Ia adalah Alice, dan Pedang Vorpal ada di tangannya.
Pedang Vorpal adalah sebuah pedang yang indah. Warnanya tidak seperti besi, melainkan kilauan platina. Gagangnya berhiaskan sulur anggur lengkap dengan bunganya yang kecil dan setengah mekar, pada bagian pertemuan antara gagang dan bilahnya berhiaskan sesuatu mirip kepangan bertahtakan batu mulia keperakan yang berhenti hingga pertengahan bilahnya.
Pedang Vorpal terlalu indah untuk digunakan sebagai senjata.
Beratnya terlalu ringan untuk menebas, terlalu pendek untuk menusuk, tidak cukup tajam untuk menggoreskan luka dalam sekali ayunan. Seolah Pedang Vorpal memang bukan diciptakan sebagai senjata pertarungan, melainkan sesuatu yang lain, yang jauh lebih penting.
Dan di sini Alice menggunakannya untuk mempertahankan nyawanya sendiri.
Tebasan demi tebasan ia coba tahan, namun pemuda dengan rambut sewarna lazuardi yang diperintahkan untuk menghabisi Alice tidak menunggu. Pemuda itu terus merangsek maju dengan segala yang ia punya, dan waktu tidak berhenti agar Alice dapat bersiap.
Kendati tubuhnya bergerak seolah Alice sudah mencicipi bertarung dengan pedang, itu belum cukup untuk menyelamatkan nyawanya yang terancam. Fokus gadis itu sudah lama terbelah, takut Knave of Heart akan memutuskan untuk campur tangan sekali lagi.
Cara Knave berdiri membuat rasa merinding menuruni punggung Alice, meninju ulu hatinya dengan kewaspadaan. Kendati pemuda berambut gelap itu lebih pendek dari mayoritas laki-laki di Wonderland—mengingat terakhir kali Alice cek, Knave hampir tidak dapat mencapai bahu Chesire Cat yang notabene lebih pendek dari Mad Hatter—sang kesatria tetap terlihat menjulang dengan tatapannya yang kelewat tajam dan penuh dengan haus darah.
Toh, bukankah mereka bilang orang yang pendek jauh lebih dekat kepada neraka?
Kesadaran Alice kembali ditarik dengan paksa ke realita kala bilah pedang Alice hampir menebas lepas kepalanya, membuat salah satu pita dasinya tercabik. Pemuda berambut biru itu merangsek maju sekali lagi, memaksa Alice untuk mundur. Dinding hanya tinggal beberapa langkah lagi, dan Alice memiliki bayangan apa yang akan terjadi bila ia terpojok.
Alice menguatkan diri dan menebas pemuda di hadapannya dengan sekuat tenaga, membuat lawannya mundur beberapa langkah karena tidak mengira Alice masih memiliki determinasi untuk mengalahkannya.
Lalu Alice mendengar retakan.
Dengan mata yang membesar, gadis itu menoleh untuk menatap bilah pedangnya.
Sebuah retakan besar yang kentara mulai terbentuk di tengah bilah platinanya. Lawannya menyadari retakan itu pula, karena pemuda itu berhenti dengan pedang di atas kepala—mendadak ragu karena ia bisa saja menghancurkan Pedang Vorpal bila salah langkah.
Jeda, lalu suara Knave of Heart kembali terdengar.
"Alice."
Jelas sang kesatria tidak peduli dengan apapun yang terjadi kepada Pedang Vorpal; seperti kalimatnya kepada Mad Hatter, Jabberwocky masih bisa dibunuh biarpun pedang itu patah.
Sosok pemuda dengan iris keemasan itu tertegun, menoleh ke arah tuannya dengan ekspresi yang tidak dapat terdeskripsikan. Tetapi ketika ia kembali menoleh ke arah Alice, matanya tidak lagi menunjukkan keraguan, ia membenarkan letak pedangnya dan bersiap untuk mengayun. Matanya mati akan emosi—seolah seseorang mematikan suatu tombol di hatinya.
Seakan Alice memang hanyalah benda yang dapat dikendalikan pemerannya.
Alice bersiap; Pedang Vorpal yang patah atau malah nyawanya, bawa semua tantangannya.
Namun kemudian, sosok lain muncul begitu saja, mendorong Knave of Heart dari depan pintu dengan kasarnya hingga pemuda itu terjungkal, bahu terlebih dahulu menyentuh lantai dengan serangkaian hinaan yang seharusnya disensor demi kepentingan semua orang.
Queen of Heart muncul sembari terengah, kedua tangan mencengkram gaunnya yang masih juga menyapu lantai kendati sudah diangkat hingga mencapai pinggangnya, mahkotanya miring di atas kepala, rambutnya berantakan ditiup angin. Wanita muda itu jelas berlari dengan sekuat tenaga. "Alice!" panggilnya, entah kepada Alice yang mana.
Tetapi Alice tidak menunggu, dan pedangnya kembali mengeluarkan suara denting kala bertemu dengan Pedang Vorpal. Sekali, dua kali, lima kali, Alice terpaksa mundur lagi. Suara retakan semakin keras menggema, bahkan hampir menyaingi suara denting pedangnya.
Queen of Heart mencoba lagi, "Alice!" suaranya meninggi.
Gadis berambut gelap yang membeku di sudut ruangan akhirnya menoleh. Sepasang iris sewarna peridot berbinar dengan rasa takut, tetapi Red Queen mengabaikan semua itu, juga fakta bahwa Alice-nya kini jauh terlihat lebih kurus dan lebih pendek dari yang seharusnya.
Wanita dengan rambut sewarna matahari senja itu jelas tidak menyadari keberadaan Alice, atau memilih untuk sengaja tidak menyadari sebuah perang yang pecah di tengah teritorinya.
"Hentikan mereka! Pedang Vorpal tidak boleh patah!" perintah sang ratu, suaranya meninggi dengan sebuah urgensi dan kepanikan yang amat sangat, hingga Alice tidak dapat lagi mengenali suaranya tanpa karisma yang menyeramkan.
Dan selama sepersekian detik, pemuda berambut biru itu berhenti. Seolah waktu sendiri berubah sunyi. Sepasang iris keemasan berbinar dalam sesuatu yang Alice kenali—Alice mengenali pemuda ini, sama seperti Alice mengenali Khazura kendati tanpa nama belakang.
Tetapi siapa?
"Alice," Knave of Heart menggeram, dan pemuda berambut biru itu bergerak lagi.
Melihat pemuda itu mengikuti perintah Knave hingga ke batas napas membuat Alice merinding. Seolah pemuda berambut biru itu adalah boneka, bukan lagi seorang kesatria.
"Alice!" Queen of Heart berseru lagi.
Dengan banyaknya seruan nama Alice di sana dan di sini membuat Alice bertanya-tanya bagaimana ia masih dapat berkonsentrasi di tengah krisis identitas, mengingat baru beberapa menit yang lalu ia adalah Bayard, seorang anjing pemburu di bawah perintah Knave of Heart.
Suara retakan kembali terdengar, kali ini jauh lebih keras.
Alice berani bersumpah, satu kali lagi, dan Pedang Vorpal akan terbelah dua tepat di tengah.
Gadis itu dapat merasakannya, berat bilah yang semakin tidak seimbang kala ia berusaha menebas dan menusuk lawan di hadapannya. Rasanya hanya dengan satu gerakan singkat, pedang itu akan segera hancur menjadi kepingan tanpa makna.
Rasanya aneh. Karena Alice merasa seolah pedang itu miliknya. Dan pikiran bahwa pedang itu akan segera patah membuat gadis itu kesal luar biasa, ia mendadak ingin berkelit dan melempar kursi ke atas kepala lawannya, lalu melarikan diri andai saja waktu dapat diputar balik dan bila saja pemuda itu jauh lebih idiot dari kenyataannya..
Queen of Heart menghentakkan kakinya, frustasi melihat anak buahnya yang tidak juga bergerak dari sudut ruangan sesuai perintahnya, hampir membuat konsentrasi Alice pecah begitu saja, "Alice, hentikan mereka! Pedang Vorpal tidak boleh patah! Kita membutuhkan Pedang Vorpal untuk membuat Kehidupan muncul dan menjadi Jabberwocky!"
Alice berbalik di saat terakhir, bilah pedang lagi-lagi mengoyak dagingnya.
Alih-alih keterkejutan, yang muncul di wajah lawannya adalah sebuah seringai kala sepasang iris sewarna keemasan melihat darah lagi-lagi tertumpah entah untuk yang keberapa kalinya.
.
.
Chapter Twenty-six End.
KAMU SEDANG MEMBACA
Project Alice
FantasySatu cerita, dua sandiwara, tiga menara; yang mana yang nyata?