Matahari

6 1 0
                                    

Rani POV

"Rani?" Panggil Hendra lirih.
        Suara deritan kursi, bau dari makanan kantin, obrolan dari anak-anak seangkatan yang dapat membuat siapapun tidak tahan berada disana untuk waktu yang lama. Itu tak masalah, pikirku. Setidaknya aku merasa lebih baik di sini daripada harus berada di kelas. Hendra yang sedari tadi duduk di hadapanku membiarkan aku larut dalam keasikanku menatap layar hpku. Aku bisa mendengar Hendra menghembuskan nafas jengahnya.

       Lima menit sebelum kelas berikutnya dimulai. Aku mengaktifkan mode silent.
"Apakah kau sudah puas?"
"Ya, aku rasa saat ini cukup. Ayo segera kembali, aku tidak ingin dihukum, setidaknya bukan hari ini" diriku berkata, aku melangkahkan kaki lebih dulu meninggalkan Hendra yang masih ingin menghabiskan es teh manis yang dipesannya. Es teh manis memang sangat cocok untuk cuaca seperti ini. Tak heran mereka harus datang lebih awal ke kantin jika ingin mendapatkannya.

Sebelum aku berhasil melewati pintu kelas, langkahku dihentikan oleh seseorang.
"Hei, Rani darimana saja kau? Lebih baik kau membantu Eva mengurusi pembagian kelas. Bukankah kau sekretaris 2?" Josua menatapku kesal, dia yang lebih tinggi sejengkal membuat mata kelabu miliku harus melihat keatas. Leherku tidak terbiasa begini, aku yang tertinggi di kelasnya lebih sering melihat kebawah, dan aku lebih suka begitu. Aku sangat benci berbuat hal yang merepotkan.
"Aku rasa Eva bisa melakukannya dengan mudah, selama ini apa yang tidak bisa ia lakukan?" aku tersenyum tipis. Aku berjalan meninggalkannya.

'Kau itu bodoh apa gimana? Bukankah itu bagus? Aku memberikan waktu kalian bersama lebih dari yang kau inginkan'  Aku melangkah menuju pojok kelas, dimana aku seharusnya duduk. Tempat itu terkena matahari langsung jika jendelanya dibuka dan itu membuat semakin gerah karena tempat itu tidak terjangkau kipas yang ditempelkan di tengah ruangan. Sebenarnya aku tidak masalah harus duduk dimana, lagipula 2 hari lagi pergantian tempat duduk akan dilakukan.

"Kalau kau terus begitu bagaimana dia akan tahu bodoh." Tak selang beberapa lama Hendra berhasil menyusulku, ia langsung menduduki bangku disebelahku. Tangannya mengambil buku di tasnya, bersiap untuk pelajaran selanjutnya.
Aku hanya diam, dia benar. Aku tidak memungkiri kebodohanku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 22, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

UnwantedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang