Aku iri, Az.

547 7 2
                                    

Hujan dan cuaca buruk sedang melanda kota yogyakarta, salah satu kota yang menurut Reyno istimewa, karena disini dia hidup dan dibesarkan oleh para penjaga panti asuhan yang baik hati.
Reyno tidak pernah mengetahui siapa ayah dan ibunya, yang ia ketahui adalah ibu dan ayahnya menyimpannya di pojokkan pintu panti asuhan. Reyno tetap diam walau terguyur hujan deras, tubuh ringkihnya tidak peduli dengan hawa dingin di halaman belakang panti, ia tetap bermain ayunan yang terbuat dari ban dengan cueknya.
Tidak perduli betapa banyak orang yang menghampirinya. Mencoba mengajaknya masuk kedalam panti, karena diperkirakan cuaca akan semakin memburuk.
Reyno menangis dibalik guyuran air hujan saat ini, ke dua tangannya tetap berpegang teguh pada tali tambang berwarna kuning cerah.
Ia menangis disetiap hari raya idul fitri, ia iri saat melihat banyak orang di sebrang panti, mereka begitu terlihat bahagia. Membawa banyak jinjingan disamping para orang tuanya yang sesekali mengelus kepala nya dengan kasih sayang.
Reyno ingin sekali saja, merasa di elus kepalanya oleh kedua orang yang ia harapkan. Ia selalu berharap akan ada orang tua yang mau mengadopsinya, memanjakan nya layaknya seorang anak yang menjadi darah daging mereka sendiri.
Apakah keinginan itu terlalu muluk, ya allah? Reyno hanya ingin itu. Keinginan sederhana dari seorang bocah berusia 6 tahun dengan gigi ompong di depan.
"Argh!!" Reyno berteriak melawan derasnya suara hujan yang sedari tadi meredam semuanya. Mulut kecilnya berteriak sesuai inginnya.
Tubuh ringkih Reyno tidak gemetar sama sekali. Baju hijau tua nya membalut tubuhnya itu, baju milik salah satu anak panti yang berusia 4 tahun diatasnya. Baju ini sungguh kebesaran untuk tubuhnya, membuat Reyno sedikit tenggelam.
Dipanti ini Reyno memang ceria, selalu berbaur dengan anak panti yang lainnya. Namun, ada satu orang yang ia favoritkan. Yaitu, si pemilik baju hijau tua ini. Namanya Razki ibrahim.
Razki bertubuh agak gempal, bukan gendut. Azki panggilannya.
Azki anak yang baik, penurut dan pendiam. Hanya Reyno orang yang paling sering membuatnya bercerita banyak hal. Tak ada yang lain, bahkan para penjaga panti sekalipun tidak pernah Azki tanggapi. Palingan hanya kata 'Ya atau Tidak'
Reyno melihat sekeliling nya yang berubah menjadi gelap, matanya memandang keatas, mencoba melihat apakah langit semakin menghitam? Namun, ia salah. Ada payung yang melindungi nya. Guyuran hujan sedikit terbendung.
Payung gelap berwarna hitam pekat berada diatas kepalanya, dan di lihatnya seseorang yang ia kenal. Ialah Azki.
"Eyno," Ucap Azki dengan gemetaran. Bibirnya membiru, sedikit pucat. Reyno terkesiap, ia menatap lekat Azki yang berdiri didepannya tanpa payung. Tubuhnya basah semua. Kaos oblongnya mencetak tubuh atasnya. Hujan dibulan ini benar benar ganas rupanya.
Reyno berdiri dihadapan Azki yang masih setia memegang gagang payung itu. Walau tangannya pun bergetar hebat.
"Pulanglah." Lanjut Azki dengan nada yang semakin melemah. Reyno memeluk Azki nya dengan kuat, menenggelam kan wajahnya di dada Azki. Reyno menangis, menumpahkan seluruh kekesalan nya pada hidup yang seakan mempermainkannya.
Payung di genggaman Azki terlepas begitu saja, udara begitu dingin. Dan Reyno memberinya kehangatan. Mereka berdua terguyur deras nya hujan di yogya.
"Eyno cuma ingin olang tua, Az." Reyno mengungkapkan apa yang ada di dalam kepalanya. Lidahnya yang masih sulit mengucapkan huruf R dengan benar membuat Azki menyunggingkan senyum kecil dibalik bahu ringkih Reyno.
"Berdoalah, allah akan mengabulkan." Timpal Azki penuh kelembutan, Reyno selama ini selalu mengajarkan Azki keramah tamahan dan kelembutan, Azki dulunya tidak seperti ini. Azki anak yang pendiam dan tidak mau berbaur, namun saat Reyno berusia 4 tahun, Azki mulai paham apa yang bocah kecil ini ajarkan untuknya.
Reyno semakin menangis tersedu sedu, hidungnya yang mancung kecil mulai memerah.
"Eyno ingin punya ibu dan ayah, apa itu sulit buat allah, Az? Eyno cuma pengen di elus kepalanya kayak anak anak disebrang panti. Eyno cuma pengen itu, Az. Apa Eyno mintanya kebanyakan?" Reyno kecil bertanya dengan nada polosnya. Suaranya bagaikan gumaman kecil di telinga Azki, menggelitik sebagian indra pendengarannya. Suara Reyno terdengar lucu saat ini, sedikit mindeng.
"Nggak, Eyno." Ujar Azki singkat.
Reyno dan Azki adalah dua anak yang berbeda kepribadian, Reyno anak yang selalu mengungkapkan apapun pada orang yang sudah ia anggap dekat, sedangkan Azki lebih suka memendam sendirian. Reyno selalu tersenyum lebar meskipun sering diledek oleh sebagian besar anak panti sebagai si ompong. Tapi, Reyno tetap saja membagi senyum.
"Pulanglah." Imbuh Azki kecil dengan nada perintahnya. Buku buku tangannya sudah mengkerut, tangannya mulai membiru. Ia bahkan lebih lemah dari pada Reyno, Psikis Azki dan tubuhnya selalu sakit. Azki sudah mengidap penyakit anemia, paru paru basah, dan epilepsi sejak ia berusia 1 tahun, penjaga panti tidak ada yang tau mengenai hal itu, padahal dokter menjelaskan bahwa Azki sudah terkena penyakit sejak bayi baru lahir, karena faktor genetik.
Reyno melepaskan pelukannya pada Azki, ia menatap ke dua bola mata Azki yang berwarna hitam pekat penuh dengan senyum kebahagiaan. Bibirnya menyunggingkan senyum 1000 watt nya yang menampilkan gigi ompongnya yang terlihat lucu dimata Azki.
"Eyno, sayang, Azki." Ucap Reyno kecil dengan mantapnya. Azki mengangguk perlahan.
Mengiyakan ucapan si ompong kecil ini.
Reyno berlalu dari pandangan Azki. Membuat Azki tersenyum kecil. Reyno membawa payung hitam Azki. Ia melihat kepergiaan Azki yang meninggalkan halaman panti dengan langkah kecil kecilnya.
Azki melangkah perlahan, ia menatap nanar kearah ayunan ban yang ada disebelah ayunan bertali tambang kuning. Ayunan ban milik nya sedikit rusak, paku beton yang menancap pada tanah tidak terpasang dengan benar.
Azki mengambil batu besar di genggaman nya, dia mulai memukul mukulkan permukaan batu pada paku beton itu.

***

MAAFKAN AKU (BxB)Where stories live. Discover now