1

2.9K 114 11
                                    

Aku membuka mata dan duduk dari tidurku untuk memandang kesekeliling. Berdiri dari dudukku dan melihat kearah baju yang aku kenakan yang ternyata adalah gaun bertambal yang sedikit lusuh. Sepertinya aku sedang berada dihalaman sebuah rumah yang menyerupai kastil dan ini semua membuatku tak mengerti dimana aku sekarang, karena daerah ini sama sekali tidak kukenal. Terakhir kali yang aku ingat adalah, aku berlari menghindari penjahat yang mengadangku saat pulang dari sekolah dan bersembunyi disebuah gang buntu sampai akhirnya aku melihat sebuah cahaya dari gang buntu itu. Setelahnya, aku tidak ingat apa yang terjadi.

"Cinderella..." teriak seseorang dari dalam rumah itu dengan melongokkan kepalanya untuk melihat kearahku.

Cinderella? Siapa yang dia maksud?

"Cinderella, kau mendengarku?" Tanyanya padaku.

Aku Cinderella? Mereka pasti bercanda.

"Aku bukan Cinderella." Kataku mencoba menjelaskan padanya namun membuatnya tertawa.

"Ada apa dengannya?" Tanya seorang gadis lagi dengan ikut melongok untuk melihatku.

"Dia bilang dia bukan Cinderella," kata gadis yang berperawakan tinggi itu.

"Dia memang bukan Cinderella, tapi dia cerobong asap," timpal gadis yang satu lagi. Dia gadis yang agak gemuk dan pendek.

"Hei, ayolah. Ini sama sekali tidak lucu." Kataku kesal dengan berkacak pinggang menatap mereka dengan galak, "kalian ini orang gila atau apa sih?" Bentakku marah dan justru membuat mereka berdua terganga menatapku, seolah tidak percaya aku sanggup untuk melakukan itu pada mereka dan membuatku berpikir mungkinkah sekarang aku sudah tersedot kedalam dimensi Cinderella melalui dinding gang itu dan akulah Cinderella kini? Atau aku justru tersedot ke dunia orang-orang gila?

Tidak ada cerita dongeng dan dunia ajaib. Ya, 'kan?

"Berani sekali kau membentak kami seperti itu. Kau pikir siapa dirimu?" Balas gadis tinggi itu dengan wajah pucat seolah siap untuk pingsan kapan saja, dan membuatku tahu bahwa dia sejujurnya takut padaku. Aku jadi tergoda untuk menghampirinya, hanya untuk membuatnya terkencing-kencing dicelananya.

"Ya. Kau sama sekali tidak sopan dengan mengatakan bahwa kami gila. Kau tahu ibu akan sangat marah jika mendengar semua yang kau katakan pada kami." Timpal gadis gemuk disebelahnya dengan wajah semerah tomat. Entah karena marah atau gugup, "dan lagi, kau terdengar aneh. Kau seperti bukan Cinderella yang biasanya."

"Bukan Cinderella yang akan menurut saat kalian menindasku?" Tanyaku memastikan dan membuat mereka berdua terkesiap mendengar keberanianku. Aku jadi bertanya-tanya apa Cinderella yang asli sangat baik—atau bodoh—sehingga tidak berani melawan saat kedua saudara tirinya melakukan hal-hal semena-mena padanya.

"Kami... kami tidak pernah menindasmu." Elak gadis tinggi itu menarik-narik lengan gadis gemuk disebelahnya.

"Oh ya, seolah aku percaya." Kataku sinis, sebelum menunjuk pada mereka berdua, "bahkan seluruh dunia tahu apa yang sudah kalian lakukan padaku. Kalian selalu menyuruhku mencuci baju, mengepel lantai dan melakukan semua pekerjaan rumah sendirian sementara kalian berdua menjadi anak kesayangan ibu kalian. Kalian hanya perlu mengatakan ini dan itu, maka aku yang akan menyiapkan semuanya. Lupakan semua imajinasi itu karena aku tidak akan melakukan itu. Lagi." Ancamku sebelum menjerit saat merasakan seseorang menjambak rambutku dengan kasar dari belakangku dan membuat dua gadis itu terkikik senang.

"Anak tidak tahu diri. Aku mendengar semua yang kau katakan pada puteriku." Desis wanita paruh baya di belakangku dengan menjambak rambutku untuk menggiringku masuk kedalam rumah, tanpa menghiraukan jeritanku yang kesakitan, "aku masih mengasihanimu dan memberimu tempat untuk tinggal jadi sudah seharusnya kau melakukan apa yang harus kau lakukan."

"Menjadi pelayanmu, maksudnya?" Ketusku sebelum kembali mendesis karena perih di kulit kepalaku.

"Menjaga rumah agar tetap bersih. Membantu saudari-saudarimu saat mereka membutuhkan bantuan untuk apapun."

"Tapi mereka selalu membutuhkan bantuan seolah mereka tidak punya tangan untuk mengenakan gaun mereka sendiri." Bantahku saat wanita itu melepaskan cengkeramannya di rambutku dan membuatku mengusap kulit rambutku.

Wanita itu mendekat dan mencengkeram lenganku dengan keras, sebelum berbisik, "jangan pernah melawanku, Manis. Kau tahu apa yang terjadi pada Cinderella yang asli?" Tanyanya berbisik di telingaku dan membuat bulu kudukku meremang.

Aku menatap mata dinginnya, "kau... kau tahu aku bukan Cinderella yang asli?" Tanyaku, sebelum menggeleng dan tertawa, "ya Tuhan, ini pasti panggung terater atau semacamnya, 'kan?" Tanyaku pada wanita itu namun wanita itu bergeming menatap tajam padaku. Tak menghiraukan apa yang aku katakan.

"Kau bisa menyebutnya apapun. Tapi hanya aku yang bisa membawamu kembali ke duniamu jika kau mau menurut." Bisik wanita itu lagi saat kedua puterinya keluar dari dalam salah satu kamar.

"Beri aku bukti."

Wanita itu menghentikan langkahnya dan melihatku dari balik bahunya, "ibumu pasti sangat merindukanmu, Maddeline." Bisiknya sekali lagi dan membuatku tersentak saat dia memanggil namaku, sebelum wanita itu tersenyum sayang pada kedua puterinya, "Cinderella sedikit aneh, Sayang. Bisa kau awasi dia untuk ibu?"

Dua gadis itu mengangguk dengan patuh dan tersenyum sangat manis. Usia mereka tidak lebih tua dari usiaku. Mereka pasti masih enam belas atau tujuh belas tahun, walaupun wajah mereka terlihat sedikit lebih tua dari usia mereka karena bintik-bintik di wajah mereka.

Wanita itu mencium kedua pipi puterinya sebelum melangkah menuju ke lantai atas tanpa berpaling menatapku, seolah aku tidak ada.

Oke, ini mulai terasa semakin membingungkan dan menakutkan dari yang aku kira. Awalnya ini hanya dongeng romantis Cinderella yang aku baca di buku cerita saat aku masih kecil, tapi tiba-tiba saja menjadi dongeng cerita horor saat wanita itu menyebut soal ibuku dan menyebutkan namaku dengan sangat jelas. Tapi penjelasan yang paling masuk akal adalah aku sedang mengalami mimpi—mimpi buruk—dan aku harus bangun untuk melenyapkannya.

Aku mengeryit saat mencubit lenganku sedikit keras. Sakit. Aku mencubit kembali dan lagi-lagi merasakan lengaku sakit. Bagaimana bisa aku merasa sakit saat mencubit lenganku jika aku bermimpi? Ini semakin membingungkan.

Aku melangkah mundur saat dua gadis di depanku berbalik dengan cepat dan menunjuk wajahku, "kau dengar apa yang dikatakan oleh ibu? Kau harus kembali bekerja seperti biasanya. Mengerti?" Bentak gadis gemuk itu padaku.

"Awas kau ya. Jika pekerjaanmu tidak becus maka aku akan melaporkan pada ibu," katanya mengancamku sebelum aku mengangguk tak punya pilihan.

Aku benar-benar menjadi tokoh dalam dongeng! Siapa yang menyangka? Tapi dongeng yang aku alami adalah dongeng Cinderella dalam versi horor. Bagaimana caraku agar bisa keluar dari sini? Dimana ibu peri baik hati? Seharusnya dia ada disini untuk menolongku, 'kan?

I'am Another Cinderella?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang