Sho's POV
Osaka, 1996...
Aku memandangi jam tangan dan sekelilingku dengan gelisah.
Kemana dia? Jam segini biasanya sudah datang...
Aku menggigiti bibirku dengan resah. Pikiranku bahkan sudah mulai kacau.
Apa dia sakit? Apa dia hari ini pergi dengan kendaraan lain? Atau jangan-jangan...
Aku menggelengkan kepalaku. Berusaha untuk tidak berpikiran aneh.
Kereta akan tiba dalam 2 menit lagi. Para penumpang diharap mempersiapkan diri dan tidak berdesakan saat memasuki kereta. Diharap mengutamakan yang turun terlebih dahulu.
Aku menghela napas dengan pasrah. Angin kereta mulai menerpa wajahku. Aku masuk dengan lemas.
Dia tidak datang...
🌹🌹🌹🌹
Aku bersiap untuk tidur malam itu dan menatap langit-langit dengan tatapan kosong.
Apa ia akan datang besok?
Perlahan aku mulai memejamkan mataku. Berusaha memasukkannya dalam mimpiku.
🌹🌹🌹🌹
Aku menunggunya lagi di stasiun pagi itu seperti biasanya. Aku menatap peron di seberangku dengan fokus.
Aku tersenyum. Itu dia! Hari ini dia datang!
Dia menunggu keretanya seperti biasanya. Kali ini ia mengenakan setelan warna kelabu dengan kemeja biru muda dan dasi motif polkadot seperti biasanya. Mungkin itu favoritnya.
Aku menghela napas.
Inilah aku...aku yang selalu mengamatimu dari jauh. Aku yang selalu mengagumimu diam-diam di sesaknya stasiun pagi buta...dan Aku yang selalu memujamu dibalik jendela ruang kerjaku.
Dan aku...hanya ingin tahu namamu, ingin mendengar suaramu, nomor teleponmu, meskipun aku tahu aku tak pernah punya nyali untuk melakukannya...
Aku terperanjat. Keretanya sudah tiba. Pertanda bahwa aku sebentar lagi tak bisa melihatnya.
Kereta itu menjauh. Meninggalkanku sendiri bersamaan dengan kereta yang melaju.
🌹🌹🌹🌹
Aku duduk di kursi dengan lesu. Hari ini sama sekali tidak ada yang membuatku senang.
Aku lalu menoleh ke arah jendela besar di belakangku.
Aku mengerutkan dahiku dan memajukan tubuhku.
Aku terkejut mendapati sosok yang sedang fokus dengan komputernya di seberang jendelaku.
Itu dia!
Aku tertawa kecil. Selama ini dia di sana? Bagaimana mungkin aku tidak menyadarinya?
Aku memandanginya dari jendela sembari tersenyum. Entah tersenyum karena aku senang bisa melihatnya lagi dan lebih lama atau senang karena kebetulan selalu mempertemukan kami.
Mendadak mulai terpikir mengapa aku bisa mengaguminya seperti ini. Entah kenapa malah lebih mirip sebuah obsesi.
Tidak! Bukan obsesi. Ini sesuatu yang lain. Entah bagaimana menyebutnya...
Terlihat seorang pria menghampirinya. Aku terbangun dari kursiku.
Siapa dia? Pacar? Teman? Aku mulai sedikit cemburu sekarang.
Dia tersenyum lalu pergi bersama pria itu entah ke mana.
Aku mendadak melengos. Aku memutar kursiku kembali menghadap meja kerjaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Admirer
FanfictionInilah aku...aku yang selalu mengamatimu dari jauh. Aku yang selalu mengagumimu diam-diam di sesaknya stasiun pagi buta...dan Aku yang selalu memujamu dibalik jendela ruang kerjaku. Dan aku...hanya ingin tahu namamu, ingin mendengar suaramu, nomor...