1

51 0 0
                                    

KATA itu membuat Helmi tersentak perlahan menjadi gila.
Kata yang seolah meruntuhkan segala prinsip yang telah ia bangun sejak awal. Sepatah kata yang sedang menjadi hits bagi kalangan para wanita saat ini.

"Lebih nyaman kamu sebagai teman."

Problematika bagi kami kaum pria bila menerima kata-kata seperti itu. Melanjutkan hubungan, tapi untuk apa? Berhenti dan menyerah berarti terbuang sia-sia semua pengorbanan kami. Dengan kata lain, Kaum Adam sudah masuk perangkap wanita. Friendzoned.
Terdengar sebuah lantunan lagu dari playlist channel radio yang kudengarkan pagi ini, lagu yang dibawakan oleh abdul & the coffee theory - Memutar waktu. Lagu tersebut seakan membuat rasa sesak serta sesal kami memuncak.
Gagal total. Helmi seakan kehilangan seluruh kemampuannya dalam menaklukan hati kaum hawa ------ yang berdasarkan naluri nya. Dia mencoba untuk menduga bahwa ini hanyalah sebuah ujian pembuktian akan seberapa seriusnya dia kepada wanita tersebut, memastikan bahwa apa itu kesetiaan memang benar adanya. Pikiran-pikiran tersebut seolah membantu dirinya, meskipun terkadang pikiran tersebut yang meruntuhkan kembali pendirian yang susah payah dia bangun, ironi.
Sendirian. Di dalam kamar berdinding empuk berwarna pucat---beberapa pengecualian hanyalah sebuah toilet kecil yang nyaris tersembunyi di sudut dan sebuah meja kayu tua yang seolah tak ada gunanya. Sendirian di dalam kebingungan yang tak tertahankan, dengan waktu yang tak terbatas untuk memikirkan penyakit yang bersemayam dalam otaknya: Wanita, bahwa pikiran mengerikan tersebut itu secara diam-diam serta perlahan-lahan mulai menggerogoti segala yang membuat seseorang menjadi manusia. Manusia yang utuh.

"Jika kamu merasa lemah, dan ingin menyerah. Selalu ingat hal ini: bahwa kamu adalah sperma terkuat ayahmu!"

Tok-tok! Seketika terdengarlah suara yang menyadarkan dia dari arah pintu kamar nya. Perlahan tapi pasti, dengan tegap senyum di wajahnya ia buka pintu tersebut, ketika pintu dibukanya munculah sesosok pria berparas mungil kurus, tidak jauh berbeda dari tubuh helmi namun lebih kecil. Berperawakan agak nyeleneh dengan gaya rambut mohawk tipis nan rapih, dilapisi kulit berwarna kecoklatan tapi cukup rupawan, Aku.
Dengan sebuah garis melintang 30° di sisi-sisinya dia menyambutku. Tak sepatah kata pun terlempar dari mulut bisu tersebut. "Ada yang salah huh?" Mulutku yang tak kuasa menahan rasa ingin tahu apa yang sebenarnya sedang melanda kawan ku ini. Tak ku dengar jawaban dari mulutnya. Dia hanya membalikan badan dan tergulai lemas di atas sebuah kasur yang amat rapih, tidak seperti keadaan sang pemilik yang SANGAT kusut tak beraturan layaknya rumus fisika yang kami pelajari dulu ketika masih mengemban pendidikan SMA. Aku yang hanya termenung bersandar pada sebuah dinding siku-siku sembari memperhatikan kelakuan sahabatku yang tampak sedang sekarat ini. "Gue datang tuh sambut nyet, malah jadi orang mati lu mah", seakan bicara dengan patung lagi-lagi, dia bungkam seribu bahasa. "Inget vero, mi?" Aku yang kesal ber inisiatif memancingnya dengan topik yang mungkin akan membuat dia kesal 7 turunan. Tak berapa lama dia menatapku tajam, ya . . . ya . . . aku tahu aku berhasil, aku membalas tatapan tersebut dengan sebuah senyuman manis sebagau ciri khas ku. Dulu, konon katanya wanita lebih tergila-gila dengan senyuman ku bukan tampangku, ironi.
Tak terasa, tampaknya sudah nyaris 2 tahun aku lulus dari bangku kayu tua tersebut. Masa dimana banyak orang bilang Youth Golden Age, masa terindah dari para remaja, SMA. Bukan hanya ilmu buku yang kami terima, ilmu kehidupan pun kami dapatkan seperti halnya ilmu Cinta . kenangan-kenangan manis tersebut pertama kali muncul saat aku duduk di bangku kelas 2.
Aku salah satu organisatoris di sekolah ku, yang bukan kebetulan aku merupakan ketua organisasi tersebut. Seperti biasanya tiap pergantian tahun pelajaran kami menerima anggota baru, merekrut adik kelas tujuan utama kami tiap tahun. Cukup banyak peminat organisadi yang aku pimpin, mungkin ketampanan ku menjadi salah satu point plus, dan kerugiannya aku salah satu pemuda yang mengidap penyakit paling serius di muka bumi, narsisme . Dari kurang lebih seratus anggota baru, Helmi lah salah satu nya. Ya dia junior ku. Vero . . . ya Vero, aku hampir lupa. Dia merupakan cinta pertama Helmi di SMA, tak banyak yang ku ketahui soal hubungan mereka hingga suatu kejadian dimana helmi . . . . .

"STOP ! ! !"

Helmi tiba-tiba berteriak. Ah aku lega kawan ku ini terpancing jebakan ku. "Hahaha, udah sadar lu nyet?" Sindiran itu terlontar begitu saja dati mulut ku. "Ngomong-ngomong gimana kabar si Putri ya?"

J R E N N N G ! ! !

Seketika pikiran ku melayang menuju suatu masa dimana aku benar-benar jatuh cinta. Seorang wanita yang mampu merubah kehidupan ku pada masa itu. Layaknya boomerang, aku termakan jebakan ku sendiri. Ya, putri. Hingga saat ini sakit kepala aku di buat nya. Sakit hati ku kembali muncul tiap ku dengat namanya. Seorang wanita yang ku dapatkan dengan susah payah di SMA dan pergi begitu saja. Layaknya senja di sore hari ia pergi tanpa jejak namun meninggalkan relaps . . . . . .

Apa(si)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang