Prolog

46 5 1
                                    

Hari ini ialah hari Senin, tanggal 15 April, hari dimana para murid masuk sekolah kembali seperti biasa setelah libur yang cukup panjang.

Gerbang SMP tampak ramai dipenuhi orang-orang, guru maupun murid sama-sama memasuki area sekolah dengan berbondong-bondong.

Termasuk seorang gadis surai ungu ini, berjalan dengan santai namun tegap, matanya diarahkan lurus ke depan, sama sekali tak memindai sekeliling seperti yang lainnya. Penampilannya menarik perhatian para insan di sekitarnya, melihatnya dengan tatapan aneh, seolah gadis ini ialah seorang alien yang datang ke bumi.

"...Sakata-chan?" seorang gadis yang surainya dijalin rapi menjadi jalinan yang melintang di sebelah kiri kepalanya, memanggil nama sang empu surai ungu dengan hati-hati, takut kalau-kalau ia salah orang.

Sakata Rin, menghentikan langkahnya. Ia membalikkan badannya.

"Ebisawa-san. Hai~!" ia melambaikan tangan kirinya, sedang tangan kanannya menggenggam erat tasnya.

Ebisawa Ruuko berkedip, matanya memperhatikan Rin, menatap Rin dari atas sampai bawah.

"Sakata-chan, ada apa denganmu?" tanya Ruuko seraya mengerutkan keningnya, bingung luar biasa.

Pasalnya, penampilan Rin berubah total. Rambut panjangnya dipangkas sampai sebahu, di wajahnya terdapat sebuah eye-patch yang menutupi mata kanannya, raut wajahnya juga berbeda, nampak seperti siaga.

"Ehehe~" Rin terkekeh pelan, "Kau tahu, Ebisawa! Sebenarnya, selama liburan itu aku berusaha mendapatkan kekuatan! Aku bertapa setiap hari, dan akhirnya aku memperoleh kekuataaan!" Rin berseru dengan bangga, kedua tangannya diangkat, tak mempedulikan orang-orang yang melihatnya dengan wajah heran

Ruuko menggaruk kepalanya, terlihat bingung. Lalu ia mengulas senyum masam, "Baik, Sakata-chan. Aku duluan, ya." ucapnya sambil berlalu, meninggalkan Rin di belakang.

"Eh? Iya, Ebisawa-san.." Rin menatap Ruuko dengan sedikit bingung, berpikir kenapa Ruuko meninggalkannya begitu saja. Biasanya, Ruuko dan Rin berjalan beriringan menuju kelas mereka.

.
.
.

Rin masuk ke dalam kelasnya yang pintunya terbuka setelah melihat mading untuk memastikan di kelas mana ia ditempatkan. Terlihat kawan-kawannya yang asik bersua satu sama lain. Rin sumringah saat melihat sosok Ruuko di kursi paling depan.

Rin mengambil tempat duduk di paling belakang-karena hanya di sana yang tersisa. Menaruh tasnya lalu berjalan menghampiri Ruuko.

"Ebisawa-san! Kita sekelas lagi, ya!" serunya dengan riang.

Ruuko yang sedang mengobrol dengan kawannya, menoleh ke arah Rin sejenak sebelum membuang muka.

"...Ebisawa-san? Ada apa..?"

Rin mengerutkan kening, bingung dengan sikap Ruuko yang tiba-tiba seperti ini.

Seketika, seluruhnya berbisik-bisik, semua mata tertuju pada Rin, menatapnya sinis, nampak tak suka.

Namun Rin tak sadar sebelum beberapa detik kemudian. Ia melirik sekeliling.

"A-apa?! Kenapa kalian semua melihat padaku?!" Rin membuat pose siaga.

Yang lain melengos, masih memperhatikan Rin namun beberapa sudah mengabaikannya.

Rin menunduk, menggigit bibir bawahnya dengan perasaan bingung. Lalu perlahan menjauhi kursi Ruuko, ia duduk di kursinya sendiri.

.
.
.

"Aku pulang.." Rin memasuki kamar apartemennya setelah memutar kenop pintu dan membukanya.

Nampak gedebak gedebuk berisik menghampiri Rin, datanglah seorang anak laki-laki berumur tujuh tahun dengan rambut berwarna hitam, tangan kanannya memegang sebuah es krim. Ia tersenyum lebar, "Selamat datang, kakak~!" sambutnya dengan ceria.

Rin mengulas senyum manisnya, "Hai, Ren! Bagaimana kabar markas kita ini, aman, kan?!" tanyanya seraya memasang wajah serius.

"Tentu saja! Aku menjaganya dengan baik!" jawab Ren sambil memukul-mukul dadanya dengan bangga. "Oh, ya! Saat bermain ke dunia lain tadi, aku membeli ini!" sang adik mengulurkan tangannya, menunjukkan sebuah es krim berbatang.

"Oooo~?!" mata Rin terlihat berbinar, lalu mengambil es krim itu dari tangan Ren. Sebelum memakannya, ia menatap Ren dengan intens. "Kau sudah memastikan kalau tak ada racun terbubuh di dalam ini, kan?" tanyanya.

Ren mengacungkan telunjuknya, kemudian menggoyang-goyangkannya ke kanan dan ke kiri beberapa kali. "Tentu saja sudah! Tidak ada racun di sana, kak~!"

Rin tersenyum bangga seraya manggut-manggut, tangan kanannya bergerak memasukkan es krim ke dalam mulutnya, sedang tangan kirinya mengacak kepala Ren pelan.

Ren terlihat senang, seraya menggelengkan kepalanya, nampak antusias.

"Ah, bagaimana sekolahmu, Ren~?" tanya Rin.

"Hm? Baik saja, kak! Semuanya baik-baik, kok..!" jawab Ren sambil nyengir.

Rin tersenyum. "Begitukah? Baguslah kalau begitu." ucapnya yang dibalas anggukan mantap oleh Ren.

.
.
.

Rin menatap mejanya dengan nanar. Dirinya bingung saat ada beberapa tulisan disana.

'Sampah!!'

'Tak berguna.'

'Mati saja!'

Rin mendengus kasar, lalu duduk di kursinya, nampak tak mengidahkan tulisan-tulisan pedas di mejanya.

Itu jelas ditujukan pada Rin, entah mengapa, mereka membenci para pasien sindrom tingkat delapan ini.

Dan sejak saat inilah, Rin selalu dihujat, dibully, oleh kawan-kawan satu kelasnya.

Ah, apa harus dibilang 'kawan', ya?

TBC

( A / N )
HAAAY balik lagi sama saia yang gadanta ini.
Fic lama tapi dirombak nih.
Gils, mikir diksi kece itu cape bor
tulung vote buat membangkitkan semangat/?
eh gak juga gapapa, aku kaga hauzz vote-an ko ya. cuma kalau yang vote dikit tandanya cerita saya kagabagus
#EmangEnggaBagusEww

Sudah? Akhir kata, makasih sudah baca ♡

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Oct 23, 2016 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Date A Live Fanfiction : Rin CurseWhere stories live. Discover now