16

8 1 1
                                    

Kriiiiiiinnngggg!!

Bel pulang pertanda pelajaran sudah habis berbunyi nyaring. Pastilah yang ada di pikiran kalian jika bel pulang sudah berbunyi, semua pulang. Tapi tidak dengan guru yang satu ini, ia tetap mengoceh panjang kali lebar tanpa ia tahu omongan nya pasti hanya masuk kuping kanan keluar kuping kiri.

"Baik, karna waktu sudah habis, bereskan buku kalian. Kita akhiri, wasslamualaikum."

"Waalaikum salam.." jawab murid serentak sembari menghela napas nya.

Satu persatu murid sudah beranjak meninggalkan kelas. Bella yang kini mendapat jadwal untuk piket kelas hanya menghela napas.

"Lo mau nungguin gue, 'kan?" Tanya Bella pada Ara yang kini sudah siap menggemblok tas nya.

"Iya, gue tungguin, Rey juga belom datang lagian."

Yang Bella tahu, Arfa dan Rey sudah 3 tahun berpacaran. Mereka kenal saat kelas 9 SMP hingga SMA mereka berbeda sekolah. Tapi entah apa yang menjadikan Arfa begitu setia kepada Rey, begitupun sebaliknya. Sungguh beruntung menjadi Arfa. Kemudian Bella berbalik badan untuk mengambil sapu yang terletak di pojok kelas. Sapu memang selalu begitu. Ditaruh di pojok, tanpa ada yang tahu, tanpa ada yang peduli. Sama seperti Bella. Tak ada yang tahu, tak ada yang cukup peduli dengan Bella.

Gadis itu mulai menyapu dari ujung kelas nya. Sampah kertas ulah anak laki-laki berserakan, beberapa sampah makanan yang tidak di buang ketempat nya pun banyak. Sungguh jorok. Padahal sudah beberapa kali di ingatkan oleh wali kelas untuk tetap menjaga kebersihan kelas. Tapi apa daya, tangan-tangan itu selalu membuat nya kotor.

Selama menyapu, pikiran nya melayang. Kembali pada saat malam hari, ia mendengar percakapan antara kedua orang tuanya. Percakapan yang sama sekali ia tidak mengerti kemana ujung nya. Yang sampai saat ini pun ia masih mempertanyakan jawaban nya. Ia tidak pernah berfikir akan seperti ini jadinya. Yang ia tahu selama orang tuanya di luar negeri, mereka baik-baik saja. Tapi mengapa justru kepulangan kedua orangtuanya menjadikan semuanya berubah 180 derajat?

Zoey. Ya, sepertinya Bella harus menanyakan ini pada Zoey. Dan jika memang Zoey tidak mengetahui hal ini, mungkin ia bisa membantu.

"Lo nyapu, tapi pikiran lo kemana-mana," ujar Arfa yang sekarang duduk di atas meja.

"Hah? Sejak kapan lo bisa baca pikiran orang?" Bella menyipitkan mata sambil terus melanjutkan aktivitas menyapu nya yang kini sudah sejengkal lagi ke ambang pintu.

"Dibilang, kalo lo nyimpen masalah itu keliatan."

Bella mengambil serokan untuk membantu nya mengambil sampah-sampah yang ia sapu barusan. Lalu ia keluar menuju tong sampah. Ia kembali dan menaruh sapunya di tempat semula.

"Emang kalo muka orang punya masalah, beda ya?" Bella mengambil tas nya dan di gemblok nya ke punggung.

Arfa hanya menghela napas nya, "yuk ah, Rey udah nunggu di depan." Arfa turun dari atas meja dan segera berlari kecil keluar.

"Eh, si kampret. Tunggu!"

"Gue duluan ya Bell, ke depan nya. Lo hati hati. Byee," ujar Arfa yang di balas anggukan kepala oleh Bella.

Kini gadis itu berjalan sendirian di lorong kelas yang sudah mulai sepi, beberapa siswa masih berlalu lalang di sini. Mungkin sebagian masih ada kerja kelompok, atau sekedar canda bersama teman-teman nya. tapi ia tidak memikirkan itu, sekarang ia harus cepat-cepat pulang.

"Hey," suara itu. Bella menoleh saat mendengar suara yang cukup familiar di telinga nya.

"Aldi, lo belom pulang?"

HauntedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang