Take it slow!
••••
Masih sangat pagi, Lara berjalan di sekitaran koridor sekolah setelah memparkir kendaraan matic scoopy berwarana krem di samping Mushola sekolah. Letaknya cukup jauh dari kelas Lara, dari ujung ke ujung harus ia kitari baru sampai di kelasnya. Sekolah masih sepi, hanya ada beberapa orang, seorang petugas kebersihan sekolah, seorang satpam, dan sisanya sebagian siswa yang sudah datang dan terlihat sedang melaksanakan tugas piket mereka.
Hari ini hari Senin, Lara sangat menyukai seragam yang ia pakai, serba putih katanya. Baru setengah perjalanan ia berjalan menuju kelas, telinganya menangkap ada suara yang menyebut namanya.
"Lara, tumben pagian, biasanya mentok pas bel bunyi, " Suara khas itu telah dihapal Lara di luar kepala.
Lara tak menghiraukan, ia hanya menoleh sejenak ke arah sumber suara kemudian kembali mengarahkan matanya pada keramik-keramik yang beberapa sudah ia injak.
"Oy, sombong ya sekarang, " Suara ini juga familiar di telinga Lara, meski bukan orang yang sama yang meneriakinya seperti tadi.
Lara sudah sampai dan duduk tepat di samping dua orang perempuan yang barusan meneriakinya.
"Tau ah, dari SMP gue udah kebal. Pas dateng telat, diomelin satu kelas. Pas datengnya pagian malah di judge. Merhatiian banget gitu sama hidup gue."
"Udah sih Ra, slow aja. Tapi ngomong-ngomong gue juga bingung lo kenapa datang pagi hari ini?"
"Tuh kan, Sri mah tau ah! Kelas aja gue, " Lara beranjak kemudian berjalan ke ujung menuju ruangan kelasnya, X IPA IV.
"Aira Lara, bukan Sri, hedeuh itu anak, " Aira meneriaki Lara meski tahu ia tak akan menghiraukan teriakan Aira itu.
"Itu Lara ngambek Ai, yaampun, susul yok! Cepet. Ah ellah sempet bae lo ngiket tali sepatu, buru!"
Kirei Ayla. Gadis ini juga salah satu teman dekat Lara layaknya Aira. Hanyasaja sifatnya cenderung lebih pendiam jika dibandingkan dengan mereka berdua.
"Iya ish, bawel lo Kirei. Dulu sono dekat ini kok, kagak bakal ada yang begal juga kali, " Kedua tangan Aira masih lincah mengikat tali sepatu membuat simpul rapi di atas sepatu sebelah kiri kakinya.
Aira ditinggal sendiri oleh Kirei, sesuai perintah gadis itu. Lekas saja Aira menyusul Lara dan Kirei yang sudah berada dalam ruangan yang sama. Sesaat setelah sampai, ia melihat Lara menelungkupkan kepala di lipatan tangan di atas meja, di sampingnya berdiri Kirei yang dengan lembut mengusap kepala yang terbalut kerudung berlabel nama SMA mereka bertiga itu. Kebiasaan Lara memang seperti itu, anehnya tak ada yang mampu menebak. Jika ada yang menebak ia hanya pura-pura, tak terbukti karena 30 menit kemudian Lara bangun dengan mata yang setengah terbuka. Jika ada yang menebak Lara tertidur, maka dalam 2 menit saja ia akan mengangkat kepalanya, mengatakan bahwa ia tak sanggup lagi bernapas di posisi seperti itu.
"Gimana Ki, Laranya kenapa?" Aira bertahan pada posisi di depan pintu kelas. Kepalanya berkali-kali mengarah ke lapangan utama yang akan digunakan untuk upacara Senin seperti biasa. Waktu sudah semakin menuju siang, sekolah tak lagi sepi. Sudah banyak siswa maupun guru yang datang.
"Wait ya Ai, ini gue lagi ngebujuk nih susah banget bangunnya, maklumin anak gorilla."
Tak sampai satu detik Kirei menyelesaikan ucapannya, gebrakan meja mengejutkan Kirei dan Aira yang berdiri tak jauh dari Kirei.
"Suek lo Ki, kurus gini lu kata anak gorilla? Hell! " Lara langsung berdiri dan menajamkan pandangannya, melirik pada wajah-wajah yang sedang di scann oleh retinanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Baperable
Teen FictionKlise. Kita tidak bisa menebak bukan, siapa jatuh cinta pada siapa. •••• Dhaffindra Asker, prince charming, unavailable, ramah pada siapapun tak terkecuali pada Lara. Lara Filiz, tidak percaya diri, bertekad memilih single sampai waktu yang tak di...