A/N: This’s one-shot request itsdhita. I hope you and everyone who read this, like it!
*
“Kita putus saja, Dhit.” Perkataannya barusan membuatku membeku ditempat. Rajutan kasih yang kami jalin selama setahun ini, berhenti sampai disini saja?
Padahal kemarin aku dan dia baik-baik saja. Tidak ada masalah apapun. Namun, kenapa sekarang tiba-tiba Ia meminta untuk mengakhiri hubungan ini? Sebelumnya tidak ada tanda-tanda yang membuatku curiga padanya jika dia tak mencintaiku lagi. Atau selama ini Ia pura-pura?
Aku tersenyum getir, “Baiklah jika itu maumu. Jika itu membuatmu bahagia, aku akan melakukannya. Selamat tinggal.” Kakiku perlahan melangkah mundur menjauh dari hadapannya.
Ia mengerutkan keningnya, “Dhi—“ Aku langsung berlari masuk kerumahku saat Ia hendak menyebut namaku. Ia berlari dibelakangku, aku tahu itu. Namun aku langsung membanting pintu rumahku dengan kencang dan menguncinya.
“Dhita! Buka pintunya, aku harus bilang sesuatu kepadamu. Ini penting.” Paksanya mengedor-ngedor pintu rumahku, memintaku agar membuka pintunya. Namun tentu saja hasilnya nihil, aku tidak akan membuka pintu ini.
“Dhita. Ada yang harus aku jelaskan. Tolonglah, buka pintunya.” Aku masih terduduk dipintu sembari menekuk kakiku dan memeluknya. Tak terasa isakan kecil mulai terdengar, air asin pertama jatuh dipipiku yang disebabkan olehnya.
Harry Styles, dia tidak pernah membuatku menangis sebelumnya. Ia masih ingat bahwa pernah bilang padaku, “Aku pastikan, kau tidak akan menangis karenaku. Karena aku akan menjaga matamu dari air asin menyedihkan itu.”
Namun apa nyatanya? Dia berbohong. Buktinya sekarang? Aku menangis karenanya.
“Buka pintunya, Dhit.” Sudah kesekian kalinya Harry mengucapkan kata-kata itu dengan suara lirih dan memohon. Saat aku mendengar suaranya, entah mengapa membuat hatiku lebih sakit dan membuat tangisku tak bisa berhenti. Membuat dadaku makin sesak dan kesulitan bernafas.
“Kau tidak mengerti, Dhita...” Tidak mengerti? Dia bilang Aku tidak mengerti? Aku tergelak mendengarnya. Siapa yang tak mengerti siapa, sekarang ini?!
Satu jam sudah berlalu.
Harry masih ada disisi lain dipintu dibelakangku ini. Aku masih bisa mendengar suaranya. Aku masih bergeming disini dengan sebuah tangisan yang diiringi isakan. Apa yang harus aku lakukan? Haruskah aku membuka pintunya? Tapi untuk apa? Cukup sudah. Aku tidak mau hatiku sakit lagi.
Suara petir membuatku tersentak kaget. Dan tak lama kemudian gerimis kecil mulai membasahi bumi, dan disusul dengan hujan lebat. Perasaan cemas dan resah langsung menyelimutiku.
Harry masih diluar. Diluar hujan. Pasti diluar Ia kedinginan.
Dilubuk hatiku yang paling dalam, aku ingin sekali membukakan pintu untuknya. Memeluknya agar menyalurkan kehangatanku. Dan mengajaknya masuk. Duduk berdua didepan perapian.
Tapi, apa?
Aku tidak bisa.
Itu hanya sebatas anganku saja.
“Baiklah, Dhita. Aku akan menunggumu sampai kau keluar. Walaupun hujan deras mengguyurku sekarang ini. Aku tidak akan beranjak sebelum kau keluar.” Teriakan Harry membuat hatiku mencelos. Aku merangkak mendekati jendela dan membuka tirainya sedikit. Melihat Harry yang berdiri dihalaman rumahku dengan hujan yang menguyur dirinya.
Harry... tolonglah... jangan mempersulit diriku.
“Dhita, aku serius.” Teriakan Harry terdengar begitu menyakitkan ditelingaku. Suaranya bergetar menahan tangis. Angin kencang menghembus membuat suasana diluar makin kacau. Sementara aku masih bergelut dengan pikiranku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Little Memories
Fanfiction[One-shot request. But, I close this request for a while.] Just an empty memories. Someday, they'll disappears.