Your Letter

14 3 0
                                    

Gua nulis ini sambil denger lagu diatas. Coba deh search terjemahan liriknya. Keren loh.



Alvin's POV


Seminggu kemudian...

"Satu minggu setelah operasi. Perkembangan hasil operasinya baik sekali. Setelah rehabilitasi, akan bisa sembuh total. Kau akan bisa bermain baseball lagi." Kata dokter kepadaku. Aku sangat senang.

"Syukurlah operasinya berhasil...! Ah, mama lega sekali." Kata mama dengan bahagia.

"Lia, aku harus memberitahunya." Setelah mengatakan itu aku langsung bergegas pergi ke ruangan khusus anak-anak yang biasa menjadi tempat Lia melihatnya latihan.


"Kak Lia?" Kata Niko.

"Kak Lia sudah keluar dari sini. Suster bilang begitu" lanjut Rika.

Aku terheran mendengarnya. "Kenapa dia tidak memberitahuku? Apa dia bersekolah di sekolah yang sama denganku.."

"Permisi..." kata salah seorang suster yang lewat. "Apa kamu Alvin?" tanya suster itu. Aku menganggukkan kepalaku.

Suster itu segera mengajakku menuju ke kamar bernomor 302. Kamar itu kosong dan tertata rapi. Sepertinya tidak ada yang menempati tempat itu.

"Ini dulunya kamar Lia. Lia.. sudah meninggal satu minggu yang lalu."

Aku membelalakkan mataku tidak percaya.

Lia meninggal?

Seminggu lalu?

Pada hari operasiku.

"Eh...? Tapi... Anak-anak itu bilang dia sudah keluar rumah sakit."

"Kami diminta mengatakan seperti itu oleh Lia supaya anak-anak itu tidak sedih. Kamudian bila sesuatu terjadi, dia ingin surat ini diserahkan pada laki-laki yang bernama Alvin..." setelah menyerahkan surat itu kepadaku, suster itu langsung pergi.

Aku pun langsung membuka surat itu.


Untuk Alvin.

Maaf, tiba-tiba aku menulis surat padamu seperti ini. Pasti kau terkejut.

Maaf, ya.

Aku terlahir dengan jantung yang lemah. Walaupun sejak kecil aku sudah dioperasi berulang kali, tapi aku diberitahu bahwa aku tidak akan hidup sampai usia 15 tahun.

Aku juga selalu diopname. Aku selalu marah dan menangis.

Tapi, aku menemukanmu di lapangan pada musim panas tahun ini. Kamu yang berusaha begitu keras sampai terlihat begitu berkilauan. Aku mendapat semangat yang begitu besar darimu.

Sejak hari itu, aku selalu menantikan datangnya hari esok. Bisa bertemu dan bicara denganmu, bahkan bermain baseball bersama. Walaupun hanya sebentar, tapi aku sangat bahagia sekali. Saat itu juga persaan sukaku kepadamu meluap begitu saja.

Maaf, aku mencium pipimu. Kamu boleh marah atau dendam kepadaku. Maaf ya.. Lalu.. (ehem!) kembali ketopik.

Kata terima kasih pun tidak cukup untuk mengungkapkannya. Makanya..

Aku berdoa untukmu. Aku akan memberikan hari esokku padamu.

Lia.

"Suara itu.. Ternyata bukan mimpi. Kau tahu, aku bahkan tidak keberatan. Jika saat itu aku bangun aku pasti kan memintamu agar tidak pergi dari sisiku.. selamanya.. karena.. aku menyukaimu.. sangat.."

Setetes airmata mulai jatuh ke kertas yang kupegang. Aku berusaha menahan tangisanku tetapi aku tidak dapat menahannya. Satu persatu kenangan yang kulalui bersama Lia mulai terlintas dipikiranku. Jika Lia melihatnya sekarang Lia pasti akan mengatakan dia cengeng.

Ajy seperti merasa Lia kembali memberikan semangat kepadanya.

Aku berbalik.

Aku seperti melihat Lia tersenyum kepadaku.

Lia berkata sesuatu.

"Aku akan selalu bersamamu. Jadi, tersenyumlah." Setelah mengatakan itu, aku berusaha tersenyum. Setelah itu dia menghilang seperti cahaya.



3 tahun kemudian...

Aku kembali menjadi ace di klub baseball SMA ku. Klubku masuk sampai ke pertandingan nasional. Sudah banyak yang berubah. Meskipun begitu, setiap kali aku menutup mata aku selalu merasakan Lia berada disampingku. Aku kembali menatap kedepan menuju cahaya. Sampai waktunya untuk bertemu Lia, aku akan terus berjuang. Terima kasih, Lia Evangeline.


Tomorrow For YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang