"Aku, sudah pasti akan meninggalkannya." Tegasku tanpa ragu.
Sementara Thorn hanya menatapku. Seakan tengah menelaah apa yang baru saja kuucapkan.
"Apa aku salah?" Tanyaku.
Thorn berdehem seraya menggeser kursinya. "Tidak Layla, kau benar. Terlalu benar." Ucapnya singkat dan berbalik memunggungiku.
Aku hanya bisa mengedikkan bahu. Lagipula, aku belum pernah jatuh cinta.
Yeah, setidaknya- aku tidak mungkin jatuh cinta dengan tua bangka itu bukan.
"Oh-" Selembar foto tiba-tiba terjatuh dari salah satu buku yang kupegang. "Siapa pria ini?"
Thorn menoleh sejenak. Kedua alisnya bertaut seakan tengah mempertajam penglihatannya. "Shit!"
Hanya dalam hitungan detik foto itu sudah ada di dalam genggaman Thorn. "Darimana kau temukan foto ini?" Tanyanya dengan setengah penekanan.
"Da-dari dalam buku." Aku menjawab singkat. Ngeri melihat ekspresi dingin Thorn.
Thorn buru-buru memasukkan foto itu ke dalam sakunya kemudian kembali menghampiriku.
Dengan setengah memaksa mencengkeram rahangku. "Apa kau sudah melihat foto itu?"
Glek.
Aku bahkan bisa mendengar suara air liurku yang kutelan dengan paksa.
Apa yang harus kujawab...
"Katakan, Layla." Thorn mengulangi.
"Ma-maafkan aku, foto itu tiba-tiba terjatuh dari salah satu buku dan aku memungutnya karena kupikir-" aku berusaha keras untuk tidak menatap mata pria itu. "Memangnya foto siapa itu? Bukankah itu hanya foto biasa. Kulihat ada kau dan seorang pria lain yang wajahnya-"
Thorn menutup mulutku dengan tangan besarnya sementara pandangannya teralih ke belakangku. "Arnera, apa yang membawamu kesini?"
Aku melihat sedikit sosok Arnera dari sudut mataku.
"Tuan, maaf jika aku mengganggu anda. Tetapi Nyonya dan adik anda tiba-tiba datang." Ujar wanita tua itu.
Ada sedikit perubahan ekspresi pada wajah Thorn. "Pergilah." Selanjutnya hanya satu kata itu yang ia ucapkan.
Arnera sedikit menundukkan kepalanya dan pergi.
Sementara aku, syukurlah. Thorn sudah benar-benar melepaskan cengkeramannya.
"Dengar aku Layla. Katakan kepada mereka kalau kau adalah isteriku dan lupakan soal foto yang baru saja kau lihat," ujar Thorn menjelaskan. "Apa kau mengerti?"
Tidak, aku tidak mengerti.
"Ya, aku mengerti." Jawabanku jelas bertentangan dengan apa yang kupikirkan.
Raut wajah Thorn kembali tanpa ekspresi. "Ikut aku." Perintahnya.
Kemudian aku hanya bisa mengangguk dan mengikuti langkahnya.
Mengekor seperti seorang pelayan baru yang belum mengerti apa yang harus dikerjakan.
***
Dua menit kemudian.
Hidungku nyaris patah saat membentur punggung Thorn yang secara tiba-tiba menghentikan langkahnya.
Ia terdiam di hadapanku. Termangu sejenak tanpa melepaskan pandangan dari dua orang wanita cantik yang berdiri di bawah tangga.
"THORN-" wanita bertubuh jangkung dengan wajah yang teramat tirus berteriak ketika melihatnya.
Herannya. Tidak ada ekspresi apapun yang ditunjukkan Thorn. Benar-benar aneh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Thorn Mc Adams
RomanceCinta kami dipertemukan dalam keadaan tidak terduga. Dia, yang bernama Thorn Mc Adams. Adalah bangsawan tampan yang memberikan penawaran dengan harga tertinggi. Penawaran yang akan membawaku ke dalam jeratnya. Terperangkap di dalam permainannya. Dia...