Seberapa keukeh Irjo mencari cara agar menang melawan Gian, lelaki Fotografi itu masih saja enggan menanggapi. Sekarang bukan lagi pertarungan dan persaingan antar UKM, namun sudah jadi konflik personal. Irjo dendam karena tantangannya dianggap angin lalu oleh Gian, jadi dia mencari cara agar Gian meresponnya.Irjo jadi super kekanakan. Dia selalu mencari gara-gara pada Gian.
Hingga suatu hari Irjo menemukan titik kelemahan Gian. Sebuah titik yang akhirnya jadi awal bagaimana Gian marah. Lelaki Fotografi yang tidak suka mengusik dan diusik itu akhirnya merespon. Hanya satu hal yang membuat Gian bereaksi sempurna terhadap kelakuan kekanakan Irjo.
Irjo tidak sengaja mematahkan spion vespa Gian. Padahal vespa itu baru tiga hari yang lalu kembali padanya.
"Bajingan mana yang sudah berani menyentuh vespaku?" Gian murka. UKM Fotografi panik. Ketika lelaki paling tak acuh marah, semua bingung menanggapi. Separuh shock dan juga terkejut dengan respon yang muncul dari lelaki itu. Dia keluar dari ruang UKM, tanpa memakai sepatunya. Kamera menggantung di lehernya. Hal paling menakutkan adalah ketika lelaki itu berdiri di atas genteng aula Fakultas seolah ingin bunuh diri.
UKM Hiking juga kena imbasnya, terutama Irjo. Dia jadi orang yang paling bertanggung jawab dalam hal ini. Gian bukan tipe lelaki manja dan sensitif, hanya saja vespanya sesuatu yang berbeda. Kendaraan butut itu adalah sesuatu yang tidak bisa dia pertaruhkan untuk apapun. Vespa itu punya kenangan yang luar biasa bersama sang kakek. Gian marah, murka.
Setelahnya lelaki itu melompat turun. Semua yang menandangnya ngeri. Lelaki itu bisa melompat dari tempat sejauh itu. Kaki telanjangnya melangkah menjauh ke arah motor Irjo. Anak Fotografi tahu kalau kaki Gian tidak mulus. Penuh bekas luka, bahkan jahitan. Gian tidak suka memakai sepatu yang bertali.
Hari itu, spion motor Irjo hancur dua-duanya.
Irjo melongo di parkiran. Dia tahu siapa pelakunya, namun tidak bisa berbuat apapun. Selain menaruh dendam dan rencana jahat untuk membalas Gian nanti.
"Aku lelah!" Prolog Gian di UKM Fotografi hari itu membuat yang lain menoleh. Gian sedang dalam keadaan tidak baik, jadi semua seperti sedang tersihir untuk mendengarkannya.
"Kakak bisa istirahat dulu..." Angga, wakilnya menyahut.
"Aku bukan lelah karena masalah vespa."
Semua mata memandangnya. Para senior sudah mulai fokus dengan skripsi, jadi Gian tidak mengharapkan mereka datang.
"Lalu?"
"Kita akhiri saja!"
Angga mengerjap, menunggu. Gian menghela napas, mulai bicara dengan nada yang paling santai.
"Kita damai saja!" Ucapan Gian membuat yang lain saling bertatapan. Mereka saling berbisik, mengerjap. "Kalian betah dengan pertengkaran memuakkan seperti ini? Aku tidak ingin diseret dalam hal yang bodoh ini!"
"Kita bisa apa?"
"Kita mulai dengan pemilihan dekan bulan besok! Kita setujui voting terbesar dari UKM Jurnalistik..."
"Jadi kita bersatu dengan mereka? Kenapa?"
Gian mengembuskan napas. Matanya menatap wajah anggota UKM Fotografi yang lain. Dalam sekian detik matanya memindai beberapa orang yang sedang menuntut jawaban ke arahnya.
"Kita berkhianat. Kita tidak perlu bersaing dengan UKM Hiking hanya demi mencari dekan yang pro dan tidak!"
Semua mengangguk setuju. Ide dan rencana Gian boleh juga. Selama ini anak UKM Fotografi juga merasa lelah dengan pertengkaran yang tidak berguna itu. Mereka selalu serba salah. Anak Hiking senang sekali bergerombol. Ketika salah satu anggota Fotografi lewat di depan mereka, anak-anak sialan dari UKM Hiking itu akan mencegat. Bertanya macam-macam, bahkan sudah berani mengajak bergabung dengan UKM Hiking. Fotografi dan Hiking bukan sesuatu yang bisa dibandingkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Nama Tuhan Kita Berbeda
Narrativa generaleIni kisahku dengan seorang lelaki. Lelaki yang bahkan membuatku tak mampu berpaling darinya. Kami berbeda dan sama dalam satu waktu. Aku teguh dengan tasbihku. Dia menyandang ajaran omkaranya. Aku bersujud di sajadahku lima waktu sehari, dia bersemb...