" Kalau seandainya kamu mau berubah aku tak akan mengakhiri ini semua. "
Hatiku hancur, air mataku tak bisa lagi tertahankan. Aku menangisi tindakan yang ku lakukan. Aku memutuskan Gino karena aku sudah lelah bertengkar denganya terus-terusan. Padahal kalau boleh jujur aku masih sangat mencintainya tapi, aku tau akhir-akhir ini Gino sering sekali menyalahkanku akibat hal-hal kecil dan itu berarti dia sudah mulai bosan dengan hubungan ini dan ingin mengakhirinya tapi, dia tak mau memulainya duluan.
Aku termasuk orang yang tak sabaran sehinga dengan yakinya aku lah yang memutuskanya duluan." Sepertinya kita sudah gak cocok lagi sekarang, aku tahu sebenarnya kamu sudah mulai bosan dengan ku atau dengan hubungan ini iya kan? Tapi kamu tak usah susah payah menjawab pertanyaan ku. Gino, mulai sekarang kita jadi teman saja sama seperti dulu saat kita baru kenal. Makasih kamu udah mau jadi orang spesial di hidupku. Aku minta maaf kalau seumpama selama ini aku punya salah " Ucapku ketika aku duduk berdua dengan nya di bangku pojok taman belakang sekolah.
" Kalau itu memang menurutmu yang terbaik. Aku akan terima itu Nin. Aku juga minta maaf kalau selama ini aku ada salah sama kamu. Terimakasih kamu sudah mau jadi orang spesial ku juga. " jawab Gino seperti tanpa rasa bersalah dan langsung pergi ke dari taman
Seminggu setelah aku putus dengan Gino. Sifat dia semakin berubah terhadapku. Gino seperti tak lagi mengenalku. Aku seperti orang asing dimatanya. Di ruang kelas, di bangku paling depan pojok kanan yang penuh dengan bahan ombrolan dan cadaan ku bersama Gino, sekarang tak ada lagi. Sejujurnya yang ku inginkan tak seperti ini, walau kita tak berpacaran lagi, aku sangat berharap bisa berteman baik dengan Gino sepeti dulu lagi Ya Tuhan.
Hari ini, Guru geografi membentuk kelompok belajar. Oh Tuhan! Hal yang mustahil menurutku terwujud sekarang. Aku bisa satu kelompok belajar dengan Gino. Hatiku pikirku bertanya-tanya bagaimana bisa Gino mau satu kelompok belajar denganku padahal guru geografi sudah memberi kesempatan kepada semua siswa jika ingin berpindah kelompok belajar. Tapi Gino, dia tetap memilih satu kelompok denganku. Thank's God!
Aku sudah lama tak berbincang dengan Gino tapi, dalam satu kelompok belajar mustahil kalau aku tidak mengobrol denganya kan? Aku tak mau mendapat nilai merah hanya gara-gara itu. Dengan mengumpulkan keberanian dan tetap saja aku tak tahu kenapa Gino tak pernah mau lagi bicara denganku, aku memulai obrolan dengannya.
"Gin, sudah kamu pindah ke laptop gambar flora-fauna nya?" tanya ku berusaha menyembunyikan jika ada masalah padahal sebelum ku sembunyikan pun semua teman ku sudah tau kalau hubunganku dengan Gino menjadi buruk setelah putus.
Gino hanya membalas pertanyaanku dengan menganggukan kepala. Oh Tuhan sedikitpun dia tak mengeluarkan satu huruf pun dari mulutnya.
"Oiya Gin, kenapa ya kelompok nya cuma ada dua anggota, kan kalo rame-rame lebih cepat selesai tugasnya ya?"
"Terserah gurunya lah, mau berapa anggota." Balasnya ketus
"Iya juga ya, yaudah biar gak sepi gini kamu jangan diem aja Gin, ngomong apa kek." jawabku berusaha tetap sok asik
"Males. Gue ke kantin dulu!" sambil berdiri dari bangku dan dengan santainya dia langsung pergi
Seakan hati ini ingin membalasnya
"kamu itu kenapa sih Gino, kenapa hubungan kita gak bisa kayak dulu lagi, walaupun gak pacaran kita masih bisa berteman Gino!" Tapi mulutku seperti tak punya kekuatan untuk mengeluarkan semua kata-kata itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Won't Stop It, Amore
Teen Fiction"Teriaklah. Keluarkan semua yang kau simpan dalam diam selama ini. Hati dan mulutmu sudah tak mampu menyimpanya lagi, terlalu lama. Terlalu dalam dan sakit." Aku tidak akan memaksamu lagi, tapi tolong jangan paksa aku untuk menghentikan semua ini...