Gian mengumpat kesal. Dia menyesali apa yang sudah dia lakukan. Sekarang dia terpekur seorang diri, menunduk, menyesali nasib. Untuk yang kesekian kalinya Gian mendengus, mengabaikan anggota UKM lain yang sedang menatapnya. Lelaki UKM Fotografi itu jadi perhatian orang yang lewat lantaran menghalangi jalan. Dia sedang berjongkok di dekat gerbang masuk wilayah UKM."Menungguku?" Sebuah suara terdengar di depannya. Gian mendongak, melongo setelah itu. Dia sedang frustasi, namun sekarang penyebab frustasinya malah muncul di depannya. Gian kesal setengah mati.
"Mimpi!" Gian berdiri spontan, lalu menghindar. Lelaki itu masih berdiri sambil memasang senyum mencurigakan ke arahnya. Gian mendengus tak terima. Lelaki Fotografi itu pergi terburu, sementara lelaki Hiking di belakangnya masih setia mengejar.
"Aku sayang kamu, Gian!"
Gian hampir terjungkal mendengar ucapan Irjo. Lelaki Fotografi yang dijuluki jiwa iblis itu menoleh, lalu melotot ganas. Mulutnya melongo.
"Jangan gila, Sialan!" Gian panik, menoleh ke sekitarnya. Bisa gawat kalau ada telinga lain yang mendengar ucapan mereka.
"Aku gila karena cinta."
Gian merinding mendengar ucapan Irjo yang menurutnya menjijikkan itu. Irjo masih tersenyum senang seperti lelaki yang baru saja mendapatkan hadiah. Gian geli setengah mati dengan senyuman lelaki ini sekarang.
Kemarin, hidup Gian yang damai itu berubah drastis. Setelah Irjo menantangnya, dan disambut dengan pemikiran bodoh Gian sendiri... Maka hari itu adalah awal bagaimana hidup Gian jadi menyebalkan. Irjo mendapatkan nomor HP Gian, lalu mengiriminya SMS setiap waktu. Lebih sialannya lagi, Irjo juga mendapatkan pin BBM Gian. Lelaki itu mengirimkan fotonya pada Gian.
"Aku sayang kamu, Gian!"
Kalimat itu yang selalu Irjo sertakan di akhir pesannya. Gian merinding. Dia menyesali perbuatan bodohnya kemarin. Setelah dia mengecup bibir Irjo sekilas, lelaki itu mengerjap dan memeluknya erat. Irjo juga mengatakan kalau dia sudah yakin sekarang. Yakin soal apa saja Gian tidak tahu!
Hari ini Irjo bertingkah makin menjijikkan daripada biasanya. Seberapa kasar Gian mengumpat, Irjo tidak menyerah. Meski Gian menghindar dengan raut jijik itu, Irjo tetap saja senang berada di dekatnya. Irjo bukan tipe orang yang mudah menyerah. Dia tidak suka ketika ditantang, namun suka sekali dengan sesuatu yang menantang.
Kali ini Irjo yakin untuk menjerat Gian.
"Ada dendam apa?" Gian bertanya dingin.
Gian melongo tidak mengerti.
"Kemarin aku sudah katakan, dan aku selalu mengatakannya. Aku sayang kamu, Gian!"
Sudah cukup!
Gian bukan destinasi yang tepat untuk mengutarakan cinta. Gian bukannya tidak percaya dengan komponen absurd dan juga perlu diraba itu. Gian sangat percaya, hanya saja dia tidak terlalu peduli. Gian tidak terlalu suka terikat dengan hal yang belum pasti. Selain itu, dia juga masih terluka dengan perceraian kedua orang tuanya. Adiknya sekarang tinggal dengan sang nenek.
"Anggap kejadian kemarin tidak pernah terjadi!" Gian menggeram protes.
"Mana bisa begitu? Kemarin bibir itu sudah menempel di bibirku. Kalau kamu periksa, pasti ada ludahmu di bibirku."
Satu tendangan melayang di tulang kering Irjo. Gian benci lelaki ini! Sangat! Bagaimana bisa kemarin dia menggali lubang kuburnya sendiri? Gian tidak tahu bagaimana dia bisa begitu ceroboh? Selama ini dia selalu memperkirakan apapun yang terjadi dan menyiapkan kemungkinan terburuk. Tetapi sekarang dia sama sekali tidak tahu apa yang harus dia lakukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Nama Tuhan Kita Berbeda
General FictionIni kisahku dengan seorang lelaki. Lelaki yang bahkan membuatku tak mampu berpaling darinya. Kami berbeda dan sama dalam satu waktu. Aku teguh dengan tasbihku. Dia menyandang ajaran omkaranya. Aku bersujud di sajadahku lima waktu sehari, dia bersemb...