"Sebentar." Kataku dengan mengelap tanganku yang basah oleh air pel. Turun dari kamar atas saat seseorang mengetuk pintu. Membuka pintu depan dan mendapati seorang pria paruh baya dengan baju pengawal kerajaan, membawa sebuah gulungan ditangannya yang keriput.
"Hai." Sapaku padanya dan membuatnya mengeryit terganggu oleh sikapku, membuatku menyadari bahwa sapaanku mungkin dinilai kasar di jaman ini. "Maafkan aku. Bagaimana cara menyapa seseorang dengan sopan di jaman ini?" Tanyaku padanya dan membuat kerutan di keningnya semakin dalam.
"Salam sejahtera?" Katanya ragu, membuatku mengangguk.
"Hai, salam sejahtera." Sapaku dan lagi-lagi membuatnya mengeryit.
"Sebaiknya hilangkan kata 'hai' itu." Sarannya dan membuatku mengangguk, setelah tergelak.
"Aku belum terbiasa berada di jaman ini. Jadi, kau mencari seseorang atau..."
"Ada undangan dari raja untuk seluruh penduduk dinegeri ini." Kata pengawal itu.
"Pesta dansa, huh?" Tebakku dan membuat pengawal itu kembali mengerutkan keningnya. Aku merasa dia termasuk pengawal yang sangat kaku dan tegas. Seperti seorang ayah yang sangat tua. Bijaksana tapi tetap saja tua.
"Rupanya ada pengawal dari kerajaan. Salam sejahtera." Kata ibu tiriku yang tiba-tiba keluar dari dalam rumah bersama dengan saudari-saudari tiriku. Mereka bersikap sangat manis dan jika aku tidak tahu maka mereka hampir terlihat sangat normal seperti sebuah keluarga yang hangat. Dasar pencari muka.
"Ada undangan dari raja untuk seluruh penduduk negeri agar menghadiri pesta dansa dikerajaan malam ini, karena raja ingin mencarikan seorang pendamping untuk pangeran. Diharapkan Anda semua menghadirinya." Kata pengawal itu dengan menutup kembali gulungan undangan yang sudah selesai dia bacakan sebelum berpamitan untuk pergi.
"Aku bingung harus mengenakan gaun yang mana," kata saudari tiriku yang gemuk.
"Aku juga bingung harus memakai sepatu dan perhiasan yang mana," kata saudari tiriku yang satunya.
Mereka berdua masuk kembali kedalam rumah dan beranjak naik, sebelum berhenti untuk berbalik melihat kearahku dengan senyum mengembang di wajah mereka, dan aku tahu itu bukan karena mereka menyukaiku atau sedang ingin ramah padaku.
"Kau tidak keberatan menolong kami menyiapkan segala persiapan untuk kepesta dansa malam ini kan, Cinderella, saudariku?" Kata mereka berdua membuatku menghembuskan nafas berat.
Dasar anak manja. Bilang saja mereka tidak bisa apapun tanpaku. Andai saja ini bukan demi agar aku bisa pulang kembali, aku pasti sudah meninggalkan rumah ini.
"Oke." Jawabku menyetujui, membuat mereka berdua mengeryit bingung dengan gaya bahasaku.
"Baiklah." Koreksi seseorang, menegurku dari belakang yang membuatku tersentak kaget saat baru menyadari ibu dua gadis itu masih berdiri di belakangku.
Aku mengangguk patu, "baiklah." Membuat dua gadis itu tersenyum riang dan melanjutkan langkah mereka untuk naik.
"Cepat naik, karena banyak yang harus kau kerjakan untuk kami." Aku hanya mengangguk untuk menjawab sebelum mengikuti mereka yang naik keatas.
Mereka sibuk mengeluarkan gaun-gaun indah dan sepatu yang senada dengan gaun mereka serta kalung-kalung mutiara yang cantik. Sayang sekali jika gaun-gaun cantik itu harus dikenakan oleh mereka.
"Menurutmu yang mana yang cocok kukenakan malam ini?" Tanya saudari tiriku yang gemuk dengan memilah-milah kalung mutiara itu.
"Semuanya cocok," jawabku tidak peduli, dengan merapikan gaun-gaun itu.
"Siapkan sepatuku yang senada dengan gaun ini."
Aku mengambilkan sepatu yang berwarna hijau karena salah satu dari mereka akan memakai gaun berwarna hijau.
"Aku tahu kau pasti ingin sekali datang kepesta dansa malam ini, 'kan?" Ledek saudari tiriku yang bertubuh gemuk.
Aku mendengus geli, "tidak." Jawabku singkat.
"Ya, lagi pula mana mungkin cerobong asap datang kepesta dansa dan berdansa dengan pangeran, mengenakan gaunnya yang bertambal itu," timpal saudari tiriku yang lain.
"Seolah aku peduli."
"Apa?" Tanya saudariku yang gemuk, memastikan pendengarannya.
Aku menggeleng, "tidak ada. Dan selamat bersenang-senang." Kataku riang, dan membuat mereka bingung, "karena pangeran tidak akan melirik kalian," bisikku geli karena aku sudah sangat hapal dengan jalan cerita dongeng ini. Jika memang dongeng ini tidak berubah sepenuhnya.
Ibu peri sialan. Dimana dia menghilang?
KAMU SEDANG MEMBACA
I'am Another Cinderella?
Teen FictionSetiap gadis pasti ingin mengalami berada dalam sebuah dongeng klasik yang manis. Seperti contohnya kisah Cinderella yang akhirnya ditemukan oleh seorang pangeran melalui sepatu kacanya yang tertinggal setelah pesta dansa kerajaan, dan terbebas dari...