Tanpa judul bagian 1

2 0 2
                                    

Seperti daun yang diterbangkan angin
tidak menghianati gravitasi

tak melawan

pun tak membenci

mengikhlaskan semuanya

memercayai dengan sangat kemana ia akan dibawa

sekalipun diterbangkan hingga ke pembakaran

dan hangus dimakan api.

Seperti air yang dimainkan angin

tidak menolak

tak melawan

pun tak peduli

percaya bahwa angin hanya ingin mengajaknya bermain

hingga terhempas di batu karang 

dan pecah menjadi tetes-tetesan yang terpisah satu sama lain.

Akulah daun dan air yang dimainkan angin

---

Dalam hidupku, aku hanya ingin berada seharian di tempat yang damai dan menenangkan, dengan aroma rumput yang terbawa angin sampai ke penciuman, dengan pohon besar tempat berteduh, dan dengan angin yang mengacak rambutku. Tanpa suara bising apa pun, tanpa beban pikiran yang menyesakkan dan tanpa tali rantai yang mengekang ini. Tapi, sebelum aku berada di tempat sunyi dan menenangkan itu, aku harus terlebih dahulu memutus tali rantai yang mengikat kakiku ini. Dan sebelum aku memutus tali rantai ini, aku harus lebih dulu menyingkirkan sejauh mungkin pemiliki tali rantai ini. Nah, itu dia permasalahannya sekarang, aku tak pernah bisa menyingkirkan si pemilik rantai sialan ini.

Kau tahu? Aku sudah seperti hewan langka yang siap untuk diteliti, harus dirawat dan dijaga dengan sebaik-baiknya sebelum hewan itu dibunuh. Dipelajari setiap anatomi yang ada pada dirinya tanpa diberi bius untuk penghilang rasa sakit. Tapi tentu saja bedanya aku bukanlah hewan, aku jelas adalah manusia. Manusia yang terkekang.

Baiklah, kembali dengan si pemilik rantai yang mengikat kakiku ini. Jangankan untuk menyingkirkannya, membuatnya hilang dari hadapanku lima detik saja itu sangat susah, dia bahkan jauh lebih dekat denganku ketimbang bayanganku sendiri. Dia itu gila! Dia sakit jiwa! Dia psikopat!

"Aku tanya sekali lagi, semalem kamu ke mana?" ia masih tetap memelankan volume suaranya.

"Aku ke rumah Aini," aku juga menjawab dengan tak kalah pelan, bahkan nyaris berupa bisikan.

"Kamu pasti bohong. Kamu ke mana semalem?"

Baiklah, kesabaranku sudah habis sekarang, aku tak peduli lagi dengan kondisi kantin yang penuh sesak dengan siswa-siswa yang sibuk mengantri untuk membeli makanan. "Kan sudah aku bilang!" aku menggeberak meja satu kali sambil berdiri. "AKU KE RUMAH AINI!" hening. Dan semua pasang mata di kantin ini melihat ke arahku dan orang gila ini.

Seperti yang sudah kuduga, ekspesi terkejut dan tak menyangka di wajahnya membuatnya tampak tak lebih seperti orang bodoh. Oh, atau anak autis minus air liur yang melimpah dan menetes-netes sampai membanjiri leher dan bajunya.

Aku berdiri dan menyudahi makanku, padahal baksoku masih ada lima butir lagi. Orang gila ini mengacaukan nafsu makanku lagi kali ini. Aku berjalan dan meninggalkan kantin yang sudah kembali ribut dengan suara siswa yang berebut mangkuk bakso.

Aku sudah lumayan jauh dari kantin, dan seperti yang sudah kuduga, dia pasti akan mengejarku. Dan hal-hal basi lainnya akan segera terjadi. Dia menarik tangaku dengan paksa, menyeretku menuju belakang gedung perpustakaan yang jarang dilalui orang.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 26, 2016 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

May I Love You TooWhere stories live. Discover now