4. Pelakunya

8 1 0
                                    

Sebelumnya

"Jadi kau suka Defan kan?" Goda Valerie

"Oh aku--" entah kenapa Nelisa berkata terbata-bata kali ini "aku... aku--"

"Aku apa?!"

"Aku hanya merasa membutuhkannya" tegas Nelisa dengan penuh kejujuran.

****

Nelisa.

"Defan mana sih?! Katanya mau nganterin gue ke ruang wakepsek!" Gerutuku ketika menunggu Defan yang tak kunjung datang.

"Maaf sudah membuatmu menunggu" suara itu, Defan, tiba-tiba saja terdengar. Kuharap ia tak mendengar apa yang sudah aku keluhkan.

"Oh, tak apa" ucapku berbohong. Ya sebenearnya aku sudah sangat kesal padanya, siapa sih yang tidak kesal ketika menunggu orang sendirian.

***

Kini aku sudah berada di ruang wakil kepala sekolah, Defan turut masuk menemaniku.

Seulas senyum terukir di wajah seorang wanita paruh baya yang menyambutku masuk, ia wakil kepela sekolahku. Jantungku mulai berdegub lebih kencang, aku khwatir ini adalah masalah serius dan akan dilaporkan pada orang tuaku, kalau hal itu terjadi, aku bisa-bisa akan segera pindah sekolah ketika semester pertama berakhir. Kalau begitu niatku pada Refan mungkin tak akan tergapai.

"Selamat siang" sambutnya "silahkan duduk"

Aku pun menuruti perintahnya lalu menyunggingkan senyum sebatas formalitas. "Selamat siang" jawabku

"Kenalkan namaku Lin Hera. Kau bisa memanggilku Mrs. Hera" matanya menatapku dengan santai tapi terasa mengintimidasi, orang macam apa yang ada dihadapanku ini. "Sepertinya kau tidak suka mendengar basa-basi, kalau begitu aku akan langsung memberitahumu. Kuharap kau bisa memelankan detak jantungmu" lanjut Hera.

Mendengar kata-katanya yang paham betul perasaanku saat ini, aku segara mensuges diriku bahwa semuanya akan baik-baik saja agar aku bisa sedikit lebih tenang.

"Sebelumnya aku meminta maaf atas kejadian yang menimpamu tadi pagi. Dan alasanmu dipanggil kali ini adalah untuk menemui siapa pelakunya dan memutuskan pilihan hukuman. Ini benar-benar kasus pertama, ditambah kau juga berasal dari luar kota, maka pihak sekolah merasa sangat malu atas kejadian ini, oleh karena itu, kepala sekolah memberimu kewenangan ini"

Jadi aku ke sini untuk bertemu siapa yang telah melempariku bola. "Aku tidak sabar melihatnya" ucapku lurus.

"Masuklah" Hera melirik ke arah pintu kedua di ruangannya.

Aku melihat seseorang dengan wajah kaku, benar-benar menampakkan sifatnya yang dingin. Ia berjalan lurus dan berlagak congkak.

"Ja... ja.. jadi dia orangnya?" Tanyaku pada Hera dengan tetap menatap wajah anak laki-laki itu. Tapi anak itu tidak nelirikku walau sekilas. Wajahnya bagaikan ia tidak merasa bersalah.

"Memang dia orangnya, sekarang aku memberimu pilihan hukuman padanya. Pertama kerja bakti pada sekolah selama 4 bulan penuh, kedua skors selama 1 bulan, atau ketiga menurunkan semua nilainya di semester ini dan tidak menghapus catatan perbuatan buruknya ketika ia lulus nanti?"

Apa? Ketiga pilihan itu seperti benar-benar berat. Harus kah aku memilihnya? Aku tidak bisa melakukannya.

"Adakah yang lebih ringan?"

"Kau tidak salah bicarakan?"

Aku menggeleng.

"Tentukan saja semaumu, Mrs. Hera" tukas anak laki-laki itu yang terlihat tak sabar menunggu.

"Baiklah, skors satu bulan, kau setuju?" Hera melirikku.

"Tidak, tidak, aku lebih setuju jika ia kerja bakti tapi satu bulan saja. Aku tidak apa-apa" pintaku

"Tidak bisa, itu terlalu ringan. Ia dan lainnya harus dibuat jera"

"Baiklah aku setuju dengan skors satu bulannya" jawab anak laki-laki itu

"Diamlah, biarkan Nelisa yang putuskan" sahut Defan

"Kumohon Mrs. Hera, kerja bakti selama satu bulan atau kurang juga sudah cukup untuknya. Lagipula kepalaku baik-baik saja" aku semakin memohon

"Apa maumu?! Biarkan Mrs. Hera yang putuskan!" Hentak lelaki itu padaku

"Refan..." aku menatapnya tak percaya

Hera dan Defan kini menatapku ketika aku menyebut nama anak itu, ia Refan. Refan yang kucari, dan kini aku bertemu dengannya dalam situasi seperti ini.

"Mrs. Hera aku mohon agar segera menentukan hukuman untukku. Bahkan jika ingin memindahkanku dari sekolah ini juga bukan masalah" Refan berkata dengan penuh kekesalan.

"Baiklah, kalau begitu--"

"Mrs Hera!" Aku menghentaknya demi Refan.

Maksudku aku tidak mau harapanku gagal, aku ke sini demi dia, maka aku tidak mau melepaskannya. Aku tidak bisa membencinya.

"Diamlah, biar aku putuskan" ujar Mrs. Hera menatapku mengintimidasi

"Kumohon Mrs. Hera"

***

Segini aja part kali ini ya...

Don't forget to give vomment and see ya! :)

TeardropsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang