[4] Remember.2

46 8 3
                                    


Karena pada kenyataannya,
yang terjadi hanya dalam yang aku rasakan saja,
bukan dalam yang aku ucapkan.

-zf

Semua quotes murni hasil saya sendiri,jadi dimohon untuk tidak menjiplak ayau mengambil seenaknya saja.

Dan jangan lupa vote untuk cerita ini demi menghargai kerja kerasku. Terima kasih

--------------------
Author PoV

Malam ini keadaan rumah sudah sangap sepi, bahkan yang terdengar hanya suara jangkrik saja. Bagaimana tidak? Sekarang sudah pukul 23.00 dan seorang raquella baru sampai dirumahnya.

Dia sampai dirumah dengan kaos polos pendek berwarna hijau dan rok seragam sekolahnya.

Sebenarnya, sejak kejadian dimana dia menangis di rooftop itu, dia baru pulang dari sekolah pada pukul 17.45.

Dan dia langsung pergi ke sebuah kafe dekat danau yang terbilang cukup jauh tanpa pulang terlebih dahulu.

Dia hanya mengganti pakaian atasnya saja dengan kaos yang ada di mobilnya.

Sejujurnya, ini bukan yang pertama kali buat raquel pulang selarut ini. Dan ini menjadi kejadian ke-3 nya pulang lewat jam 10 malam.

Sekarang dia balkon kamarnya dengan segelas teh hangat yang menemani.

Seperti biasanya, raquel akan menangis jika sudah seperti ini. Dan akhirnya tertidur di sofa balkon dengan selimut tebal yang sudah dia siapkan sebelumnya.

Jangan berfikir kalau balkon raquel sama seperti balkon biasanya. Tidak.

Balkonnya cukup nyaman dan luas. Tak heran jika raquel senang berdiam diri di balkon kamarnya.

Tanpa raquel sadari seseorang dari arah yang cukup jauh tersenyum pedih ke arahnya.

----------------

Raquella PoV

Seperti biasanya, aku lebih memilih balkon untuk berdiam.
Bukan karena aku tak suka kamar, tidak.

Aku memilih balkon karena menurutku, balkon itu bisa mengurangi beban.

Aku menyesap teh hangat untuk mengurangi kedinginan ini. Meskipun sebenarnya aku membawa selimut yang super tebal.

Saat aku ingin terlelap, satu memori muncul begitu saja.

Memori yang cukup menyakitkan.

Siapa yang tahan dengan masalah yang rumit seperti ini?

Siapa yang sanggup dengan semua kebohongan?

Siapa yang tak sakit dengan perkhianatan?

Siapa?

Tak ada.

Setetes air mata kembali mengalir mengingat semua yang sepertinya sudah terangkai hanya untukku.

Aku benci ini.Rasanya tak adil.

Tapi ini takdir bukan? Aku percaya, kelak dia akan kembali. Meski dengan kenangan yang berbeda.

Sampai akhirnya aku kembali menangis. Aku memang cengeng jika menyangkut dengan dia. Seakan memang dia kelemahanku.

Bahkan jika hanya untuk mendengar namanya saja aku akan hancur.

Sampai akhirnya aku menangis hingga terlelap.

--------------------

Dean PoV

"Ada apa?"

"Iya nanti gue kesana"

"Nanti gue sampein"

"Yaudah sini!"

Setelah menutup telfon, dean menyimpan hp nya asal dan langsung berbaring di kasur empuknya.

Baru saja dean duduk, tiba-tiba suara ketukan pintu membuatnya terpaksa bangkit kembali.

Saat melihat siapa yang menggangunya dean langsung memutar matanya malas.

"Maaf den, tadi mba liat non raquel tidur di balkon mba mau bangunin tapi takut marah jadi mba mau bilang aden"

Dean yang sudah biasanya mendengarnya hanya mengangguk seadanya.

"Tapi pake selimut kan?" Tanya dean datar. Dan yang ditanya hanya mengangguk membenarkan.

"Tutup aja tirai balkon-nya"

"Iya den" ucap mba siwi sambil bergegas pergi

Dean yang melihatnya langsung menghela nafas dan masuk ke kamarnya lagi.

"Pasti mikirin si bangsat sampe tidur di balkon" gumamnya mengerti tentang kenapa adiknya itu bisa sampai tertidur di balkon.

Tak berapa lama, pintunya diketuk lagi. Tapi kali ini berbeda. Lebih terdengar menggedor dan dean sudah tau siapa itu.

Siapa lagi kalau bukan Rega.

"Berisik! Masuk"

Dan tak lama seseorang sudah ada di pinggirnya sambil tersenyum.

"Kenapa?"

"Kangen" ucapnya sok imut. Membuat Dean yang mendengarnya langsung mengernyit.

"Adek lo maksudnya" lanjutnya sambil nyengir

"Adek gue udah tidur" jawab dean sekenanya

"dimana?"

"Balkon"

"Ga berubah ya" gumam rega pelan.

Dean yang mendengarnya hanya terkekeh sambil mengangguk. Tapi satu yang berbeda, tangannya terkepal kuat karena menahan emosi pada orang yang sudah buat hati adeknya hancur.

Rega yang melihatinya hanya tersenyum mengerti.

Mengerti bagaimana rasanya marah pada orang yang telah menghancurkan orang yg disayanginya.

Tapi mereka hanya bisa diam.

Hanya bisa menahan emosi yang sedikit saja disenggol langsung membludak.

Bukan karena takut, tapi lebih tepatnya tak bisa membantah apa yang diinginkan dari orang yang mereka sayangi.

"Kita sama, sama sama sayang adek lo! Tapi bedanya satu...."

Dean yang tahu arah pembicaraannya hanya acuh saja, membuat rega kesal.

"Denger elah!"

"Apa?"

Merasa dean sudah cukup memperhatikannya rega pun melanjutkan kalimatnya.

"Beda itu gue sayangnya nunjukin. kalo lo ditutupin, ada fake nya" kata rega sambil tersenyum.

Sedangkan dean merasa tersinggung dengan perkataan fake di akhir kalimat itu.

"Sampe kapan pura pura benci dia? Kesian capar gue nya" kata Rega sambil mengerucutkan bibirnya.

"Capar?"

"Calon pacar!" Ucapnya sambil terkekeh geli sendiri

Dan dean hanya mendelik malas. Bisa bisanya rega yang tadi serius tiba tiba langsung konyol dalam hitungan detik.

'Manusia aneh. Patut dicurigai' batin dean sambil melontarkan tatapan menyelidik pada Rega yang masih terkekeh.

Losing HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang