"Kak Dito ...."
Suara panggilan itu datangnya dari Alta yang berada di tempat tidur. Dito yang mendengar namanya dipanggil cepat-cepat menghampiri Alta. Setelah sampai di dekatnya, Dito malah tertegun. Dilihatnya, Alta masih memejamkan mata, sementara selimutnya sudah terkumpul di bawah kakinya. Alta terlihat gelisah dalam tidurnya.
Dito mengernyit lalu menghampiri adik kelasnya itu. Dito pun mengulurkan tangannya untuk menyentuh kening Alta. Dia terkesiap. Suhu tubuh Alta lumayan panas. Badan anak itu juga sedikit menggigil. Terbukti, karena sekarang badannya gemetar. Dito panik. Selama ini dia belum pernah menangani seseorang yang terserang demam. Jika dia sendiri yang terserang demam, maka sang mami-lah yang akan mengurusnya.
Setelah berpikir sejenak tentang apa yang harus dia lakukan, Dito pun memulai dengan menekan tombol off pada remote AC agar Alta tak kedinginan. Setelah itu, dia berjalan ke arah kamar mandi untuk mengambil handuk kering lalu membasahinya dengan air dari wastafel. Kemudian, Dito kembali lagi ke dekat Alta, yang masih tetap gelisah dalam tidurnya.
"Al, lu kenapa tiba-tiba demam gini, sih? Badan lu juga menggigil," gumamnya sambil menempelkan handuk basah itu di kening Alta.
Dito menghela napas prihatin melihat kondisi Alta. Dia benar-benar tak tega melihatnya. Dia juga geram saat mengingat perbuatan Cindy di cafè tadi. Harusnya Cindy tak menyuruh Alta minum alkohol. Sepengetahuannya, Alta tak pernah menyentuh alkohol sekali pun. Apalagi meminumnya.
Sepuluh menit setelah Dito mengompres kening Alta, tiba-tiba Alta terbangun, lalu memuntahkan isi perutnya di lantai. Sebagian lagi mengotori kaus v-neck yang masih dikenakannya. Dito yang tadinya sedikit melamun langsung sigap membantu memegangi tubuh Alta yang hampir terjungkal ke lantai. Dia juga langsung sigap memijat tengkuk Alta, agar anak itu bisa lebih mudah memuntahkan isi perutnya.
"Keluarin semuanya, Al. Biar lega!" ucap Dito.
Setelah itu tangannya berpindah memijat bahu Alta. Dito kasihan melihat kondisi Alta. Dito berpikir, mungkin saja Alta masuk angin. Atau bisa jadi karena pengaruh alkohol, dia jadi seperti ini.
"Kepalaku pusing ...," gumam Alta tanpa sadar.
"Kalau gitu, tidur aja! Sini, gua bantu lepas. Kaus lu jadi kotor gini kena muntahan," ucap Dito sambil membuka kaus yang dikenakan Alta.
Adik kelasnya itu hanya menggumamkan sesuatu yang tidak terlalu jelas. Dia juga menurut saja dengan apa yang dikatakan Dito.
"Panas banget, di sini," gumam Alta lagi sambil menggosok lehernya yang mulai sedikit basah oleh keringat. Lalu, tangannya terulur begitu saja untuk membuka ikat pinggangnya.
Dito melotot. Dia semakin melotot, saat Alta juga mulai membuka resleting celananya. Anak itu sepertinya tak nyaman dengan celana yang dia pakai dan berniat untuk melepaskannya secara tidak sadar. Mata Alta bahkan masih tetap terpejam. Sepertinya, masih setengah mabuk saat melakukan hal itu.
"Al? Lu mau ngapain buka celana?" tanya Dito panik seraya memegang lengan Alta. Bukan apa-apa. Dito merasa jantungnya berdegup dengan cepat, membayangkan apa yang ada di balik celana chino yang dipakai oleh Alta saat ini.
"Panas ...." Alta kembali menggumamkan kata itu, seraya menjauhkan lengan Dito.
"Tapi, tadi kan lu menggigil?" tanya Dito yang sama sekali tak mendapat jawaban dari Alta.
KAMU SEDANG MEMBACA
BETWEEN YOU & US
General Fiction[COMPLETED] __________________________ Altavian Danish, tak pernah membayangkan jika ia akan dipertemukan lagi pada satu kesempatan dengan sosok laki-laki tampan yang dicintainya itu setelah sekian tahun. Anindito Mahawira, c...