Ada seseorang yang kutahu.
Dia dekat, tapi tak pernah kukenali dengan baik. Dia baik, tapi tidak pernah benar-benar baik. Dia salah, tapi tidak sepenuhnya selalu salah.
Aku tidak tahu bagaimana dan seperti apa orang lain melihatnya. Entah dia setia atau tidak pernah ada, yang kutahu dia kini begitu pandai menyimpan rahasia. Lidahnya lihai merangkai dusta. Mimiknya teguh menipu lawan bicara. Tatapnya tajam menutup fakta.
Dia bukan seseorang yang begitu penting dalam hidupku. Mengingat hubungan kami sebatas ini dan itu dengan banyak lika-liku. Dia juga tak banyak memengaruhi keseharianku. Mengingat kami jarang bertemu karena dia benci basa-basi dengan orang sepertiku.
Tapi ada satu hal.
Yang setengah mati membuatku kesal. Sampai rasanya aku ingin menguak semua palsu-palsu yang membuatnya tiap malam tertawa puas, terlelap nyenyak, membayangkan esok yang indah dengan kebohongan baru yang kini menjadi canduㅡmau tak mau.
Setengah mati.
Ingin sekali-sekali aku melihatnya menangis tersedu. Atau setidak-tidaknya tertunduk malu. Karena semua kebohongan itu. Karena semua dusta dari bibirnya itu. Telah membuat sepasang mata indah menjadi sayu. Lantaran air mata yang tak kering merapal doa. Di tiap salat malamnya. Untuk seseorang. Yang selalu, terus, dan masih tetap melukai. Dengan lidahnya.
YOU ARE READING
Segara Air Mata Ibunda
PoetrySetengah mati. Ingin sekali-sekali aku melihatnya tertunduk malu. Saat dunia tahu.... Ia hanyalah penipu.