Hilang sudah mood baik Feeya. Ia merasa kenapa setiap saat ia melihat Peter, ia selalu merasa amarahnya memuncak. Padahal ia yakin Peter tidak pernah melakukan suatu kesalahan apapun.
Sadar bahwa gadis disampingnya Sedang dalam mode low mood, Brooklyn menggenggam tangan Feeya lembut. Walaupun Feeya tidak membalas genggamannya melihat kearahnya pun tidak. Brooklyn tidak tahu ada masalah apa antara Feeya dan orang yang dipanggilnya paman tadi. Tapi, ia berjanji tidak akan membiarkan satu orang pun menyakiti Feeya, bahkan jika itu adalah pamannya sendiri.
Tidak akan ada yang menyakitimu selama aku disampingmu Fey, batinnya bergejolak. Ia mengeratkan genggamannya.
"Fey," Brooklyn memulai percakapan sejak mereka hanya diam dan sibuk dengan pikiran mereka masing-masing, Feeya melirik Brook dengan tatapan 'ada-apa?'
"Sekarang kamu mau kemana?" Tanya nya tanpa lembut, bahkan ia belum melepas genggaman tangan mereka.
"Aku mau pulang" Dingin, bahkan Brooklyn bisa merasakan aura intimidasi dari suara Fey itu. Ia mengerutkan dahinya bingung, Feeya yang selama ini dikenalnya lembut dan ramah bisa berbicara dengan nada sedingin ini?
Tanpa banyak bicara, karna ia tahu bahwa bicarapun Feeya pasti mengacuhkannya Brooklyn memutar stir mobilnya kembali kerumah Feeya."Terima kasih kak," ujar Feeya mengusahakan sebuah senyum 'manis' untuk Brooklyn saat mereka sudah sampai didepan rumah Feeya. Brooklyn tersenyum dan mengangguk,
"iya. Maaf ya, kita belum sempat makan tadi." Brooklyn tersenyum tidak enak hati pada Feeya.
"Sampai besok kak" setelah mengatakan itu, Feeya keluar dari mobil dan berjalan masuk kedalam rumahnya tanpa menoleh kebelakang lagi. Brooklyn menghela nafas kemudian melajukan mobilnya kembali kerumahnya.
Feeya masuk tanpa memperdulikan papa, mama dan kakaknya yang sedang berbincang serius diruang keluarga. Ashley, Shawn dan El menatap punggung Feeya penasaran, apa yang terjadi dengan anak itu?
Baru saja Ashley akan bangkit dan menyusul Feeya tapi El sudah mendahuluinya, "biar aku ma. Aku kan kembarannya, pasti aku lebih bisa mengerti dia." Ucapnya sambil mengambil toples berisi cemilan kesukaan adiknya itu.
Ashley dan Shawn mengangguk, "suasana hatinya sedang buruk pasti, hiburlah dia El." El mengangguk mendengar penuturan sang papa.
"Tanyakan pelan-pelan El. Wanita itu sensitif" ucapan Ashley dihadiahi sebuah jitakan didahinya. Siapa lagi kalau bukan Shawn?
Ashley menatap Shawn dengan pandangan membunuh, Shawn tersenyum menunjukan barisan gigi rapinya. "Feeya itu tidak seperti kamu. Selalu terbawa perasaan. Dia kuat tidak seperti kamu juga, Feeya berani bertindak biarpun umurnya masih 13 tahun," Ashley merasa tersinggung akan kalimat Shawn.
"Kalau begitu kenapa kamu menikahiku dulu?!" Shawn memundurkan posisi duduknya saat diteriaki seperti itu oleh istrinya, ia kembali tersenyum. Tapi senyum manis kali ini. Saking manisnya Ashley sudah geram ingin menampar wajah mulusnya itu. "Karna kamu mateku?" Lebih seperti pertanyaan bagi Ashley.
Ashley mendengus kemudian berjalan cepat dan masuk kedalam kamarnya dan Shawn. Sedangkan El yang masih berdiri disana menonton drama picisan yang diciptakan oleh kedua orang tuanya itu. Shawn bangkit berdiri kemudian menatap jenaka pada El, "papa sudah bilang kan?" Lalu mereka berdua tertawa mengingat bagaimana ekspresi Ashley tadi.
Shawn menegakan punggungnya kembali, "nah, papa akan urus mama kamu dan kamu urus adik semata wayangnya itu, oke?"
El meletakan telapak tangannya menyamping diatas alis mata kanannya, "siap Alpha!" Kemudian dia berjalan menaiki tangga dengan langkah seperti pasukan baris-berbaris. Shawn menggeleng pelan, sifat anak pertamanya itu persis sekali seperti Ashley nya yang polos dulu.
Knock knock!
Knock knock! Karena Feeya tidak menjawab dan membuka pintunya, El mendorong pelan daun pintu berwarna broken white itu perlahan sambil memanggil sang empunya kamar, "Feeya, adek nya kakak yang paling cebol" hening. Padahal Feeya sedang berbaring telentang diatas kasurnya menatap langit-langit.
El bingung, biasanya Feeya akan memarahinya jika ia berani memanggilnya 'cebol' karena tingginya yang hanya sebatas telinga El. El masih berdiri didepan pintu yang dibukanya sedikit itu.
"De, liat kakak bawa apa?" Pancing El menyodorkan toples berisi keripik pisang keju kesukaan Feeya itu, tapi Feeya tetap tidak bergeming. Karna rasa penasaran yang besar akan keadaan adiknya itu, El melangkah masuk dan duduk ditepi kasur Feeya setelah sebelumnya ia meletakan toples yang dibawanya ke meja belajar Feeya.
El menarik napas dalam, "Feeya" panggilnya lembut, Feeya menoleh dengan wajah kesal. "Apa sih kak? Duh, tinggalin aku sendiri bisa gak?" Pintanya ketus, El tersenyum polos. "Enggak" singkat, jelas, padat.
Feeya memutar kedua bola matanya jengah, "ayolah kak. Aku cuma butuh waktu sendiri. Aku lagi bete" Elkana tersenyum manis pada adiknya itu, "lho, kita ini kembar. Karna kamu sekarang lagi ngerasa bete, badmood, atau apapun itu aku juga bakal ngerasain hal yang sama de" Feeya terdiam.
El menarik tangan Feeya lembut agar bersandar dibahunya. Feeya pun dengan segera mencari posisi paling nyamannya, memeluk pinggang El dan menyenderkan kepalanya di dada kakaknya itu. Mereka terdiam dalam posisi itu cukup lama, sampai El kembali membuka suara.
"Udah siap cerita?" Tanya nya. Feeya perlahan mengangguk ragu, "aku sedih kak." Ucapnya membuat El kebingungan setengah mati. "Sedih kenapa Fey? Ada yang jahatin kamu? Atau kamu ada masalah disekolah?" Dengan pertanyaan beruntun itu, Feeya tahu jelas kakaknya sangat khawatir. Ia menggeleng,
"Kakak, kita sama-sama tau kan. Papa seorang Alpha werewolf yang cukup ditakutin, sedangkan mama manusia biasa." Elkana mengangguk dalam diam.
"Kita juga tahu kalau kakak itu half werewolf kan?" Tatapan wajahnya berubah sendu saat mengatakan ini.
"Apa yang sebenernya bikin kamu sedih Fey?" Tanya El menatap kedua mata Feeya.
"Aku sedih, karna aku.... manusia biasa. Bukan seperti kakak yang walaupun half tapi masih punya darah werewolf. Dan kakak juga bakal gantiin papa waktu kita umur 21 tahun nanti," Feeya meneteskan air mata pertamanya disusul dengan tetesan-tetesan lainnya, Feeya tidak sepenuhnya berbohong pada El. Ia juga merasa insecure karna bahkan diusianya yang masih 13 tahun, kakaknya El sudah dididik untuk menjadi seorang Alpha yang baik. Sedangkan dirinya?
El menghapus air mata dipipi chubby Feeya itu kemudian tersenyum. "hei. Siapa bilang kamu manusia biasa? Kita lahir disaat yang sama. Kalau kakak punya darah itu, kamupun pasti punya. Cuma, mungkin belum saatnya buat muncul. Lagipula kita ini kan masih 13 tahun. Tentu belum waktunya berganti shift kan?"
El berusaha untuk menghibur Feeya, walaupun ia merasa Feeya menyembunyikan sesuatu darinya, ia tidak akan memaksa Feeya untuk menceritakannya sekarang, seiring waktu pasti Feeya akan menceritakannya juga pada El.
"Yaudah. Kamu jangan sedih lagi. Mama pasti sedih kalo liat anak gadisnya nangis kayak gini, untung kakak tadi yang dateng kesini dan nemuin kamu, hahaha" El mengeluarkan jurus bercandaan super garing nya untuk mencairkan suasana diantara mereka berdua.
Feeya terkekeh kecil mendengar candaan kakaknya yang benar-benar tidak lucu itu. Dengan perlahan, Feeya melepaskan pelukan El dan memukul pelan dada rata El itu, "udah kan ceritanya? Sana gih, balik kekamar kakak" Feeya tidak bermaksud mengusir kakaknya.. hanya saja, ia berpikir tidak tahu sampai kapan ia bisa menahan perasaan jengkelnya pada kejadian tadi. Coba saja, saat kalian sedang berduaan dengan crush kalian, tiba-tiba ada orang yang kalian benci datang dan bertingkah sok akrab?
"Oke! Karna ini udah malem juga. Dan besok kita sekolah, jadi... see you adik kecil!" El berlalu setelah mengecup pipi Feeya,"Makasih kak." Lirih Feeya kemudian membaringkan tubuhnya dikasur.
"Ada apa sama perasaanku? Kenapa aku jadi gak nyaman gini sih?" Feeya berucap pelan sambil menyentuh dada bagian kirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVING YOU (Sequel My Nerd Mate)
Hombres LoboKupikir, mencintaimu tak sesulit ini. Tapi, nyatanya aku salah. Kita tak bisa bersama, bukan karna perbedaan umur. Tapi aku yang tidak akan pernah bisa mencintaimu, persetan dengan embel-embel "Mate" diantara kita. Aku tidak peduli. "Aku Feeyana Je...