5. Panggil aku 'nuna'

54 4 0
                                    

*Nessa*

Nasi Goreng Teriyaki sepiring penuh bikinanku, kini hanya menyisakan sendok dan garpu. Nafsu makannya sungguh luar biasa. Aku yang duduk di hadapannya karna memang dia yang meminta, melirik takjub sambil mengulum senyum.

"Kenapa?" Dia bertanya karna melihat senyumku.

"Liat oppa makan tuh nyenengin banget deh."

"Oppa?! Idiiihh.....harusnya aku yang panggil mbak Nessa 'nuna'. Jelas-jelas mbak Nessa lebih senior," dia berkata sambil menahan tawa.

"Iya...iya....ga terima banget sih dianggap lebih tua. Kalo gitu panggil aja nuna Nessa!"

"Kebalik. Nessa nuna. Gitu cara manggilnya."

"Iya deh....yang setengah Korea," sindirku, dan hanya ditanggapi dengan senyuman kecut. Apa di omonganku ada yang salah?!

Mendadak keakraban beberapa jam terakhir, berubah jadi kekikukan. Meskipun dia belum berniat untuk meninggalkan kafe, tapi sikap diamnya yang tiba-tiba menjadikan hape sebagai alasan untuk mencari kesibukan, mendatangkan keanehan.

"Mm...aku tinggal kedalam ya," dari pada dikacangin, mendingan aku nyari kesibukan di dapur.

Wajahnya terangkat, dan sumpah dia masih keliatan ganteng banget meski ekspresinya begitu datar. "Kenapa? Nuna banyak kerjaan ya?!"

Dia menyebutku nuna. Menanggapi sebuah kesepakatan konyol yang tadi kubuat secara iseng.

"Ga juga sih," jemari tangan kananku menyibakan anak rambutku yang menutupi wajah karna terpaan angin. Sebenarnya pantatku terasa berat untuk bisa terangkat dari kursi dihadapannya.

"Nessa!" Sapaan itu membuyarkan niatku untuk tetap bertahan didepan Chandra.

"Jeff,...kok malem banget?" Aku berdiri menyambutnya.

Jeffry. Dia mantanku. Kami putus karna dia harus menikahi Clara, anak pemilik toko buku, tempat Jeffry dulu kerja.

Clara hamil karna perbuatan orang lain. Jeffry bersedia memikul tanggung jawab, dan dijanjikan akan menjadi pewaris tunggal, sebab Clara memang ga punya sodara.

Cowok macam apa yang ngejual harga diri demi materi. Beruntung aku gagal jadi istrinya. Aku ga sudi punya suami seperti itu! Kalo mau kaya, ya kerja. Jangan nunggu warisan.

Jeffry menarik tanganku. Sedikit memaksa agar aku beranjak dari tempatku. Bodohnya, aku pasrah mengikuti dia. Mataku sempat melirik Chandra, yang seolah tak acuh, dengan tetap menunduk menatap ponsel dan jempol yang bergerak menggeser layar.

❤❤❤❤❤

Kenapa otakku terus mikirin Chandra? Aku ga pernah kayak gini sebelumnya. Seharian tadi kerjaku banyak yang ga beres. Ada aja kesalahan yang kubuat. Ngejatuhin tutup panci, lupa ngebawa belanjaan, padahal udah dibayar, yang lebih memalukan, aku sampe kebalik make kaos!

"Mbak Nessa istirahat aja deh. Biar kami aja yang kerja."

Ga biasa pula aku nuruti ucapan Widi. Biar lagi sakit, selama masih ngerasa kuat, aku tetap kerja, tapi hanya karna seorang brondong ganteng yang seharian ini ngerusak konsentrasiku, aku milih untuk tiduran dikamar. Ngebiarin Widi, Anton, Tio, Rahma dan Eka, ngurus kafe sendirian.

Serangan lapar membuatku keluar kamar dan turun ke dapur. Lagian, aku harus ngecek hasil penjualan hari ini.

"Ditanyain ama si 'nasgor sosis' tuh, Mbak...... Aku bilangin kalo mbak Nessa lagi sakit."

Hatiku sudah mau meloncat keluar begitu Widi menyapaku dengan kalimat itu. Tapi aku harus pintar-pintar akting di depan dia. Kalo ga, aku bisa jadi bulan-bulanan. Ini ga lucu!

Brogan Kesayangan NunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang