Tahun ini, aku memasuki umur delapan belas. Tepatnya tanggal 20 Juni lalu. Kalian tahu apa artinya umur delapan belas? Yup, kita memasuki gerbang kedewasaan. Ew,, menyenangkan sekali kalau hanya sekedar ‘memasuki gerbang kedewasaan’. Karena bagiku, umur delapan belas berarti petaka. Kenapa aku bilang begitu? Ini karena aturan bodoh kerajaan yang mengharuskan aku menikah begitu aku sudah menginjak umur delapan belas.
Ya, benar. Aku seorang putri. Di kerajaan Plenamory. Dan parahnya, aku anak tunggal. Jadi,,, siapapun yang akan menjadi suamiku nanti akan menjadi raja. Maka dari itulah. Ayah dan ibuku –yang berarti raja dan ratu- tidak mengijinkanku memilih sembarang orang untuk menjadi suamiku.
Dan yang paling parah dari semua situasi ini, mereka menjodohkanku dengan salah satu pangeran dari kerajaan tetangga yang bahkan belum pernah sekalipun aku temui. Hello.... Ini 2013, kenapa mereka masih berpikiran sempit dan seenaknya menjodohkanku seperti itu? Perasaan sekarang sudah nggak tren ya, jodoh jodohan semacam ini. Apa mereka pikir aku akhirnya akan jatuh cinta pada pangeran ini? Huh, atau seperti di novel-novel itu, walaupun kami awalnya saling benci lalu pada akhirnya saling jatuh cinta? Uh!! No way. Aku bukan gadis plin-plan semacam itu. Kalau dari awal tidak! Itu artinya tidak sampai kapanpun.
Apalagi menurut kabar yang kudengar, pangeran ini sangat lembut dan berwibawa. Well, harusnya itu tipe idaman kan? Tapi tidak bagiku. Aku lebih suka cowok yang sedikit... Bad boy?
Ya... ya aku tahu. Tidak pantas seorang putri sepertiku mengharapkan semua itu. Tapi, ini soal selera. Lagipula, sekali-kali kerajaan juga butuh variasi. Tidak melulu kaku dan harus sesuai aturan. Membosankan rasanya setiap hari harus menjaga perilaku, selalu di tuntut untuk menjadi sempurna. Padahal, tak ada manusia yang sempurna kan?
“Princess Emily, sudah saatnya turun kebawah. Para tamu sudah menunggu.” Suara salah seorang dayang istana membuyarkan lamunanku. Jangan berpikir dayang di kerajaanku memakai pakaian aneh ala eropa kuno ya. Sekarang sudah jaman modern. Istana juga mengikuti perkembangan jaman. Para dayang kami memakai blouse dan rok selutut yang menjadi seragam mereka. Rapi dan mudah untuk bergerak.
“Iya sebentar lagi.” Aku langsung bakit dari dudukku dan mematut diri di depan cermin sekali lagi. Memastikan gaun dan riasanku sempurna. Seperti yang kukatakan tadi, aku selalu dituntut untuk memperlihatkan kesempurnaan.
Setelah yakin dengan penampilanku. Aku mulai melangkah keluar kamar menuju ruang keluarga di lantai bawah. Jangan berpikir ruang keluarga disini hanya ruangan kecil penuh kehangatan tempat berkumpul menonton tv bersama. Oh, ini istana, tentu saja berbeda. Ruang keluarga di istana kami tentu saja luas, dengan kursi-kursi besar ditengah ruangan yang bisa menampung,,, paling tidak dua puluh orang. Di dinding banyak tergantung lukisan – lukisan karya seniman terkenal yang tentu saja.. mahal!
Begitu aku sampai di ruang keluarga, ibu langsung berdiri menyambutku dan mengajakku ke tengah ruangan, ke depan semua orang yang sedang berkumpul. Ada 6 orang yang berada di ruangan ini, menjadi tujuh dengan kehadiranku. Semuanya tidak kukenal kecuali ayah dan ibuku.
“Nah, ini putri kami Emily.” Ibu memperkenalkanku. “Bagaimana Earl, apa kamu menyukainya?” Tanya ibu pada... siapa Earl? Empat orang tamu itu memandangku dengan seksama. Menilaiku dari atas sampai bawah. Aku sendiri juga melakukan hal yang sama pada mereka.
Empat orang itu duduk dengan sopan dan ‘benar’, aku yakin paling tidak mereka keluarga bangsawan. Kenapa aku bisa seyakin itu? Kalian pasti pernah dengar tentang kelas kepribadian kan? Ya, kami para bangsawan dan keluarga kerajaan diwajibkan mengikuti kelas semacam itu yang bahkan mengajarkan bagaimana kita harus duduk ataupun hanya sekedar tersedak. Semuanya harus anggun dan sempurna!
KAMU SEDANG MEMBACA
Prince Academy
Novela JuvenilAku princess Emily, seorang putri dari kerajaan plenamory seperti cerita di novel-novel itu, AKU DIJODOHKAN!!! Tapi kisahku tak akan menjadi se klise novel-novel teenlit Karena pangeran yang di jodohkan denganku justru membantuku untuk menemukan cal...