SILENT

29 3 3
                                    

Ku gantungkan jas putih yang tadi ku kenakan sepanjang hari ini, mata ku terus menerobos setiap inci kota dari kejauhan

Terlihat sangat kecil

Kuarahkan pandang ku ke langit

Malam ini begitu indah, bintang saling berebutan menyinari malam di bumi

Arah pandang ku terhenti pada satu titik

Bintang itu sendirian

Jauh dari kawan-kawannya

Warnanya juga berbeda

Sedikit merah, atau mungkin lebih ke orange

Tunggu, apa dia bergerak? Sepertinya dia bergeser beberapa inci menurutku

Sinarnya menyala-nyala, seolah memberi isyarat 'Akulah yang paling bersinar'

Hhhmmm...terdengar angkuh

Seperti dia, yang selalu percaya diri menujukkan siapa dirinya

Atau mungkin, bintang itu benar-benar dia?

***

" duh Rin mendung nih, kamu bawa jas hujan gak?" aku bertanya pada teman sebangkuku. Siang ini benar-benar mendung, padahal masih istirahat ke dua. Awan hitam seperti mengurung kami agar tak bergerak.

" aku bawa di jok motor Vin. Kamu gak bawa ya?" aku hanya menggeleng. Biasanya aku tidak pernah mengeluarkan jas hujan ku dari jok motor, tapi entah lah hari ini. Aku hanya mengira hari ini akan cerah seperti biasa. Karna memang ini musim kemarau.

Terdengar suara ricuh di luar kelas. Rasa penasaran pun muncul. Sebenarnya aku bukan tipe orang yang terlalu mau mengurusi masalah orang lain. Setiap orang punya jalan hidup masing-masing, dan yang aku percaya setiap masalah pasti ada jalannya.

" Vin, itu ada apaan sih? Kok rame banget. Liat deh semua murid sampek keluar kelas gitu." Heran Farin.

" Aku juga gak tahu Rin. Mungkin mereka mau melihat hujan." Simple ku. Bisa saja kan dugaan ku benar. Sebenarnya aku juga mau melihat objek yang mereka perhatikan. Aku memang suka hujan, ya meskipun bisa menyebabkan flu jika pertahanan tubuh tidak kuat.

" Kayaknya enggak deh Vin. Bukan hujan yang mereka lihat." Farin terlihat sangat penasaran. Aku pun juga sebenarnya. Sampai seseorang datang ke arah kami -aku dan Farin- dengan dada yang naik turun-naik turun menandakan dia sepertinya tergesa-gesa.

" Vin Vina lo..lo harus keluar sekarang. Vano.. Vano dia-" itu kalimat pertama yang keluar dari mulut Daffa. Teman sekelasku yang sangat ceroboh menurutku.

" Kalau ngomong yang jelas dong Daf! Udah kayak di kejar anjing aja sampek ngos-ngosan gitu." Kali ini Farin yang di buatnya kesal. Aku hanya terkekeh melihat tingkah mereka berdua. Bahkan aku pernah berfikir, bagaimana ya kalau Farin dan Daffa menjalin hubungan. Ck, otakku memang sudah geser.

" Vina, lo harus keluar kelas sekarang. Vano ada di lapangan." Ucap Daffa yang kini lebih tenang.

Kening ku berkerut. Apa maksud Daffa? Kenapa Vano ada di lapangan? Dan hujan-hujan begini? Apa dia bikin ulah lagi? Vano memang anak yang sangat bandel di sekolah. Sangar benci di atuh. Dan sangat angkuh. Jujur aku tidak terlalu menyukai Vano.

Dengan ragu ku langkahkan kakiku ke luar kelas. Atau mungkin lebih tepatnya balkon kelas, karna memang kelasku di lantai 2. Ketika aku keluar semua pasang mata terarah kepadaku. Ada beragam pancaran dari mata mereka. Senang, iba, jengkel, ingin tertawa dan mungkin ada tatapan iri. Apa yang salah dengan ku sebenarnya? Setelah ku lihat penampilanku, tidak ada yang aneh kok. Hingga tiba-tiba Farin menepuk pundakku dan dengan tatapan mata Farin seperti menyuruhku melihat ke arah lapangan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 07, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SILENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang