Berawal Dari Backstreet (Bagian 1)
Bel masuk sudah berbunyi lebih dari lima menit yang lalu dan Rara, masih berjarak sepuluh langkah dari gerbang. Sial! Desisnya melihat gerbang yang sedikit demi sedikit tertutup dengan bunyi berderit bukan karena orang yang ada di balik gerbang itu tidak kuat mendorong melainkan rel gerbang yang sudah berkarat.
"PAK, STOP!!!" teriak Rara spontan menghentikan gerakan satpam sekolah yang meruntuk kesal pada anak-anak yang suka telat seperti Rara karena dianggapnya menghambat tugas agung menutup pintu gerbang.
Sebelumnya perkenalkan, Amira Larasati, gadis yang akrab disapa Rara. Wajahnya manis membuat orang tak bosan memandang. Tubuhnya tinggi berisi dan kecerdasan yang luar biasa namun tak bisa membawanya meraih ranking pertama di kelas.
"Tak apa mah, ranking satu bukan jaminan Rara sukses nanti kok," ucapnya mengobati hati sang mamah yang selalu mengoceh saat mengambil laporan hasil belajar Rara. Coba Rara lebih rajinlah, lebih aktif lah, tidak kebanyakan main gamelah, kata-kata yang dianggapnya angin lalu lantaran sudah terbiasa.
Rara merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Kakaknya, Masrul, tengah mengenyam pendidikan di Negeri Paman Sam lantaran kejeniusannya di bidang musik. Adiknya, Keyla, memilih untuk melanjutkan sekolah di pesantren selepas lulus sekolah dasar.
Terkadang Rara merasa hanya dialah yang belum memiliki sesuatu untuk dibanggakan sang bunda. Habis mau bagaimana lagi, bukan keinginan dia kok, bisiknya mengobati diri sendiri.
Secepat mungkin Rara memburu kelas. Hal yang sudah biasa dilihat beberapa anak kelas yang dilaluinya. Susah payah Rara mengatur nafas. "Syukur," bisiknya. Guru kimia yang terkenal galak di seantero sekolah itu belum tampak walau hanya kacamatanya.
"Bruk, bugh," Rara membanting diri di kursi tempat yang mau tidak mau harus membuat Rara betah duduk berlama-lama walau kadang pantatnya terasa pegal lantaran keadaan kursi yang tak berbusa juga pengaruh terlalu lama belajar.
"Telat lagi?" tanya Yani kawan seperjuangan sejak kelas satu yang terdengar seperti pernyataan di telinga Rara.
Meski sama-sama cerdas, Yani begitu giat dan rajin sehingga dia mampu menyandang gelar sebagai juara bertahan lantaran selalu mendapat juara pertama sejak kelas satu. Yah lebih unggul empat angka lah dari Rara.
"Semalaman berburu pokemon, dapet lima ekor," ucapnya tersenyum puas walau masih terasa pegal di beberapa bagian tubuhnya.
Yani tak merespon. Dia konsen pada setumpuk bacaan di hadapannya. Di banding Rara Yani berperagai lebih tenang, hemat kata dan dingin. Itu membuatnya terkadang sulit beradaptasi dengan lingkungan termpatnya berada. Lain dengan Rara, yang jikalaupun ditaruh di ruangan yang tidak ada satu orangpun mengenalnya, dalam sekejap bisa menjadi sahabat karibnya.
Guru yang sempat membuat Rara was-was lantaran keterlambatannya itu masuk juga. Tanpa salam, tanpa senyum, dan tanpa ucapan maaf karena sudah terlambat.
YOU ARE READING
Berawal Dari Backstreet
Novela JuvenilMenunggu adalah suatu hal yang sangat amat menyebalkan. Apalagi menunggu kepastian dari seseorang yang kita cintai, begitu bukan?