~00~

5.1K 264 2
                                    

Prolog

"Aimee Claretta!"

Hening.Tak ada seorangpun yang bersuara, atau sekedar mengangkat tangannya. Semua orang di kelas memandang kearah kursi paling belakang. Aimee Claretta. Gadis itu terlelap dengan nyenyak dengan kepala di mejanya. Sibuk dengan mimipinya, membuat Alfa geram. Ini bukan pertama kalinya mahasiswinya, Aimee Claretta tertidur di kelasnya. Awalnya ia membiarkannya, ia tidak peduli dengan mahasiswa yang tidak peduli dan tidak mau belajar mata kuliah yang ia bawa. Tapi, lama-kelamaan ia mulai merasa kesal dengan kelakukan mahasiswinya itu.

Aimee pernah di panggil ke kantornya karena ia mendengar keluhan dosen lain, yang kebetulan memilki jam mengajar yang sama seperti dirinya. Tapi, saat di panggil ke kantor, gadis itu hanya menunduk dan meminta maaf tanpa menjelaskan alasannya yang selalu tidur di kelas dan selalu berjanji tidak akan dilakukannya lagi, yang jelas-jelas tidak ia tepati. Kebohongan yang selalu ia benci.

"Aimee Claretta...!" suara Alfa terdengar lebih keras membuat semua mahasiswanya tersentak kaget. Baru kali ini ia berteriak dan meninggikan nada suaranya. Ia adalah dosen yang terkenal dengan ketenangannya. Tapi, kali ini ia sudah kehilangan kesabarannya.

"Aimee Claretta!" sekali lagi ia berteriak dengan nada tegas dan membuat si empunya nama tersentak dari tidurnya. Saat mengangkat kepalanya Aimee merasakan semua mata tertuju padanya dengan tatapan mengasiani. Matanya memandang lurus kedepan, dan satu orang lagi yang memandangnya dengan tajam. Alfa Ramiro.

Wajah Aimmee berubah merah semerah tomat busuk. Ia malu karena ketahuan tertidur di kelas lagi. Memalingkan wajahnya kedepan, wajahnya pias melihat wajah mengerikan dosennya. Tidak. Dosennya tidak berwajah mengerikan seperti Voldemort, atau Joker. Sebaliknya, Mr. Ramiro terlihat mempesona seperti biasa. Tapi dengan mata yang menusuk itu membuatnya bergidik spontan.

Aimee menelan ludahnya seolah ia menelan batu.

Alfa masih memandangnya. "Saya tunggu kamu di ruangan saya, sekarang!"

Setelah memberikan ultimatunya, Alfa keluar kelas meninggalakan ketegangan yang terjadi di kelas. Terlebih wajah Aimee yang terlihat mulai memucat. Ia tau bahwa kali ini kesalahannya tidak akan di maafkan oleh dosennya.

Semua teman-temannya memberikan kata-kata penyemangat sambil menepuk bahu gemuknya dengan keras membuatnya meringis.

Dengan wajah yang terlihat kacau karena bangun tidur dengan paksa, ia berjalan sempoyongan menuju rungan Mr. Ramiro yang berada di lantai 2. Menghela nafas melihat tangga yang harus ia gunakan untuk sampai ke lantai 2. Tubuh besarnya saja sudah menyulitkannya untuk bergerak, dan sekarang ia harus naik tangga hanya untuk menerima luapan kekesalan dosennya.

Setelah mengetuk pintu dengan nafas yang masih terengah-engah, Aimee membuka pintu dan mengintip dari balik pintu. Mr. Ramiro sedang duduk di kursinya dengan setumpuk tugas yang sedang ia periksa. Dengan ragu, Aimee masuk dan berdiri di hadapan meja dengan gugup terlihat dari gerakan tangannya yang tak henti memilin kemejanya.

Alfa memandang ke arah mahasiswanya. Aimee Claretta, mahasiswa tingkat 4 yang ia akui adalah mahasiswinya yang pintar dalam hampir semua mata kuliah. Tapi, pintar saja tidak cukup baginya. Kedisiplinan adalah hal yang paling penting dalam meraih kesuksesan. Dan ia tidak suka melihat mahasiswanya yang memiliki kecerdasan diatas rata-rata menyianyiakan kemampuannya hanya karena kemalasan.

"Duduk!"

Aimee duduk di kursi tepat dengan wajah tertunduk.

"Apa kamu masih belum mau mengatakan alasan kamu yang selalu tertidur di kelas?"

"Sa-saya minta maaf sir, saya janji tidak akan melakukannya lagi" suara Aimee bergetar antara takut dan gugup.

Alfa mendesah. Selalu itu yang dikatakan Aimee. "Jangan berjanji kalau belum bisa menepatinya!"

"Se-sekali lagi saya minta maaf sir,"

"Apa hanya itu yang bisa kamu katakan?"

Kepala Aimee semakin tertunduk. Kali ini ia benar-benar tidak tahan dengan sikap Aimee. Ia tau jika mahasiswinya yang satu ini adalah perempuan pemalu dan selalu menyendiri, bahkan terkesan antisosial. Setiap bicara dengan orang lain, Aimee tidak pernah menatap mata lawan bicaranya. Hanya menunduk. Tapi, ini sudah kelewatan. Pembicaraan ini tidak akan berhasil dengan sikap Aimee yang selalu meminta maaf dengan wajah ketakutan tanpa menjelaskan masalahnya.

"Kali ini saya tidak bisa mentolerir lagi kesalahan kamu, kamu memang pintar. Bahkan nilai kamu sempurna. Tapi, itu saja tidak cukup."

Alfa menyerahkan selembar kertas pada Aimee."Ini adalah jadwal kamu, mulai sekarang kamu jadi asisten saya. Ini akan membuat kamu tidak tertidur saat mata kuliah saya berlangsung. Saya tidak peduli dengan kelas lain. Tapi, jika kamu ingin lulus mata kuliah saya, maka tidak lagi ada tidur di kelas"

Aimee mengangguk lemah, tidak berani membantah.

"Kamu boleh keluar"

Alfa melihat tubuh besar Aimee keluar dari pintu.

Ponselnya berdering, Alfa melihat layar ponselnya. Athar calling. Alfa tersenyum. Baru beberapa jam dan ia sudah merindukan jagoan kecilnya.

"Hallo daddy...!" suara teriakan semangat Athar menyambutnya saat ia mengangkat telponnya.

"Hallo kiddo!"

"Daddy, hari ini Athar main ke Zoo diajak uncle Gavin!" lapornya seperti biasa.

"Oh ya? Apa yang Athar lihat?" Alfa selalu antusias mendengar celotehan putra kecilnya yang selalu bersemangat menceritakan segala hal.

"Banyak! Ada singa, buaya, burung, oh..oh... Athar juga lihat pinguin! Daddy, Athar pengen pinguin! Bisa daddy belikan untuk Athar? Satu... aja! Uncle Gavin tidak mau membelikan Athar pinguin!" gerutuan Athar membuat Alfa tertawa. Kecintaan putranya pada pinguin sudah masuk taraf obsesi, membuatnya selalu kewalahan saat Athar memaksanya membelikan pinguin. Ini bukan kali pertamanya Athar memintanya.

"Daddy tidak bisa mebelikan pinguin untuk Athar, pinguin akan sedih jika berpisah dengan keluarganya"

"Ehmm... oke, kalo gitu Athar mau boneka pinguin yang besaaaaarrrr...!"

"Oke"

"Daddy....?" suara Athar kali ini terdengar ragu.

"Yes kiddo?"

"Athar mimpi−" ia terdiam sebentar sebelum melanjutkan ucapannya"−mimpi, kalo Athar punya mommy. Kata uncle Gavin, mimpi Athar bisa jadi kenyataan kalo Athar jadi anak baik, Athar anak baik kan daddy?"

Ucapan polos Athar menohok hatinya. Untuk sesaat ia hanya bisa terdiam. Ia tau jika Athar membutuhkan sosok seorang ibu dalam hidupnya. Tapi, ia masih belum bisa menerima perempuan manapun masuk ke kehidupannya dan Athar setelah kepahitan yang ia rasakan. Tapi, ia juga tak mau egois dan membiarkan Athar tumbuh tanpa seorang ibu.

"Athar tentu anak baik, dan mimpi Athar akan jadi kenyataan"

~ooo000ooo~

Sleeping FattyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang