flashback: pertemuan pertama

293 11 3
                                    

*Stanley POV*

Pekerjaan ini membuatku hampir gila. Sebagai anak teknik sipil yang sekarang sedang tertarik di interior design, tentu sangat jauh melenceng. Pegawai bank!

Sungguh memuakan tiap hari berkutat dengan nominal, lalu tumpukan uang, membubuhkan tanda tangan, senyum manis dihadapan nasabah. Penampilan rapi, wangi, penuh basi-basi, aku tidak suka itu!!

Impianku jadi tukang banguan. Punya istri kalo bisa yang cantik, tidak dapat yang cantik, asalkan menarik, pasti aku terima. Tak perlu pinter masak apalagi bikin anak. Menempati rumah kecil yang pastinya hasil dari pemikiran dan kerja kerasku.

Suami bekerja, istri dirumah!
Aku inginkan istriku seperti itu. Memenuhi setiap kebutuhannya. Ya, SETIAP KEBUTUHAN! Termasuk kebutuhan 'ranjang'. Tuuuhh kaaann.....

Otakku kalo sudah menghayalkan masa depan, selalu saja begitu.

Selesai makan siang, aku kembali ke mejaku. Tentu saja dengan berat. Tapi tetap sambil tersenyum, menutupi kebosanan.

Sesaat sebelum duduk, aku sempatkan menekan tombol kecil disamping meja, agar nomer antrian berikutnya segera datang. Aku ingin semuanya cepat selesai. Sore ini bisa pulang tanpa iringan gerimis. Belakangan, hujan selalu datang menjelang jam pulang.

Berikutnya.....

Berikutnya.....

Berikutnya.....

Lebih dari 10 nasabah yang aku layani dimeja customers service, sepanjang siang sampai sore. Nasabah terakhir adalah seorang ibu-ibu dari pulau sebrang yang berniat membuka tabungan haji. Penampilannya menunjukan kalo dia orang yang sangat berada, namun dari segi etika, sepertinya tidak seimbang dengan kekayaannya.

Tidak. Rupanya itu bukan nasabah terakhir hari ini. Tepat ketika aku akan beranjak, seorang perempuan datang dan berjalan ke mejaku.

"Maaf, udah mau tutup ya?" Dia bertanya sopan.

Seperti biasa, aku memasang senyum lalu berdiri menyambutnya, yang tentu saja dengan penuh gerutu dalam hati.

"Tidak. Silahkan duduk," ucapku sambil sedikit membungkuk. Seperti biasa pula aku harus berbasa-basi busuk menyebut nama lalu menanyakan hal apa yang bisa kubantu. Ciihh....sungguh membosankan! Atau ada kata lain yang lebih tepat untuk pengganti kata bosan?

"Renata!" Dia tersenyum sambil memperkenalkan diri. Membalas perkenalanku yang memang sudah menjadi aturan formalitas.

Ya Tuhaaann......

Senyum itu. Aku terkesima melihatnya. Terutama saat jemarinya mengarahkan rambut ikal panjangnya kebelakang. Begitu seksi pemandangan itu tertangkap mataku.

Aku seperti melihat surga dimatanya. Teduh, nyaman, aku ingin berada disana. Aku ingin menyebutnya....istriku!

Renata. Jelas aku langsung mengingat namanya. Padahal, tidak semua nasabah yang memperkenalkan diri bisa langsung kuingat.

Bohong kalo aku bilang dia perempuan tercantik yang pernah aku lihat. Yang jelas, dimataku dia perempuan paling menarik!!

Wajahnya biasa aja. Sebiasa pakaian yang dia kenakan. Kemeja coklat muda bergaris tipis-tipis coklat tua. Rok hitam sedikit dibawah lutut yang pasti ada belahan dibelakang. Dilihat dari cara dia berjalan tadi, yang memang tanpa kesulitan saat melangkah dengan lebar.

Tak banyak aksesoris yang dia kenakan. Hanya jam tangan stainless yang bertuliskan brand dari Amerika, dan sepertinya itu barang ori. Oh iya, kemejanya meski tak mahal, tapi aku yakin itu barang mall. Sempat kuingat ketika Winda, teman kerjaku menanyakan pendapatku tentang kemeja yang sama persis seperti yang dia pake. Pas kita lagi iseng rame-rame ke mall sepulang kerja, cuma untuk nyari barang diskonan. Tegas aku bilang ke Winda, "biasa aja!" Dan karna komentarku itu, dia ga jadi beli.

STANLEY CINTA RENATATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang