Run. Wand at hand, ready.
Shoot!
Got it.
Rutinitas. Hampir setiap misi. Hampir setiap minggu. Harry tidak tahu mengapa ia masih melakukan hal ini, melakukan misi berbahaya dan mendorong tubuh dan pikirannya sampai batas yang sepertinya tak ada ujungnya. Pulang ke rumah dalam keadaan lelah dan mengantuk, dan sendirian.
Grimmauld Place, tempatnya ia tinggal, tempat peninggalan Sirius. Sendiri. Sudah begitu sejak dua tahun yang lalu, sejak ia memutuskan hubungannya dengan Ginny. Keluarga Weasley, terutama Ron, awalnya tidak menerima keputusannya. Tapi mereka akhirnya mengetahui bahwa Ginny, Ginny Weasley, satu-satunya adik perempuan merekalah yang sebenarnya membuat sang savior memutuskan hubungan mereka.
Yes, Ginny was cheating behind his back.
Maka dari itu, Harry memutuskannya langsung. Tapi, bahkan walau ia tahu Ginny bermain api di belakangnya, Harry tahu itu bukan seratus persen kesalahan si bungsu Weasley. Harry sudah tahu sejak lama kalau... ia tidak se-straight seperti yang terlihat. Ia tahu Ginny mengetahuinya, dan merasa sangat kesal karena Harry tahu ia tidak tertarik kepada Ginny secara seksual.
Yup, he's gay.
Tapi di Dunia Sihir, hal seperti itu tidak terlalu masalah. Straight, gay, semua di terima. Maka dari itu, Harry merasa heran dengan keadaan di dunia yang sudah ia ketahui sejak umur sebelas tahun itu. Di sini, prejudice tentang magical creature sangat keras, tapi kalau tentang sexual preference hal itu Harry menghela nafas. Bahkan, walau sudah empat tahun berakhir setelah perang dan mereka sudah merombak undang-undang yang ada di Kementrian, tapi tetap saja masih ada orang yang mengabaikan peraturan-peraturan itu.
Ia menghempaskan tubuhnya di sofa panjang, merebahkan punggungnya dan membiarkan kakinya beristirahat di lengan sofa sementara kedua lengannya berada di belakang kepalanya. Aneh. Sekian tahun sudah berlalu. Ia sudah terbiasa hidup sendirian, tapi entah mengapa masih aja ada yang terasa hilang.
Ketenangannya terpecah ketika terdengar suara orang memanggilnya dari ruang floo , dan Harry segera ke sana.
Seharusnya ia tidak terkejut ketika melihat satu-satunya anak perempuan keluarga Weasley muncul di sana. Well, hanya kepalanya sih.
"Harry?"
Harry memasang wajah datar dan dingin, baru membalas, "Ya?"
"Harry, please, tolong dengarkan-"
"Ginny." Harry memotong tajam, memicingkan wajahnya sementara ia bersender ke dinding di sebelah pintu. "Hubungan kita sudah benar-benar berakhir. Dua tahun yang lalu. Ingat, ketika kau tidur dengan pria lain?"
Bisa Harry lihat kalau wajah mantannya itu memerah, tapi karena malu atau marah ia tidak tahu. "Tapi Harry, kau tidak bisa begitu saja memutuskan hubungan denganku! Kita sempurna untuk satu sama lain-"
"Kalau menurutmu kita sempurna satu sama lain, coba jelaskan mengapa faktanya jauh dari itu, Ginny," potongnya lagi. Lelah, sungguh. Ini sudah yang ke tiga kalinya Ginny datang ke perapiannya, mengajaknya untuk kembali bersama setelah Harry mengetahui secara langsung kalau mantannya itu berselingkuh darinya. Dan menurutnya itu sudah cukup.
"Pergi Ginny, atau aku yang akan memaksamu pergi."
Kali ini wajah Ginny semerah rambutnya, dan Harry akhirnya menyadari kalau itu berasal dari amarah. 'Siapa dirinya untuk marah kalau ia sendiri yang berselingkuh?' batin Harry kesal. Ia memang tahu sebagian juga salahnya, ia sendiri yang terus bersama dengan Ginny padahal ia menolak untuk berhubungan lebih lanjut. Tapi bukan ia yang memohon untuk melanjutkan hubungan mereka yang entah sejak kapan Harry tahu tidak akan pernah bisa sampai akhir.
Dan lama kelamaan ia kesal dan marah dan capek karena perhatian yang Ginny curahkan
untuk dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Moment
أدب الهواةAuthor oleh ScarletSky153 Harry Potter berhasil menjadi Auror. Pergi berlibur setelah setahun lebih bekerja keras untuk melupakan hubungannya yang berakhir dengan Ginny, ia mengikuti kemana sihirnya menuntunnya... yaitu ke sebuah cafe dimana ia...