Seattle, 08:47 A.M
"I'm late...I'm late...I'm late...", desis seorang wanita yang berambut ash brown panjang sembari melangkahkan kakinya cepat menyusuri jalan kota yang nampak basah karena hujan kemarin malam. Langkahnya makin tergesa gesa tatkala ia mengingat resiko apa yang harus ia hadapi jika ia benar benar harus memasuki kantor besar itu melewati jadwal yang ditentukan.
"Oh dear, seharusnya aku tidak menuruti ajakan Cassie kemarin malam.", sesal wanita itu lagi mengingat apa yang dilakukannya beberapa jam sebelumnya di bar yang terletak agak jauh dari tempat tinggalnya.
"Ayolah, masih ada cukup waktu untuk aku sampai ke kantor menyebalkan itu.", batinnya lagi saat jam telah menunjukkan pukul 08:51 pagi. Langkah kakinya kini sudah berubah menjadi larian dan lompatan lompatan kecil yang mengisi tepi jalan kota zamrud ini, membuat rambutnya berkibar tertiup angin dingin yang sesekali membawa rintik kecil air hujan.
Tujuh menit.....
Lima menit....
Dua menit...
"Gotcha!!", pekik wanita itu saat akhirnya ia menempelkan ID Card yang sedari tadi menggantung dilehernya ke scanner machine menyebalkan dihadapannya.
08:59 A.M , Hazel Genevieve.
"Thanks God.", batinnya lagi seraya melangkahkan kaki memasuki ruang kerjanya. Tembok tembok yang bercat putih segera menyambut pandangan Hazel saat ia menutup pintu dibelakangnya.
Helaan nafas kembali terdengar saat dilihatnya setumpuk dokumen yang tampaknya telah menunggu untuk diselesaikan sesegera mungkin.
Meja kantornya begitu berantakan, sejumlah sticky notes terlihat menempel di sisi sisi layar monitor PC berwarna hitam, list client yang entah dimana ujungnya, serta catatan kecil yang kini terlihat memenuhi whiteboard di salah satu dinding.16 April.
Kedua iris berwarna cokelat gelap itu kini terpaku pada kalender kecil di sudut meja kerja yang terbuat dari mahoni. Dalam sekejap, nada panik mulai terdengar mengisi ruangan yang tak terlalu luas saat wanita itu membaca tulisan dengan tinta merah tebal di kalender.
"DEADLINE?! HARI INI?! Ya Tuhan, matilah aku.", gerutu Hazel sambil menyampirkan mantel berwarna warm peach nya diatas kursi secara asal.
"Ayolah Hazel, you're halfway done! Seharusnya aku bisa menyelesaikan ini dalam waktu seyengah hari."
Tangan wanita berkulit agak pucat itu sekarang sibuk memilah milah dokumen dimejanya, mencoba menyelesaikan omong kosong ini secepat mungkin. Tak lama berselang, layar komputer sudah menampilkan tampilan dekstop dengan background abu abu berhiaskan logo AccountAble, perusahaan dimana ia bekerja.
"Okay, dimana aku meletakkan berkas berkas...uumm, apa nama perusahaan itu? Azkama? Makaza? AZKABAN?", dengusan kesal kembali dilontarkan Hazel saat otaknya memutuskan untuk tidak berkerjasama di saat genting seperti ini.
"ASMAZA!!", Hazel menarik keluar satu buah ordner yang penuh berisi file dan dokumen dokumen aneh itu.
Dengan satu gerakan cepat, ditelusurinya seluruh informasi yang tertera, cukup untuk membuat kepala seseorang terasa berputar putar."Okay, hanya tinggal menyelesaikan Test Pengujian Saldo and we're done.", ucapnya lega saat diketahuinya bahwa hampir seluruh tanggung jawabnya akan selesai.
Hazel sedikit merapikan rambutnya, membuat satu ikatan ponytail sederhana, dan kini mengalihkan perhatiannya pada deretan angka pada screen PC yang sudah menjadi rekan kerjanya selama beberapa tahun belakangan.
Kesepuluh jarinya kini tampak sibuk menekan tombol tombol angka di keyboard, membuat ruangan itu terisi dengan suara ketukan yang berirama. Sesekali nada pemberitahuan incoming emails juga mengisi udara di ruangan itu.
Waktu berjalan begitu saja saat bunyi telepon di meja kerjanya memecah keheningan. Dengan sigap,tangan wanita itu meraihnya dengan segera.
"Hazel Genevieve?"
"Yaa..Yaa.. Mrs. Allison, ada apa?", ucap Hazel tanpa basa basi.
"Kau masih belum belajar cara menyapa orang lain huh?", jawab suara diseberang telepon.
"Sapaan? Ayolah Allie, kau itu pengecualian.", sahut Hazel tak peduli.
"Geez, baiklah, straight to the point. Mana...Laporan...Pengujian...Saldo...AZMASA?", timpal Allison dengan penekanan di setiap kata terakhir.
"Lima belas menit, Allie. Aku hanya tinggal merapikan sedikit laporan menyebalkan ini dan kau akan segera mendapatkannya nanti.", jari jari Hazel masih sibuk bergerak diatas keyboard, berusaha untuk tidak membuang waktu sedikitpun.
"Lima belas menit, Haz. Tidak lebih. Aku tak mau mendengar Mr. Felton mengoceh pagi ini. Telingaku sudah cukup sakit."
"Roger that.", ucap Hazel sambil meletakkan kembali gagang teleponnya.
Seperti biasanya, Hazel tak membuang buang waktu. Laporan ini sudah membuatnya muak dan ia ingin supaya seluruh dokumen ini sesegera mungkin menyingkir dari pandangan.
Ruangan itu kembali sepi, menandakan bahwa wanita itu sedang begitu sibuk dengan pekerjaannya, mengabaikan semua hal yang terjadi disekitar.
"Baiklah, sent.", suara click dari mouse di meja itu diikuti dengan helaan nafas lega. Hazel meyandarkan punggungnya di kursi yang cukup nyaman itu, otot tubuhnya terasa begitu kaku dan tak nyaman. Namun semua itu diacuhkannya saat ia mengingat bahwa laporan menyebalkan itu sudah bukan menjadi tanggung jawabnya lagi.
"Empat belas menit? Wow.", Hazel melirik jam tangannya menyadari bahwa ia telah menyelesaikan semuanya tepat waktu.
11:56 A.M
Sudah hampir tiga jam ia berkutat dengan laporan tadi, ia bersyukur karena ia telah mengorbankan waktu istirahatnya beberapa hari kemarin hanya untuk mengerjakan laporan tadi.
Masih ada satu jam sebelum waktu lunch, dan dengan selesainya laporan tadi tepat waktu, itu berarti tak ada pekerjaan yang harus dikerjakannya untuk beberapa jam kedepan.I'm gonna be the love that's gonna last
And be the one that got your back...Ain't nothing ever that bad that we won't be together
And though we both made our mistakes
And some we never wish we made...But we'll be okay if we just stay together...
Lantunan lagu mulai terdengar dari speaker berwarna hitam dengan ukiran Dr.Beat diatasnya. Berada sendirian di ruangan ini cukup membuatnya bosan, namun tampaknya itu jauh lebih baik dibandingkan jika ia harus menghadapi staff lain yang begitu berisik diluar sana.
Tak lama kemudian, telepon di meja itu kembali berbunyi, mengejutkan wanita yang saat ini sedang tenggelam dalam lamunannya.
"Haz?"
"Allie, aku sudah mengirimkan dokumen itu tadi. Ada apa?", timpal Hazel dengan nada sedikit menggerutu.
"Hei, aku tak menanyakan soal dokumen, anak pemarah. Aku baru mau mengajakmu makan siang."
"Lunch? Kita masih punya banyak waktu sebelum jam makan siang, Al.", Hazel menghela nafas untuk entah yang keberapa kalinya.
"Hazel Genevieve, aku tak tahu bagaimana cara otakmu bekerja tapi jika kau masih berkerja disini, maka seharusnya penglihatanmu masih baik dan jika kau memahami konsep yang disebut waktu , atau mungkin kau mengetahui suatu penemuan luar biasa yang bernama jam, semestinya kau sadar bahwa ini sudah jam satu siang.", celoteh Allison dengan nada gemas.
"Eh? Sudah Lunch Time? Kau serius?", ujar Hazel tak percaya sambil kemudian melirik kearah jam.
"Haz, entah apa yang sedang kau lakukan sekarang, tapi aku akan ada di The Krisps'. Aku kelaparan.", ucap Allison dari seberang telepon yang diikuti dengan suara nada telepon yang telah diakhiri.
Menyadari hal itu, Hazel lantas berdiri dan mengambil dompet berwarna ivory miliknya. Tangan kanannya kini tampak memegang kunci ruangan. Langkahnya bergegas saat ia sudah memastikan bahwa pintu ruangan itu telah terkunci rapat.
"Another boring day.", batinnya seraya berlari kecil menyusul temannya tadi.
P/s: This is my 1st attempt in writing a story! Jadi maaf kalau emang rada garing, sorry kalau emang banyak typo. Vote and comment! Kasih kritik dan saran mungkin? Gracias !
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello Again !
RomanceYou and I would always be an unfinished business. Kisah kita belum selesai, dan mungkin saja belum dimulai.