"Sumpah, gak ada yang bisa nandingi kelezatan masakan mu."
"Om yang gak ada tandinganya. Makanan buat lima orang bisa Om sikat sekaligus" Oceh Tian yang baru saja menyelsaikan makan-nya.
"Maklum, laper" Pria itu tersemyum lebar.
"Laper apa doyan? Makanya cepetan cari istri biar ada yang masakin tiap hari." Tian bangkit dari duduknya dan membawa piring dan nampan yang sudah kosong karena isinya sudah disikat Om nya, ia berjalan ke dapur untuk mencuci piring.
"Om masih sibuk dengan bisnis. Lagian, Om belum nemu yang pas"
Tian mendengus. Bosan dengan alasan pria itu, tiap kali disuruh cari istri alasan-nya masih sibuk berbisnis, belum nemu yang pas, dan masih banyak alasan lain-nya. Padahal pria itu seumuran dengan ayahnya, dan wajahnya juga rumayan tampan. Entah memang belum ketemu jodoh atau malah gak doyan sama perempuan, hanya dia dan tuhan yang tahu. Nama pria itu Pongki, sahabat ayahnya dan ayah Vania. Waktu kecil Tian dan Vania memanggilnya OmPong.
"Emang tipe Om itu kayak gimana?" Tanya Tian.
"Tinggi putih langsing dan mulus" Ujar Pongki.
"Kalo gitu nikah aja sama tiang listrik di depan noh" Ucap Tian. Pria itu hanya merengut mendengar ucapan Tian.
"Kau belum jawab dari tadi. Kenapa mukamu bonyok begitu. Apa kau habis berantem?" Tanya Pongki kepada Tian yang sedang mencuci piring.
"ehm.. ini, anu. Aku nyoba ikut ekskul tinju. Ternyata aku gak bakat sama sekali" Ucap Tian beralasan. Selain doyan makan dan mata keranjang, Pongki juga mulut ember. Dia tidak mau diadukan ke ortunya kalau dia habis berkelahi.
Pongki mengangkat sebelah alisnya, ekspresinya seperti tidak percaya dengan ucapan Tian. Mampus gue, OmPong gak percaya. Bakalan diomelin ibu kalo OmPong sampe ngelaporin. Batin Tian dalam hati.
"Jangan bilang.." Pongki menggantung perkataan-nya.
Mampus dah, dia beneran gak percaya. Bisik Tian.
"Jangan bilang yang menhajarmu itu cewek. gyahaha.. Kau payah sekali sampai dihajar cewek." Ledek Pongki sambil terus tertawa.
"ya ya, terserah Om mau bilang apa" Ucap Tian tak menghiraukan ejekan Pongki.
Tian mengeringkan tangan-nya dengan lap setelah selesai mencuci piring. Dia kemudian bergabung dengan Pongki yang sudah bersila di atas sofa sambil memencet-mencet remote tv.
"Aku punya oleh-oleh untukmu." Ujar Pongki tanpa mengalihkan pandangan-nya dari tivi.
"Oleh-oleh apa?" Tanya Tian.
"Ada di dalam tas itu ambil saja" Tunjuk Pongki ke arah sebuah tas hitam di kursi
"Sebuah novel dari salah satu penulis terkenal" Ujar Pongki.
Tian langsung melompat ke arah tas itu dan mengobok-obok isinya. Setelah menemukan benda yang dicari, dia kembali duduk disebelah Pongki sambil membolak balikan halaman novel barunya.
"Makasih novelnya om" Ucap tian
"Sama-sama" Jawab Pongki.
Mereka terus melanjutkan mengobrol, dan sesekali saling meledek. Mereka lebih terlihat seperti ayah dan anak. Tian pun menganggapnya seperti itu.
"Kau sangat mirip Harun." Ujar Pongki di tengah obrolan mereka.
"Aku sama sekali tidak mirip ayah" Ucap Tian tidak suka.
"Maksudku sifat konyol dan hal-hal aneh yang kau lakukan mengingatkanku pada Harun di saat seusiamu"
"Oh, jadi ayah juga seperti ku dulu?" Tanya Tian
KAMU SEDANG MEMBACA
Seperti Hujan
Novela JuvenilCover by : @Keynaa_key Direvisi setelah tamat. Tentang aku, kamu dan juga hujan "Hujan pernah membuat kita dengan sengaja dipertemukan". -K- Namun, ketika yang dianggap sebagai takdir tuhan ternyata hanya sebuah kebetulan Akankah takdir masih tetap...