Irjo gila. Dia senang setengah mati karena kedatangan Gian. Lelaki itu masih tidak percaya kalau lelaki yang mengusiknya akhir-akhir ini muncul di rumahnya. Irjo sengaja tidak mengabarkan kepulangannya karena takut teman-teman yang lain datang. Anak hiking jauh lebih berbahaya daripada hantu gunung. Setidaknya hantu gunung lebih tahu sopan santun untuk tidak mengeksploitasi makanan orang lain.Tetapi Irjo tidak keberatan kalau lelaki ini yang datang. Oh, kita sisipkan satu kata lagi. Irjo 'sangat' tidak keberatan kalau lelaki ini yang datang. Irjo sanggup menghidupi satu anak orang sekarang. Sanggup merawatnya kalau bisa! Memandikannya saja Irjo sanggup. Eh?
"Sebaiknya aku pulang..." Gian berbisik sungkan.
Irjo menggeleng kencang. Tangannya menarik lengan Gian pergi ke tempat kakaknya, memperkenalkan lelaki Fotografi itu pada mereka. Ini mirip sekali dengan perkenalan calon istri! Ugh, kenapa Gian jadi super sensitif sekarang ini?
"Ah, kamu belum berkenalan dengan bibi dari pihak ayahku, ya? Ayo ikut!" Irjo jadi makin menyebalkan sekarang ini. Dia menarik lengan Gian, lalu mengajaknya berkeliling lagi. Memaksa. Gian pasrah.
Sejak awal dia tidak berniat untuk menginap. Dia ingin pulang setelah memastikan Irjo baik-baik saja. Tetapi Gian salah langkah sekarang ini. Hal yang tidak dia pikirkan dengan baik itu akhirnya bisa saja menjerumuskan dirinya sendiri nanti.
"Aku ada urusan dengan Adnan!" Gian mengeluh.
Irjo menghentikan langkahnya, lalu menoleh cepat. Telunjuknya terarah pada wajah Gian. Dia tersenyum geli setelah itu.
"Aku sudah mengatakan pada Adnan kalau kamu bersamaku!"
Gian ingin protes, namun tidak mampu. Irjo sangat pemaksa sekarang ini. Bahkan setelah itu para kerabat Irjo mengajaknya mengobrol. Gian salah tingkah dan malu setengah mati, sementara Irjo meninggalkannya sendiri.
Irjo sialan!
Di sana Irjo tersenyum sejak tadi. Dia sibuk mempersiapkan sesuatu. Meski alay sekali nantinya. Bundanya melotot melihat tingkah anak bungsunya. Irjo manja sekali ketika di rumah.
"Kamu mau apa, Irjo?" Bunda bertanya cepat ketika Irjo bolak-balik dari kamar kakaknya ke kamarnya sendiri.
"Beres-beres kamar, Bunda."
"Tumben..."
Irjo terkekeh geli setelah itu. Bundanya sama sekali tidak menaruh curiga terhadap Gian. Irjo tidak pernah mengajak teman lain masuk ke kamarnya. Kamar Irjo adalah tempat paling rahasia di rumah ini.
"Kan nanti Gian tidur di sana, Bunda. Irjo tidak mau Gian shock melihat kamar Irjo."
Bundanya tersenyum puas. Akhirnya Irjo mau juga bersih-bersih kamar. Hanya saja...
"Kalau mau bersih-bersih tidak apa-apa, Jo! Tetapi kok kamu malah bawa bunga yang ada di kamar pengantin kakakmu segala?" Sang bunda sadar dengan tingkah anaknya. Irjo mengangguk cepat, tersenyum geli setelah itu.
"Bunga dipercaya sebagai aroma paling menenangkan, Bunda..."
"Iya, tetapi kok kamu curi dari kamar kakakmu? Lalu itu apa lagi?" Bundanya masih menunjuk beberapa barang yang Irjo ambil dari kamar pengantin kakaknya. Mulai dari sarung bantal warna putih yang sangat manis, bunga, lalu beberapa lilin aroma terapi.
"Nanti Bunda ambil yang baru saja, ya!"
"Kok Bunda?" Bunda protes.
"Irjo ingin kamar Irjo juga harum seperti kamar Kakak." Irjo mengangguk semangat. Bundanya melongo. Selama ini Irjo tidak pernah mengajak teman masuk kamarnya, tetapi sekarang Bundanya tahu kalau anaknya sedang bertingkah berlebihan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Nama Tuhan Kita Berbeda
Fiksi UmumIni kisahku dengan seorang lelaki. Lelaki yang bahkan membuatku tak mampu berpaling darinya. Kami berbeda dan sama dalam satu waktu. Aku teguh dengan tasbihku. Dia menyandang ajaran omkaranya. Aku bersujud di sajadahku lima waktu sehari, dia bersemb...