Chapter 6

50 3 0
                                    

"Thisss !!" kata Nina nyaring pada seorang wanita paruh baya yang berdiri tepat di depannya.

Wanita itu tersenyum lalu menyebutkan harga dari bungkusan biskuit coklat yang dipegang gadis didepannya. Tangan kanan Nina memegang bungkusan biskuit itu sedang tangan kirinya sibuk mencari beberapa lembar uang yang seingatnya ditaruh di dalam tas hitam miliknya.

setelah membayar sebungkus biskuit kesukaannya itu dia duduk di sebuah kursi tunggu yang disediakan untuk penumpang kereta. Dia memilih sebuah kursi panjang yang juga sedang diduduki oleh seorang kakek dengan koran dipangkuannya. Nina duduk diujung kursi yang berlawanan dengan kakek itu.

Tiba-tiba seorang pria berambut curly dan putih duduk tepat di dekatnya. Awalnya Nina tidak terlalu peduli dengan pria disampingnya namun mata hijau dan senyum manis milik pria itu membuat tubuh Nina seakan dikontak dengab aliran listrik. Nina membalas senyuman itu setenang mungkin lalu bergeser sedikit menjauhi pemuda itu.

Karena merasa bosan menunggu kereta yang tak kunjung datang dia meraih sebuah biskuit di dekatnya lalu menguyahnya dengan nikmat. Sensasinya berbeda, butiran coklat putih yang bercampur dengan biskuit memanjakan lidahnya. Tidak salah dia memilih biakuit ini.

Pria disampingnya menatapnya dengan ramah lalu meraih biskuit yang sama dengan Nina. Nina menatap pria itu dengan tatapan heran. Ini aneh dia dan pria itu tak saling kenal dan pria itu memakan biskuit Nina tanpa izin dan hanya melemparkan senyum manis.

Rasa canggung tumbuh dalam diri Nina, gadis itu memasang senyum dibuat-buat saat pria disampingnya melemparkan senyum.

Beberapa menit setelah biskuit terakhir dimakan Nina kereta yang akan mengantarnya pulang telah tiba. Dia berdiri lalu mengayunkan tas kecilnya kedepan dan kebelakang. Berjalan tanpa mempedulikan siapapun di dekatnya.

Perjalan kerumahnya hanya memakan waktu 20 menit. 

dia duduk santai diatas kereta, tulang-tulangnya seakan remuk semua. Lamunan Nina buyar ketika ada getaran halus yang muncul dari saku celana jeansnya. Dia meraih ponselnya, dilayar ponselnya tidak tertulis nama dari yang memanggil-nomor baru. Tanpa pikir panjang dia menjawab panggilan masuk itu.

"Halo" katanya lirih

"Niiinaaaaaaaaaa, i miss you" teriak seseorang diseberang. Gendang telinga Nina terasa sakit, pria disampingnyapun menoleh karena mendengar suara dari ponsel Nina yang cukup jelas. Nina menundukkan kepala tanda maaf ke arah pria disampingnya itu.

"Zayn aku juga merindukanmu tapi bisakah kau tidak berteriak seperti itu" katanya sambil melirik ke arah depan dan samping memastikan tidak ada yang mempedulikan pembicaraannya.

"Dimana kamu sekarang ? bagaimana London ? Kenapa emailku tidak kau balas ? ayo jawab!" kata Zayn dalam satu nafas, Nina menggelengkan kepala lalu menjawab pertanyaan sahabatnya itu satu per satu

"Aku sedang ada di kereta, London cukup bersahabat denganku" hening-

"Akhir-akhir ini aku sibuk dengan tugas kuliahku"

tidak ada jawaban, hening seketika. Nina merasa tidak ada yang salah dengan ucapannya barusan.

"Za..."

"Apa aku mengganggumu?" potong zayn.

"Apa kau gila? tentu saja tidak" kata Nina dengan nada bergetar

"Aku tutup dulu, nanti akan kutelpon lagi. Oh ya simpan nomorku di kontakmu. Hati-hati" kata Zayn lalu menutup telponnya. sedetik kemudian "Nina aku mencintaimu"

................................................................................

"Apa kau sudah menunggu lama?" tanya gadis bermata biru itu.

"Belum juga, duduklah ! aku sudah memesan makanan" jawab pria itu lalu tersenyum manis.

Laura tak pernah pungkiri pria itu memiliki senyum yang manis dan nyata tidak dibuat-buat senyumannya mencapai mata hijaunya. Sungguh tampan.

"Langsung saja. Waktu liburan baru-baru ini aku bertemu Joy di L.A" kata Laura lirih. Gadis itu diam sejenak menunggu reaksi dari lawan bicaranya tapi itu hanya harapan kosong karena Harry terlihat sangat tenang dan tidak menghiraukan ucapan gadis yang ada di depannya.

"Joy bilang you better move on"

"Tadi aku bertemu seorang wanita yang cantik" katanya Harry tanpa menanggapi perkataan Laura barusan.

"Benarkah ? apa kalian berkenalan atau apa?" tanya Laura antusias tapi sejurus kemudian berubah lesu karena gelengan Harry.

"Dia memakan biskuitku tanpa berkata apa-apa terlebih dahulu"

"Tidak sopan"

"Benar, tapi dia sangat manis"

Pembicaraan teman lama itu terhenti saat makanan dan minuman yang dipesan Harry sudah datang.

"Selamat Makan" kata keduanya serentak.

Di tempat lain, Nina terlihat sangat tidak bersemangat. Dia berbaring dan mencoba menutup mata tapi matanya tak kunjung bisa tertutup walau dia merasa sangat lelah saat itu. Dia meraih tas hitamnya lalu mencari sebuah novel yang dia beli di toko buku tadi siang. Saat menggeledah tasnya dia melihat sebungkus biskuit coklat yang sama dengan biskuit yang dibelinya di stasiun kereta.

"Apa ini?" teriaknya kaget

"Jangan bilang kalau ini biskuitku lalu biskuit yang ku makan tadi adalah milik pria manis itu" suaranya naik tiga oktaf

"Ini memalukan sangat memalukan" katanya tak henti-henti

"Aku harap tidak pernah bertemu dengan pria tadi! jangan sampai" lalu menutup wajahnya dengan bantal.

I WouldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang