Seharusnya kemarin aku melawan kemalasanku untuk bertemu denganmu. Seharusnya kemarin aku menyadari bahwa kau sangat ingin menghabiskan waktu denganku. Seharusnya kemarin aku menyadari bahwa ada yang berbeda dengan nada suaramu. Seharusnya kemarin aku masih bisa melihat kau mengejrapkan matamu, mendengar detak jantungmu, merasakan hembusan nafasmu, dan sentuhan lembutmu. Rangkulan hangatmu, lembutnya suaramu saat memanggil namaku, menyebalkannya dirimu saat menjahiliku, tawa khasmu saat berhasil membuatku tersipu. Aku...”
Air mata Agnes menderas seiring kata-kata yang diucapkannya. Hati Niall benar-benar teriris mendengar ucapan Agnes tadi. Sangat dalam. Niall merangkul bahu Agnes, memberikannya kekuatan untuk menghadapi hal ini.
“Anges, sudah. Harry pasti akan mematahkan kepalaku hingga terpisah dengan tubuhku karena membiarkanmu menangis.” Sungguh, Niall pun tidak percaya bahwa karibnya telah berkubur dalam tanah sekarang.
“Maafkan aku Harry, semua ini adalah salahku.”
“Agnes, Harry menitip beberapa patah padaku untukmu.” Agnes menoleh sejurus saat Niall mengatakan hal itu. “Dia bilang, I Love You, Agnes.” Agnes terkisap mendengar ucapan Niall yang sedang mengulas senyum lirih, “Harry mencintaimu, Agnes.”
*
I know, it’s too late.
And can’t turn back.
But, I just wanna say,
I’m sorry.
And,
I love you, too.
*
A/N: Maaf ya, kalo engga sesuai sama yang diharepin .___. Semoga kamu suka ya ^^ thanks♥
KAMU SEDANG MEMBACA
Little Memories
Fanfiction[One-shot request. But, I close this request for a while.] Just an empty memories. Someday, they'll disappears.