Dear Ali,
Aku sudah melemah, Li. Aku tak bisa lagi membahagiakan kamu, Li. Maaf, aku sudah membuatmu menangis. Membuatmu sedih. Terpukul. Kecewa dengan takdir. Maaf.
Aku minta maaf, aku sempat menjauhkanmu. Itu aku lakukan agar kamu tak bersedih lagi, Li. Aku selalu merasa sakit ketika melihatmu meneteskan air mata.
Jangan menangis ketika aku pergi. Aku akan bahagia disana. Waktuku sudah tidak lama lagi, Li. Carilah perempuan yang akan menyayangimu apa adanya dengan tulus sepertiku, dan juga yang dapat membahagiakanmu. Aku sayang kamu.
—Prilly Latuconsina• • •
Jakarta, 14 Juni 2015
Ali menatap kaca ruangan ICU. Gadisnya ada disana. Gadis terkuat yang pernah ia kenal. Gadis pertama yang ia cintai.Sudah dua bulan ini, Prilly melawan penyakitnya, leukimia. Dunia serasa runtuh saat Ali mengetahui kabar buruk itu.
Kali ini, Prilly lagi-lagi koma. Ia sangat berharap, ia masih bisa menatap mata hazel penuh tulus itu. Masih bisa melihat senyum menawan itu. Masih bisa melihat tawa indah itu.
"Li, Prilly belum bangun ya?" tanya Mama Ully.
Ali menggeleng. "Belum, Ma."
Mama Ully mendesah panjang. "Ali, makan dulu. Dari kemarin, kamu belum makan."
"Nanti aja," ucap Ali. "Ali nggak laper."
Mama Ully tersenyum. Ia bahagia, melihat gadisnya memiliki pasangan seperti Ali.
"Ali, kamu harus makan. Lebih baik, kamu pulang dulu. Kamu istirahat, mandi, makan, lalu kembali lagi. Papa nggak mau kamu sakit," ucap Om Rizal. Papa-Mama Prilly memang menyuruh Ali menyebut mereka dengan 'Mama' dan 'Papa' juga.
"Nggak, Pa. Makasih. Ali mau jagain Prilly, aja. Ali pengen disini, nemenin Prilly." ucap Ali. "Ali udah janji, Ali bakal jagain Prilly."
Om Rizal mendesah. "Ya sudah,"
Tiba-tiba, suster keluar dari ruang ICU. "Ada yang namanya Ali?"
"Saya, Sus." ucap Ali.
"Silahkan dipakai baju sterilnya." Sang suster menyerahkan sebuah baju steril. "Pasien sudah menunggu didalam."
Ali terkejut. Ia cepat-cepat menyambar baju steril, dan langsung memakainya. Ia pun berlari masuk ke ICU, dan melihat gadis yang ia cintai sudah dapat membuka matanya.
"A... Ali." panggil Prilly. "Kamu disini?"
Ali mengangguk. "Aku udah bilang, aku akan tetap disini."
Prilly tersenyum. "Makasih udah mencintai aku, Li. Makasih udah mau berlabuh di hati aku. Maaf aku udah gak bisa bahagiain kamu,"
"Sst! Dengan kamu masih ada disini, kamu udah cukup bikin aku bahagia, Prill." ucap Ali. "Sembuh ya, Sayang!"
Prilly mengangguk, lalu tersenyum. "Kamu kenapa masih mau sama aku? Aku botak. Aku jelek."
Ali menggeleng. "Mau kamu botak, rambutnya pirang, mau kamu di mohawk, kamu cantik kok!"
Prilly tertawa kecil. "Masa, aku di mohawk?"
"Ya, bisa aja. Hehehe,"
"Ali, boleh panggil Mama dan Papa? Aku mau ngomong bertiga." ucap Prilly.
Ali mengangguk. "Sebentar ya, Sayang."
Ali pun keluar, memanggil Tante Ully dan Om Rizal. Ia pun duduk di bangku ruang tunggu. 15 menit berlalu, tetapi mereka tak kunjung keluar.
Tak lama, Ali pun segera kembali disuruh masuk ke dalam ruangan, dan Ali pun menghabiskan waktu bersama Prilly.
KAMU SEDANG MEMBACA
Last 5 Messages [COMPLETED]
Fanfictionstat: completed [ tetap hargai karyaku dengan vote/beri kritik saran walau sudah completed] • ali prilly short fanfiction •